19• Ternyata Dia Alasannya

1.2K 139 17
                                    

Ini masih ruangan yang sama, dengan udara yang juga tidak pergi dari tempatnya. Ada banyak kata yang seharusnya dia katakan pada orang-orang yang tadi sempat menjenguknya. Tapi ada rasa takut dan juga sedikit gugup yang mulai mendera remaja itu. Semua terjadi tanpa alasan yang jelas.

"Kamu kenapa, hmm?! Nggak bisa cerita sama kakek?!" Suara serak itu dari tadi menemani Ray dalam sunyi. Entah kenapa, setelah kalimat kakek berakhir, ada senyap yang ia tak tau entah mengapa. Hanya terdengar sedikit aneh saja, dan tidak seperti biasanya.

"Ray nggak apa-apa, kek. Kemarin cuma nggak bisa tidur aja, nggak ada yang serius kok!" Kakeknya mengelus punggung tangan Ray, dan saat itu Ray sadar bahwa kakeknya sudah renta. Walau ia terlihat gagah jika dilihat dari luar, tapi nyatanya telapak tangannya sudah terasa keriput dan lipatan lain yang ada di sana membuat Ray semakin yakin bahwa sosok kakeknya yang selama ini membela dirinya setiap waktu tidaklah sekuat yang kelihatannya.

"Kakek lelah kan?! Sini tidur sama Ray aja! Malam ini kakek tidur di sini!" Katanya sambil menyisihkan tempat yang cukup luas untuk kakeknya berbaring. Tapi seorang dengan usia senja itu hanya tersenyum.

"Terus gimana nenekmu nanti?! Kalau kakek pulang nenekmu ngomel-ngomel nggak jelas gimana?! Pasti dikira kakek selingkuh sama perawan!" Ray terkekeh mendengar kalimat dari kakeknya. Ternyata kakeknya memang berbeda dengan ayah, dan juga dua omnya.

"Kakek bisa aja! Tak cariin perawan beneran loh nanti!"

"Nggak usah, makasih. Kakek cukup setia pada satu hati!"

"Haha, andai aja ayah sama kaya kakek. Pasti nggak kaya gini kan jadinya!" Ada jeda sejenak di antara keduanya. merasa ada yang janggal dengan kalimat terakhir dari percakapan mereka.

"Ray, kamu jangan terlalu banyak pikiran! Dokter bilang, tekanan darahmu rendah. Padahal tante mu tadi bilang, pagi tadi kamu makan 4 coklat batangan."

"Hehe, iya kek. Nanti Ray tingkatin lagi!"

"Apa yang ditingkatin?!"

"Makan coklatnya. Kan, tadi 4 batang belum bisa buat tekanan darah Ray naik, yang nanti Ray tingkatin lagi makan coklatnya. Jadi 10 batang setiap hari!"

"Tapi awas loh, nanti gigi kamu bolong! Nanti kakek undang tukang aspal!"

"Loh kok tukang aspal?!"

"Iya, biar giginya yang bolong di cor sama semen!"

Keduanya terkekeh sekali lagi. Jarang-jarang ada kesempatan seperti ini. Walaupun kakeknya sudah lansia, tapi ia masih pegang kendali penuh atas perusahaan yang dimilikinya sejak muda. Memang luar biasa.

"Maafin ayah kamu ya?!" Ray terdiam menatap kakeknya yang sekarang memalingkan wajah. Berusaha untuk tegar, walau dalam hatinya ia merasa bersalah.

"Ayah kamu belum bisa jadi ayah yang baik." Kini tatapannya menjadi sendu. Sejujurnya, Ray tidak ingin melihat itu. Ia lebih suka kakeknya seperti beberapa detik yang lalu. Penuh dengan kehangatan dan juga canda tawa.

"Kakek nggak usah minta maaf!"

Hanya itu yang bisa ia katakan. Dan setelahnya hanya bisu yang mereka bisa umbar pada udara. Hingga salah satunya keluar dari ruangan itu.

***

Tidak ada yang curiga, bahkan Ray sendiri menganggapnya hanya karena kurang istirahat karena beberapa hari yang lalu ia sempat tidak tidur semalaman hingga pagi menjelang. Karena di sisi lain, ada seorang yang tertawa melihatnya menderita. Di sebrang sana, ada pihak yang memang menginginkan ia hancur kemudian menghilang ditelan waktu. Dan keadaan akan menjadi nol, saat dimana mereka memulai semuanya dari awal. Tanpa ada kehadiran Rayyan Chandra Arrega di dalamnya.

Kata Rayyan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang