2• Mereka yang Masih Peduli

3.8K 296 25
                                    

Sorot matahari dari jendela mulai mengganggu remaja yang kini masih berada di atas ranjang besar itu. Ketika Ray terbangun, tidak ada siapapun di dalam kamar. Ia menatap jam, sudah pukul 11 siang. Langkah kakinya terasa berat karena selimut tebal yang melilit di tubuhnya. Kepalanya terasa ngilu karena semalaman ia tak bisa tidur, dan mulai terlelap pagi tadi ketika ia berada di kamar sang kakak Rumah itu terasa sepi. Mungkin semua orang sedang melakukan pekerjaannya masing-masing.

"Rayyan, kenapa jam segini kamu masih di sini?!" Tanpa sadar seorang wanita berdiri di hadapannya dengan melipat kedua tangan. Menunjukkan tatapan tak suka pada manik polos itu. Ray masih mengerjapkan matanya. Mengumpulkan keyakinan bahwa ia saat ini sudah benar-benar bangun. Dan di hadapannya bukanlah makhluk jadi-jadian yang biasa masuk dalam mimpinya.

"Anda siapa?!" Wanita itu terlihat kesal. Berdecak pelan.

"Aku siapa?! Harusnya kamu tau siapa saya! Saya adalah istri sah dari Arnold Chandra Arrega! Harusnya kamu tau!!" Seru wanita itu dengan tegas disertai tatapan tak suka pada Ray. Ray tak bergeming. Ia sudah tidak terkejut dengan hal itu. Ayahnya telah menikah lagi dengan wanita yang terlihat sedikit lebih muda dari bundanya. Dan yang dia tidak terima, bahwa wanita itu sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Raina, bundanya.

"Bunda juga istri sahnya ayah kali, mereka belum cerai, kok!" Katanya dengan enteng, sambil melangkah melewati Sasha. Wanita itu geram melihat tingkah Ray yang tidak menghormati dirinya. Bagi Sasha, adanya sosok Ray disini adalah penghinaan paling besar yang terima.

"Kamu emang anak nggak tau diuntung! Seharusnya saya juga bertanya, siapa kamu?! Bukankah ibumu sudah mati?! Kalau begitu kamu sudah tidak memiliki ikatan lagi dengan ayahmu!" Katanya dengan tajam. Ray terdiam. Kalimat itu sedikit mengguncang hatinya. Bahkan walaupun mereka memutus hubungan antara ayah dengan anak berdasarkan surat yang ditandatangani dalam sebuah sidang, darah Arnold tetap mengalir di dalam tubuh Rayyan. Intinya, mereka tidak akan bisa memutus hubungan darah antara ayah dan anak.

"Tante, apa yang tante lakukan?!" Suara itu berasal dari Sam yang datang bersama dengan Shan.

"Tante yang harusnya berkaca! Tante bukan siapa-siapa disini, selain orang asing yang datang tiba-tiba. Rayyan bukan orang asing. Dia adalah anak dari paman Arnold. Darah keluarga Chandra mengalir di dalam aliran tubuhnya. Jadi, jangan mempertanyakan siapa dia lagi!"kata Shan dengan tajam kearah Sasha.

Sasha memutar bola matanya. Berdebat dengan anak-anak ini akan semakin membuatnya jadi orang asing yang mencari pengakuan seperti seorang pengemis. Ia melangkah dengan angkuh meninggalkan remaja-remaja itu. Punya rencana yang lebih licik untuk membuat Ray menderita. Setidaknya itu yang dipikirkannya.

"Kakak baik-baik aja, kak Ray?!" Ray hanya diam. Kemudian ia melanjutkan langkahnya. Berlaku seolah-olah tak terjadi apa-apa. Bersikap seakan ia tak terluka sedikitpun dengan apa yang Sasha katakan.

"Aku akan pergi ke kamar, kalian lanjutkan saja kegiatan kalian!" Ray sudah tenggelam di telan pintu. Sedangkan mereka berdua hanya bisa terdiam.

"Tante Sasha semakin berani sekarang! Kesel banget gue lama-lama! Sekarang, kita harus ngapain, kak?!"

"Nggak untuk sekarang. Tapi yang jelas, gue punya firasat buruk!"

***

"Aku heran, kenapa setiap minggu kita mengadakan jamuan seperti ini?!" Karel menengguk minuman pesanannya. Ia selalu bertanya seperti itu setiap mereka berkumpul. Tapi ia tidak puas dengan jawaban yang selalu ia terima.

"Sudah berkali-kali kubilang, kakek ingin kita punya hubungan yang baik! Dia tidak ingin melihat hubungan kita seperti ayah-ayah kita!" Kini Kensie yang menjawab. Kakaknya itu terlihat tenang sambil memandangi wajah-wajah datar yang mengelilinginya.

Kata Rayyan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang