12• Halusinasi Yang Membuatnya Kembali

1.6K 183 2
                                    

Ray menatap ruangan yang sangat asing di pandangannya. Hampa yang tiba-tiba datang tanpa ia duga, ternyata telah membuat bulu kuduknya berdiri juga. Ada rasa sesal ketika beberapa jam yang lalu, ia meminta Karen untuk membantunya pergi dari rumah itu, dan beberapa waktu setelahnya ia beradu mulut dengan Rionald. Dan kini ia berakhir di sebuah apartemen milik Karen yang letaknya tak jauh dari sekolah. Jika kalian tanya mengapa, alasannya karena Ray tidak berhenti menangis setelah bertengkar dengan Rion.

Kebetulan sekali, hanya ada Karen, kakeknya dan beberapa pembantu yang mengetahui tangisan anak itu, termasuk Rion. Sejujurnya, ia bingung bagaimana cara membantunya untuk berhenti menangis. Dan akhirnya dia cuma diam sambil memandanginya.

Saking besarnya rumah yang mereka tempati, tidak ada yang mengetahui bahwa malam ini Ray meminta pergi dari rumah keluarga Chandra.

Bahkan saudara-saudaranya yang lain pun, nampaknya tidak mengetahui bahwa remaja itu sudah tidak ada di dalamnya.

Terdengar kekanakan memang, dia menangis semalaman karena ingin pergi dari rumah yang di tinggali beberapa minggu lalu. Tapi, kalau tidak begitu mana mungkin dia akan diizinkan. Perdebatannya dengan Rion pun memanglah belum berakhir, hingga ia meninggalkannya berdiri di teras sambil memandang Ray yang semakin menjauh.

Dan keduanya di bentangkan jarak yang cukup lebar, dan tak mungkin bagi Rion untuk mengejar. Walaupun anak itu tidak ingin Ray pergi, sejauh apapun ia meminta anak itu adalah orang paling keras kepala yang pernah ia kenal. Tidak mudah untuk merubah apa yang ia putuskan.

"Ray, om hargai keputusan kamu buat tinggal jauh dari keluarga kita. Tapi om minta buat kamu bisa mandiri di sini. Bisa?!" Ada sebuah keraguan ketika ia akan menjawab pertanyaan Ray. Dia bukannya tidak setuju, tapi mengetahui bahwa dia adalah seorang penakut, jadi mungkin agak sulit untuk bisa mandiri seperti permintaan Karen.

"Bisa om, maaf Ray buat om repot malam ini...!" Ada lelah yang Karen simpan dalam beberapa kerutan di dahinya. Dia lelah, dan ingin segera beristirahat. Tapi ia tak mau jauh dengan sang istri yang kadang menunggunya hingga larut malam atau bahkan sampai subuh menjelang. Walaupun dia seorang yang terlihat tidak peduli, dia sebenarnya sangatlah peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Apalagi sang istri yang akan mendampinginya hingga usia senja nanti.

Dan malam itu, Karen pergi meninggalkan Ray sendiri di dalam apartemen mewah itu. Tanpa ada rasa ragu dan khawatir, karena ia sudah menganggap Ray cukup dewasa untuk menjalani ini semua.

Ray membuyarkan lamunannya. Ia meletakkan barang bawaannya di atas ranjang dan mulai menjelajah ruangan yang cukup luas untuk ia tinggali sendiri. Ray berdecak senang, melihat tumpukan makanan yang sudah terjejer rapi di dalam kulkas membuatnya kembali hidup. Setidaknya ia tau, bahwa ia tak akan mati kelaparan.

Sejenak ia melupakan rasa takut akan sendiri. Terlalu lelah untuk memikirkan banyak hal saat ini. Menangis dalam waktu yang lama membuat matanya perih dan ingin segera mengistirahatkan segala penatnya.

Lihatlah ia sekarang, ia merebahkan tubuh di atas ranjang beberapa detik yang lalu dan sekarang ia sudah terlelap dalam alam mimpi. Semoga saja besok matanya tidak akan bengkak dan menghitam seperti panda peliharaan Sean.

***

Tiga orang itu sudah berdiri di pinggir jalan raya untuk waktu yang lama. Bukannya mereka tidak merasakan dinginnya udara, atau sekedar berjalan-jalan tiada guna. Namun hanya ada satu orang yang membuat mereka rela melepas kasur empuk, dan selimut hangat hanya untuk seorang saja. Ray lah orangnya.

Bahkan mereka rela meninggalkan sepatu bermerek, dan hanya mengenakan sandal jepit yang mereka temukan di teras rumah. Mereka tidak tau, bahwa tiga pasang sandal itu milik tukang kebun, dan dua orang tukang laundry yang kebetulan sedang mengerjakan tugasnya di pagi hari.

Kata Rayyan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang