9: BUNDA (REVISI)

114 20 130
                                    

Warning!!!

Banyak kata-kata kasar, jangan ditiru ya ges ya!!!

Happy Reading

...

Aku sayang Bunda melebihi apapun di dunia ini. Kalo kamu?

...

"Sini gue obatin dulu luka lo!"

Daffi terus menepis tangan Nisa yang akan menyentuh wajahnya. "Gak usah." Katanya.

Nisa menatap kesal Daffi. "Kenapa sih?! Tangan gue bersih! Tangan gue gak akan buat muka lo cacar air!" Ucap Nisa sambil menabok tangan Daffi.

"Sini!" Akhrinya Nisa menjambak rambut Daffi agar wajahnya mendekat untuk diobati. Ada cara lain tidak selain menjambak?

"Sakit, bodoh!"

"Suruh siapa gak nurut?!"

Buset, galak bener cewek gue.

"Apa lo liat-liat?!" Bentak Nisa sambil membersihkan luka di sudut bibir Daffi.

Daffi lantas mengalihkan tatapannya. "Apaan dah, gak usah GR lo!"

"Jelas-jelas gue liat lo mantengin muka gue, sayang."

"Sakit anjing! Gak usah diteken banget juga! Lagian lo ada di depan gue, ya otomatis keliatan lah di mata gue!"

Nisa memutar bola matanya malas. "Ngeles aja lo tuyul!" Ucap Nisa sambil memukul tangan Daffi. Nisa ini nyiksa orang bahagia kali ya?

"Nisa."

"Hmm."

"Lo masih belom percaya sama gue?"

Nisa menaikan sebelah alisnya. "No!" Serunya tajam. Daffi lantas menatap langit-langit ruang UKS dengan tatapan- menyerah? Itu si yang ditangkap oleh penglihatan Nisa.

"Lo tau gak?"

"Engga!"

"Dengerin dulu, Nisa." Nisa menatap Daffi ogah-ogahan. "Ada banyak di dunia ini yang jalannya gak lo pahami." Kata Daffi.

"Apaan si? Lo ngomong gitu aja, gue mana paham!"

"Ada banyak kepalsuan di dunia ini yang diakui sebagai fakta. Sedangkan, fakta yang sebenarnya malah tertimbun oleh ruang ketidak adilan." Nisa mencoba mencerna kalimat yang Daffi ucapkan itu. Jujur saja, otaknya sedang tidak bisa diajak berfikir.

Daffi menghela nafas pelan. "18 tahun gue hidup, belum pernah gue rasain idup dalem sebuah fakta. 18 tahun ini yang gue dapet hanya tentang kepalsuan." Ucap Daffi sambil menatap Nisa dalam.

Daffi terkekeh. "Sekarang pun, gue terjebak dalam kubangan kedustaan yang gak pernah gue inginkan. Yang membuat gue dibenci oleh orang yang gue cinta dan gue sayangi." Daffi tersenyum diujung kalimat, lalu menepuk-nepuk kepala Nisa pelan. "Makan di kantin, yuk!" Tanpa menunggu persetujuan Nisa, Daffi langsung menarik tangan Nisa untuk ikut dengannya.

NISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang