[03]

3.7K 325 16
                                    

Warning. Jangan ada ujaran kebencian, ya. Damai.

***

Hino meraba-raba tempat tidurnya. Suara dering ponsel masih mengganggu ketenangan tidur Hino sebelum ia membanting benda canggih itu.

“Hino, bangun! Udah lewat waktu makan malam, mandi gih terus turun ke bawah!”

Hino terlonjak kaget lalu melihat jam di ponselnya. Mata Hino membeliak mendapatkan dua belas missed calls dari nomor yang sama. Digigit Nyamuk. Nama untuk nomor ponsel sahabatnya.

“Aaaaa ... Hino lupa ada janji hari ini, Mi,” kata Hino sambil mengacak-acak rambutnya.

“Janji sama siapa?”

“Mau nganterin titipan Nagita. Hino langsung aja ya soalnya udah kemalaman.”

Hino keluar dan menutup dengan keras pintu kamarnya. Hanya lima detik setelah itu, pintu kamar Hino kembali terbuka.

“Mami, kalau Hino agak telat langsung tidur aja ya! Daah, Mi.” Sekali lagi Hino membuat Dewi jantungan dengan membanting pintu seenaknya.

Dewi melihat jam di nakas tempat tidur Hino yang bercahaya biru.

“Ini memang sudah cukup malam untuk bertamu. Sudah jam delapan lewat.  Dasar Hino kalau sudah tidur susah sekali dibangunkan,” ucap Dewi mengoceh sendirian sambil berjalan menuju kamarnya.

***

“Mana sih alamatnya?” gerutu Hino.

Hino sudah berputar-putar di komplek ini, tetapi nomor rumah yang ada di tangannya belum kelihatan. Mana lagi panggilan alam berteriak agar Hino mau membebaskan mereka. Hino tidak seperti lelaki lain yang bisa tinggal semprot di mana saja asal lega. Apalagi untuk menyemprotkan benihnya sembarangan.

“Ya ampun, jadi dari tadi gue bolak-balik pas di depan rumah ini?”

Hino memarkirkan sedannya di halaman rumah yang hanya cukup untuk dua mobil itu. Hino segera mengaktifkan alarm agar tidak ada tangan jail yang mengganggu mobil kesayangannya.

Hino  berdiri dengan gelisah menahan sesuatu yang ingin segera dibebaskan di dalam sana. Tangannya mengetuk pintu.

“Iya, siapa ya?” tanya tuan rumah setelah melebarkan daun pintu.

“Permisi, kamar mandi ada di mana?” Masih sempat Hino memperhatikan penampilan gadis di depannya.  Wanita muda itu memakai daster bergambar doraemon biru sepanjang lutut.

“Ini cewek nggak modis banget ya?” gumam Hino.

Perempuan itu, Tania, mengerti dengan keadaan mendesak dari tamu tak diundang. Tanpa berburuk sangka Tania mengajak Hino menuju kamar mandi yang terletak di samping dapur. Tania segera menuju ruang tamu kembali. Satu hal yang tidak akan dilakukan Tania adalah mengunci pintu karena saat ini hanya ada dirinya dan seorang lelaki di dalam rumah.

“Maaf. Aku nggak sopan banget, ya?” tanya Hino sekembalinya dari kamar mandi. Wajah Hino sudah rileks dan pembawaannya tenang.

“Nggak apa-apa. Ayo silakan duduk.”

Hino mengempaskan pantatnya di sofa tunggal berlapis kulit cokelat mengilap yang berhadapan dengan bangku Tania.

“Jadi kenalin, aku Hino temannya Nagita,” ucap Hino memulai beramah-tamah kepada gadis sederhana yang duduk di hadapannya.

“Tania,” ucap Tania pun ramah berusaha tahan dengan pesona seorang lelaki di hadapannya.

“Maaf banget, gue ketiduran. Oh iya, ini titipannya si Gita.”

Hino (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang