21• Sebuah Pertanda

1.1K 134 14
                                    

Selama ini, ia percaya pada karma. Dimana hal buruk akan mendera meraka yang melakukan dosa begitupun sebaliknya. Ia masih percaya bahwa ketika ia berbuat hal baik, maka sesuatu yang baik akan datang juga kepadanya. Namun, yang bisa ia ingat saat ini adalah ketika ia berusaha untuk berbuat baik, tapi hal buruk yang ia terima. Dewi Fortuna kelihatannya sangat tidak suka pada Ray, karena nyatanya ia selalu mendapat apa yang ia tak harap.

"Kenapa kalian cuma diam saja?! Apa seperti ini cara kalian memperlakukan tamu?!" Wanita itu masih berdiri didepan Ray dan Sam. Nyatanya Ray tak bisa apa-apa. Ia menolak kehadiran Sasha bukan tanpa alasan. Jika nanti ia berbuat salah, bukan hanya Sasha yang akan melampiaskan semua kekesalannya pada Ray seorang, tapi juga Arnold.

Namun, remaja di sampingnya ternyata punya nyali yang cukup besar. Ia menatap Sasha tanpa takut, dan memutar bola matanya. Ia jengah dengan sikap munafik dari wanita itu.

"Maaf ya Tante Sasha yang baik hati, tapi rumah ini tidak menerima tamu seperti Anda. Silahkan pulang sekarang juga!" Kata Sam sambil tersenyum. Dan dengan perlahan ia mendorong Ray untuk masuk kedalam terlebih dahulu. Walau Ray sedikit memberikan penolakan.

"Kak Ray masuk duluan aja, biar Tante Sasha Sam yang urus!"

"Tapi..."

"Udah, masuk aja! Nanti Sam yang dimarahin sama Rion!" Ray menghela nafas, kemudian mengangguk pasrah. Mau tidak mau ia harus menuruti apa yang Sam katakan. Ia tidak ingin lebih lama di sana. Ia hanya takut, sesuatu yang tidak baik akan terjadi saat ini juga.

"Tante mau apa?! Setelah ninggalin Renan gitu aja di rumah, sekarang Tante juga mau ganggu kak Ray?! Wah, hebat banget Tante!" Katanya sambil menatap wanita itu dengan sinis.

"Saya nggak mau ngapa-ngapain kamu, apalagi Rayyan. Saya cuma mau ngomong sebentar sama dia, sebentar saja. Cuma 5 menit, bisa?!" Tapi bukannya menyetujui, Sam langsung berdecih. Jika saja ia bisa mengumpat pada seorang wanita, ia akan melakukannya dari tadi. Tapi ia sama sekali tidak pernah diajarkan untuk bertindak sedemikian rupa, walaupun ayahnya terlampau tegas, Septian selalu menanamkan pemahaman bahwa wanita adalah makhluk mulia, yang harus ia hormati seperti ibunya.

"Saya nggak mau ngomong sama Tante, dan kak Ray juga nggak boleh ngomong sama Tante! Sebaiknya, kalau Tante punya masalah sama om Arnold atau sama kakek, selesaiin urusannya sama mereka! Jangan sama kak Rayyan!"

"Saya cuma mau memperingatkan dia!"

"Jadi sekarang, Tante ngancam kak Ray?!"

"Saya nggak mengancam, itu urusan dia. Saya cuma memperingatkan kalau apa yang ia lakuin itu salah, dan cepat atau lambat dia akan menerima balasan yang setimpal!" Sam tertawa sinis. Sejujurnya ia tak bisa mencerna kalimat yang Sasha katakan.

"Tante nggak usah omong kosong, kak Ray nggak melakukan hal yang buruk seperti yang Tante lakukan. Merebut suami orang dan punya anak di luar nikah. Hah, memangnya ada yang lebih buruk dari itu?!" Sasha masih diam, kemudian perlahan memamerkan senyumnya.

"Kamu benar, itu buruk. Tapi kamu nggak pernah tau apa-apa tentang Ray. Memangnya, kamu nggak pernah berfikir kenapa kemarin Ray tiba-tiba sakit?!"

"Apa maksud Tante?!"

"Kamu nggak tau apa-apa soal dia. Saya cuma mau bilang pada Ray, kalau dia harus berhenti melakukan hal menjijikan seperti itu! Akan sangat memalukan, jika saja orang tau anggota keluarga Chandra berhubungan dengan dunia gelap seperti mereka!"

"Tante nggak usah banyak omong, ini pasti akal-akalan Tante kan?! Biar orang-orang benci sama kak Ray?!"

"Terserah kamu saja, kamu bisa tanya langsung sama dia!" Kata terakhirnya. Kemudian ia berlalu dari pandangan Sam.

Kata Rayyan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang