Ray tercekat tiba-tiba. Ia bangkit dari tidurnya, dan bangun dengan keadaan nafas tersengal serta keringat sebiji jangung di keningnya. Pikirannya terasa kosong ketika ia menatap sekitar, masih dengan detak jantung yang berdegup kencang.
"Lo tidurnya lama banget!" Itu adalah suara pertama yang mampu Ray dengar. Dan kini ia mengalihkan atensinya pada sang sumber suara. Rion ada di sana, dengan wajah khawatirnya.
"Hah, syukur deh kalau cuma tidur..." Ada helaan nafas lega keluar dari mulut Ray. Jika yang ia alami tadi hanya sebuah bunga tidur semata, buat apa ia berdegup kencang seolah itu nyata?!
Ray tersenyum lega, tangan Rion mengulurkan segelas air putih dan ia meminum separuhnya. Ada janggal yang ia rasakan ketika saat pertama ia membuka mata. Ada rasa takut berlebihan ketika ia melihat Rion semakin diam ketika ia sudah tak lagi di alam bawah sadar.
"Rion, gue mau ketemu sama Rean. Nanti temenin gue ke panti asuhan, ya?!" Rion nampak tenang. Tapi, ia bisa dengan jelas mendengar helaan nafas Rion.
"Tunggu sampai kesehatan lo pulih dulu. Nanti gue anter kalau emang bener mau ketemu sama Rean." Katanya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Ray. Ray jelas menolak, ia merasa baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengannya, kecuali kepalanya yang sedikit pusing setelah bangun tadi.
"Gue mau ke dapur sebentar. Soal ini bisa kita bicarain nanti." Katanya sambil melangkah pergi. Menutup pintu dengan perlahan. Ray mendengus kesal. Entah kenapa mulutnya lancar sekali melafalkan protes kepada Rion. Ia hanya tidak tau,di luar, Rion menahan kegelisahan dan rasa khawatirnya. Bahwa apa yang ia alami kemarin bukanlah mimpi, itu nyata. Rean sudah tidak ada.
"Bagaimana?! Dia udah sadar, 'kan?!" Pertanyaan Nia menjadi hal pertama yang ia dengar ketika melangkahkan kakinya di ruangan itu. Rion mengangguk, dan orang-orang di sana menghela nafas lega. Senyap yang ada di antara mereka membuat keadaan lebih canggung dari sebelumnya.
"Terus?!" Rion duduk di samping Kensie, ada jeda sejenak sebelum ia mengatakan hal yang sebenarnya.
"Dia mengira kejadian kemarin itu mimpi..." Dan kalimat itu membuat orang-orang itu tercekat.
"Terus kamu nggak bilang yang sebenernya?!" Nia menatap Rion dengan khawatir.
"Rion takut, ma. Rion nggak bisa bilang apa-apa sama dia. Takutnya nanti malah buat dia drop lagi. Atau...bisa lebih buruk dari itu."
"Maafin Sean, tan. Harusnya, Sean bisa jaga Ray. Kemarin dia drop juga gara-gara Sean. Maafin..." Nia menatap Sean pilu, lantas mengusap punggungnya dengan lembut.
"Ini bukan salah kamu, kamu udah jaga dia dengan baik. Tante yang makasih sama kamu, udah mau jaga dia baik-baik. Kamu udah sabar sama sikapnya Ray aja tante udah seneng banget. Soal dia yang kemarin drop, itu bukan salah kamu. Dia cuma kaget aja, setelah itu dia bakal kaya semula. Percaya sama tante." Nia menghela nafasnya.
"Harusnya tante yang minta maaf, nggak bisa luangin waktu buat dia. Tante terlalu sibuk sama pekerjaan. Harusnya, tante lebih utamakan waktu luang sama dia!"
Kemudian senyap, yang bisa mereka dengar setelah kalimat panjang dari Nia hanyalah suara lalu lintas di sebrang sana yang terdengar hingga ke dalam ruangan.
"Tapi...kalau Ray nggak bisa kaya semula gimana?!" Pertanyaan Kensie membuat keadaan kembali hening. Mereka bergelut dengan pikirannya masing-masing.
Namun, semua pandangan tertuju pada kamar Ray. Terkejut karena suara bantingan benda yang terdengar keras hingga ke luar. Mereka saling berpandangan sebelum melangkahkan kaki dengan cepat menuju ruangan itu.
Dan yang mereka lihat adalah Ray yang sudah berantakan dengan rambut acak-acakan serta tatapan mata yang kosong. Pecahan kaca lemari tersebar kemana-mana. Nia segera menghampiri dan memeluknya. Semuanya terpaku melihat remaja itu berbeda sekali dengan kepribadiannya yang ceria. Sangat jauh berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kata Rayyan ✓
Genç KurguKehidupan sempurna di dalam keluarga adalah hal yang selama ini Rayyan damba. Tidak perlu seperti keluarga orang ternama, yang disorot banyak kamera dan bergelimang harta. Rayyan hanya ingin bahagia dengan cara sederhana. Namun keluarga besarnya mem...