[08]

3.2K 317 17
                                    

“Jadi gimana keputusan Hino?” tanya Ben ketika mereka selesai makan malam.

Tania dan Hino terpaksa melewatkan waktu sarapan mereka karena baru turun dari kamar pukul satu siang. Keduanya sukses mendapatkan gunjingan hebat dari Nyonya Dewi Sinta yang membuat Tania tidak berani mengangkat wajahnya. Akhirnya, Tania dan Hino harus makan ditemani godaan Dewi.

“Hino tetap lanjutin kuliah dan Tania tinggal di rumah ini,” jawab Hino.

“Iya. Usulan Papi juga sebaiknya Tania tinggal saja bersama Mami dan Papi di sini. Lagian Tania bisa berangkat kerja dengan Papi,” usul Ben.

Hino melirik ke samping. Tania sama sekali tidak mengeluarkan suara. Tania benar-benar sangat penurut. Oh, di kantor pasti banyak yang melihat Tania. Dan Hino harus berjauhan dengan Tania selama dua tahun serta bertemu sebulan sekali?

“Tania tidak bekerja lagi, Pi. Tania di rumah aja,” ucap Hino.

Tania menatap Hino tak suka. Bagaimana pun, Tania suka bekerja. Tania menunduk sedih membayangkan ilmunya terbuang percuma.

“Kenapa tidak bisa? Lafila juga bekerja setelah menikah?” sela Dewi. Hino memutar bola matanya.

“Tania dan Lafila berbeda, Mi,” sahut Hino.

“Aku suka bekerja. Lagian di rumah mau ngapain?” tanya Tania lemah. Baru kali ini Tania mengeluarkan kata hatinya.

“Baiklah. Tania akan bekerja dengan syarat pergi dan pulang dengan Papi,” putus Hino setelah melihat raut kesedihan di wajah Tania. Kini wajah Tania langsung berseri saat menatap Hino yang membuat hati Hino hangat.

***

Tania berdiri di depan Hino. Saat ini mereka berada di bandara. Dan seperti biasanya pula, Hino melakukan perpisahan dengan maminya di rumah. Jadi yang mengantar Hino hari ini hanya Tania diantar Pak Joko.

“Maaf aku harus pergi,” ucap Hino.

Hino tidak mengerti dengan perasaannya. Kemarin-kemarin ia menyalahkan pernikahan ini, sehingga Hino ingin secepatnya balik ke Bandung dan menjadi Hino yang bebas lagi. Tapi sekarang Hino sangat berat untuk meninggalkan istrinya.

“Untuk sementara kamu tinggal di rumah Mami. Hanya sampai aku mengurus segalanya di sana. Kamu jangan macam-macam dan menganggap aku nggak tahu apa yang kamu lakukan di sini. Mataku ada di mana-mana,” ucap Hino. Tania merasakan bulu kuduknya meremang mendengar ancaman Hino.

“Aku pergi,” ucap Hino singkat lalu meninggalkan Tania.

Tania berbalik. Begitulah akhir kisah dua orang yang tidak saling mencintai. Tidak ada yang namanya perpisahan manis, pikir Tania. Tania berjalan menuju pintu keluar. Namun, ketika kaki Tania sudah mendekati pintu, tubuh Tania dibalik secara paksa. Tania merasakan benda hangat menyentuh bibirnya membuat Tania kesulitan bernapas saat benda itu menggigit kecil bibir serta mulut dalamnya. Tania dibuat sesak napas ketika mendengar bisikan itu.

“Aku akan merindukan yang tadi,” ucap Hino lalu benar-benar pergi.

***

“Tania, kamu udah siap, Sayang?” tanya Dewi begitu Tania turun ke bawah pagi ini.

“Sudah, Mi. Papi belum turun?” tanya Tania menyusun piring untuk mereka bertiga.

“Masih siap-siap di atas,” jawab Dewi.

Telah dua minggu Tania menjalani perannya sebagai istri dan menantu. Setelah menikah, Tania tidak langsung bekerja, baru seminggu yang lalu Tania kembali ke kantor. Seperti perintah Hino, Tania pergi dan pulang bersama Ben. Sampai hari ini tidak ada kabar apa pun dari Hino. 

Hino (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang