Sampailaah pada episode yang belum pernah ada di wattpad. Cerita ini akan tamat pada episode 26.
Jaadi, siap-siap pisah ama Hino, Tania, dan Al.
Happy reading.
😘😘😘”Ya Tuhan! Gue telat!” Hino berteriak kemudian cepat-cepat masuk kamar mandi. Tidak sempat mandi, hanya menggosok gigi dan membasuh muka.
”Eh lo! Kenapa nggak bangunin gue?” bentak Hino melihat Tania sedang minum teh dengan santai.
Mendengar kekasaran Hino, hati Tania Merasa terpilin. Ia merasa semuanya sudah berubah. Perhatian Hino selama ini hanya karena bayi yang Tania kandung. Tania tidak menghiraukan kekesalan suaminya. Orang kesal jika diladeni akan panjang urusannya.
”Sialan! Budeg ya, lo? Gue telat karena elo, Kebo! Anak nangis malah enak-enakan tidur!”
Memang benar Hino ikut begadang menidurkan bayi mereka. Saat Tania memberikan ASI, Tania enggan membuka matanya. Hino harus tetap bangun dan menemani Tania ngobrol agar wanita itu tidak mengantuk dan bayi mendapatkan ASI. Bukannya mudah bagi Hino yang merasakan siksaan akibat hasrat tak tahu diri yang tiba-tiba saja datang saat melihat benda yang diminum bayinya.
Pikiran Hino mulai tercemar. Ia menggeleng sambil menampar kepalanya sendiri. Hampir saja ia menggeram kepada Tania saking kesalnya melihat wanita itu.
”Kalau merasa udah telat, ya, berangkat dong. Apa gunanya kamu marah-marah sama aku? Nggak ngehabisin waktu?” sindir Tania membuat Hino mengumpat pelan.
”Algasha. Panggil putra gue Algasha. No debat!” perintah Hino sebelum memasang sepatu.
Tania awalnya tidak mengerti apa yang Hino katakan sampai waktu Hino telah menutup pintu apartemen Tania tersentak.
”Aku ibuknya! Aku yang melahirkan, enak aja jadi putra kamu sendiri!” teriak Tania sia-sia.
***
”Lo jangan macam-macam, Bol, di kening Hino tertulis ‘senggol bacok’, duduk diam di sebelahnya.”
”Pada kampret semua tuh dosen. Kita kuliah di sini bayar mahal. Mereka enak banget datang sesuka hati. Tau begitu gue masih tidur!” kesal Hino, lalu kepalanya direbahkan ke meja.
Empat sekawan itu tengah berada di kantin seperti biasa. Segelas kopi hitam sudah ditandaskan Hino. Efeknya sama sekali tidak manjur. Dia masih ingin tidur, tapi jam mata kuliah masih menunggu Hino setengah jam lagi. Ia tidak bisa pulang dan memeluk Tania—shit, umpat Hino. Maksud dia adalah bantal guling. Juga tidak bisa memeluk bayinya dan mencium wanginya.
”Baby, nanti temenin aku ke rumah Kak Tania, yuk. Kamu belum liat bayinya.” Nagita seperti biasanya mengalungkan lengannya ke tangan Jason.
Mario di bawah sana menendang kaki Nagita membuat gadis manis itu mengaduh. Tak ingin melepaskan belitan tangan sebab tidak mau Mario menang.
”Markom, apaan si kamu sirik aja ama kita? Kalo mau manja-manja, cari cewek sana! Cuma kamu yang jomblo di sini!”
Mario menoleh ke sebelahnya kepada Hino lalu menaik-turunkan alisnya. Kau salah, Cebol, dia juga jomlo ngenes. Kira-kira seperti itu maksud Mario.
”Ya kalau Nono kan tiap waktu ada cewek nembak dia,” kata Nagita gelagapan sebab ditatap juga oleh Hino dengan tatapan mematikan. Hino masih marah karena mengatakan kepada Mario bahwa suami Tania adalah Argio.
Mampus! Nagita kini ingat mengapa ia merasa telah melakukan kesalahan besar, tapi melupakannya. Ternyata ini. Hino waktu itu tidak bisa membantah karena memang pernikahan itu masih dirahasiakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hino (Complete)
Romance*** Tania baru saja mengakui perasaan cintanya kepada Argio setelah berkencan sekian lama. Pasangan ini masih malu-malu mengungkapkan ketertarikan mereka. Sentuhan fisik yang mereka lakukan baru sebatas cium di pipi sekali. Argio yang sudah lama ber...