"Mmm, d-dia-"
"Kenapa?!"
"Dia hilang-."
"Ha?! Gimana bisa ilang?!"
"Nisa, dia belom selesai ngomong." Kata El mengingatkan sambil mengusap pundak Nisa pelan. Sedari tadi El tak sedikitpun melepaskan rangkulannya di bahu Nisa.
"Alpi hilang ingatan. Dirinya sendiri pun dia gak inget, apalagi kita?"
"Seriusan dia amnesia?" Tanya Nisa kembali memastikan.
"Iya."
Nisa memutar bola matanya. "Drama banget idupnya." Ucap Nisa dengan entengnya membuat semua orang yang ada di situ menatap ke arah Nisa tanpa kata.
"Jangan asal ngomong lo!" Sewot Dina menatap Nisa jengkel.
Nisa lantas tersenyum miring dengan tangan yang merogoh saku jaketnya. Ia mengambil permen karet dan melahapnya. Mengunyahnya dengan santai seperti tak merasa khawatir sedikit pun.
"Gimana?" Tanya Nisa menatap remeh Dina. Dina pun mengepalkan tangannya kuat-kuat menatap Nisa penuh amarah. Melihat reaksi Dina seperti itu malah membuat Nisa merasa senang.
"Lo harus inget satu hal, jika kemarin kalian yang bahagia di atas penderitaan gue, maka akan gue lakukan hal yang sama pada kalian. Gue bukan orang baik, nyatanya gue sama jahatnya kaya kalian. Maka dari itu gue bales dendam dengan cara seperti ini. Dasar lemah." Setelah mengucapkan itu, Nisa dan El berjalan melewati mereka untuk memasuki ruang rawat inap Tiara.
"Good girl." Bisik El di telinga Nisa. Nisa lantas tersenyum malu sambil berjalan mendahului El. El yang melihat tingkah Nisa terkekeh pelan.
Daff, Nisa sudah menjadi gadis yang kuat. Gue harap lo senang. - batin El.
"Hai, yang katanya Nasa. Seneng bisa liat keadaan lo ini."
"Jangan bahagia dulu lo!"
"Why?"
"Jangan harap kebahagiaan lo bakal terus bertahan! Gue gak sudi liat lo senyum goblok kaya gitu!"
"Apa? Gak sudi? Yaudah gak usah diliat! Mata lo mau gue colok?!"
"Haha, guyonan sampah! Lo inget ini baik-baik, setelah gue keluar dari rumah sakit, siap-siap lo bakal dapet kejutan dari gue." Tiara lantas menyeringai, membuat El ingin menampol wajah so polos milik Tiara.
Nisa menepuk bahu Tiara beberapa kali. "Gue tunggu kejutan dari lo." Dengan mulut yang masih mengunyah permen karet, Nisa menyeringai. "Ayo, El." Nisa dan El pun melenggang pergi keluar dari ruangan tersebut. Mereka berdua pun beralih ke ruang rawat sebelah, tempat di mana Alpi dirawat.
"Hai Alpi Satya Revallen, gimana kepala lo? Kebentur kenceng? Pake drama amnesia segala." Nisa memutar bola matanya malas.
"Kalian siapa?"
"Petugas rumah sakit jiwa."
"Ngapain kalian di sini?!"
"Mau nangkep orang gila kaya lo!"
"Gue bukan orang gila!"
Nisa tersenyum miring, "Oh ya? Lo kan amnesia, ya mana mungkin lo inget kalo lo itu awalnya emang orang gila!" El yang mendengar itu berusaha kuat menahan tawanya. Jangan salahkan El yang mempunyai humor di bawah rata-rata.
"Gue gak amnesia!"
"Alah, dasar kakek pikun!"
"Jangan sekata-kata lo ya!"
"Lah, gue ngomong kaga sekata-kata woy, berkata-kata. Masa baru beberapa detik gue ngomong, lo udah lupa lagi? Dasar tuwir!" Mendengar itu Alpi semakin mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NISA
Fiksi Remaja[Sudah tamat & Part lengkap] ✔️ "Gue bakal bantu lo." Daffi tersenyum lebar. Bukan. Bukan senyum bersahabat atau rasa iba, melainkan senyum tampan yang menakutkan si mata Nisa. "Tapi-" "Tapi apa, Daf?!" "Tapi lo harus jadi pacar gue." 'Yang bener aj...