13• Apa Yang Lebih Sadis Dari Egois?!

1.4K 199 12
                                    

Satu-satunya hal yang orang butuhkan ketika lelah adalah istirahat. Lelah karena kerja, atau untuk mereka yang memang sedang ditekan oleh dunia. Banyak dari mereka yang tidak menyadari bahwa lelah bisa membuat seorang menyerah. Berakhir dengan gagal yang mereka ciptakan sendiri dari labirin yang berusaha mempermainkan pikiran.

"Kalau Rayyan sudah lelah, Rayyan boleh istirahat kok. Yang penting jangan terlalu memaksakan diri ya?! Bunda khawatir banget kalau Rayyan sampai sakit!"

Suara itu sering sekali ia dengar dari mulut bundanya. Ketika ia berusaha untuk melakukan lebih, atau menjadi yang terbaik di kelas. Raina tidak pernah menuntut Ray jadi juara pertama. Ia hanya tak ingin Ray memaksakan diri sampai belajar hingga tengah malam. Kemudian keesokan harinya bangun lebih awal dan sibuk kembali dengan belajar. Anaknya sudah cukup mendapat tekanan karena pertengkarannya dengan Arnold. Ia tidak ingin mengubah masa kecilnya menjadi lebih suram.

Tapi bukanlah Ray jika ia masih belum bisa membuat bundanya bangga. Ia akan tetap berusaha. Dan sayangnya satu-satunya orang yang ingin di banggakan telah tiada. Tenggelam oleh bumi untuk selamanya. Tidak akan ada yang bisa mengubah itu semua. Walaupun keinginannya adalah menghadirkan senyum yang selama ini ia damba. Tidak akan pernah bisa.

Dia membuka matanya, perasaannya jadi lebih baik setelah tidur dalam waktu yang lama. Bahkan sekarang, jam dinding itu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sudah waktu yang cukup siang untuk seorang baru bangun dari tidur, tapi ia benar-benar butuh mengistirahatkan pikirannya.

Moodnya lebih baik kali ini, tinggal seorang diri bukanlah hal yang buruk. Setidaknya ia bisa menenangkan diri.

Satu senyum terukir di bibir tipisnya. Satu hal yang beberapa waktu terakhir ia lupa, bahwa di setiap paginya senyum adalah hal yang cukup bagus untuk memulai hari. Suatu yang selalu bundanya minta ketika anak itu sedang dalam mood yang buruk. Tersenyum dan membuat orang lain tertawa akan membuat hari menjadi lebih indah. Hal-hal positif datang dengan tiba-tiba. Dan semua akan berjalan dengan semestinya. Cukup sederhana untuk ia lakukan. Tapi, Ray bukanlah anak kecil lagi. Hal baik tidak akan datang setiap waktu. Hal sebaliknya bahkan datang tanpa diduga. Tapi senyum adalah hal paling menawan yang pernah ia lihat dari bundanya.

Setidaknya ia ingin melakukan hal sama seperti yang dilakukan Raina. Karena itu menunjukkan bahwa ia benar-benar anaknya. Anak seorang Raina yang penuh senyum hangat dan tawa. Bukan anak dari Arnold yang penuh dengan rahasia dan kehidupan yang suram.

Ray melangkah mendekati meja makan. Ia membereskan makanan yang ia makan tadi pagi.

"Sepi juga tinggal sendiri. Kak Shan sama yang lain nggak bakal kesini ya?!" Suaranya terdengar menggema di seisi ruangan. Bahkan beberapa detik setelahnya, ia masih bisa mendengar pantulan suaranya. Hening yang menjadi jeda dari kegiatannya, membuat suara-suara dari luar dapat ia dengar dengan jelasnya. Suara burung berkicau, atau suara kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan. Termasuk...

Suara derap langkah kaki yang ia dengar dari luar. Ray terlonjak, menata pintu. Beberapa orang datang dengan tergesa, berdiri di ambang pintu dengan tatapan sangar mereka.

Mereka semua datang. Kecuali Rion.

"Hehe, kak...kalian kok bisa di sini?! Tiba-tiba banget, nggak bilang juga. Ada apa nih?! Mau arisan atau mau beliin gue jajan segudang?!"

Iya tau. Itu Ray, orang yang nggak tau waktu untuk menggumulkan candanya. Bahkan lima orang yang sudah masuk ke dalam apartemen itu sudah menunjukkan tatapan garangnya. Berbeda dengan ia yang masih menunjukkan sederet gigi putih miliknya.

"Lo jangan bersikap seolah nggak terjadi apa-apa!" Suara Shan terdengar dingin di telinga Ray.

"Lo nggak takut di sini sendiri?! Kita itu khawatir sama lo! Tiba-tiba aja di rumah nggak ada, bayangin aja gimana paniknya kita!!" ~ Kensie

Kata Rayyan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang