Ayo vote dan komen lagi! 😄
Sori, kemarin lupa nyelipin gambar ini.
###
Jingga masih diam, tidak bersuara sama sekali sejak mobil Langit meninggalkan kediaman orangtua lelaki itu. Kepingan alasan yang sudah Langit lontarkan membuatnya sibuk berpikir.
"Pak?" panggil Jingga pelan.
"Hm?"
"Boleh nggak bapak jelasin semuanya dari awal, secara rinci? Saya nggak mau salah paham," kata Jingga perlahan-lahan. Dia tidak ingin melewati batas, mengganggu hal pribadi yang mungkin ingin Langit jaga. Dan benar, lelaki itu menghela napas berat.
"Disana ada drive thru, kamu mau? Belum sempet makan, kan?" kemudian tanpa mendengar jawaban Jingga, Langit membelokkan mobil ke arah restoran cepat saji yang dimaksudnya. "Mau pesan apa?"
Jingga menatap menu yang ditempel, memutuskan untuk memilih yang harganya paling murah.
"Burger prosperity 2, cola 2 sama kentangnya 1." Langit melanjutkan pesanan mereka ke waitress yang bertugas kemudian diam menunggu. Jingga mengamati rupa tenang lelaki itu. Apa Langit benar-benar tidak akan menjawab pertanyaannya?
Mobil Langit kembali melaju ke jalan setelah pesanan mereka jadi. Jingga langsung mengunyah makanannya, begitu juga Langit yang makan dengan satu tangan. Setelah makanannya habis, Langit kemudian bersuara.
"Aku harus mulai darimana?" tanyanya.
"Hm?" Jingga yang mulutnya masih penuh dengan makanan pun mendongak tidak mengerti. Langit meliriknya sedikit lalu tersenyum tipis.
"Kamu dengar omongan orang-orang tadi? Soal aku dan adikku?" tanyanya lagi, kali dengan nada ringan yang aneh. Jingga mengangguk dua kali.
"Ya, gitu. Adikku hilang beberapa jam setelah lahir, belasan tahun yang lalu. Kami tidak sempat melakukan dokumentasi, dan parahnya lagi, wajah bayi itu sangat susah jelaskan. Kamu sadar nggak, kalau setiap bayi yang baru lahir punya wajah yang hampir mirip satu sama lain?" Mata Jingga bergerak ke atas untuk mengingat-ingat. Bodoh sekali, karena bayi yang paling sering dia lihat adalah adik-adiknya.
"Ya," jawab Jingga pendek.
"Sampai sekarang aku nggak paham, kenapa aku yang dituduh buang adikku sendiri? Dan kenapa semua orang langsung percaya?" lanjut Langit.
"Bahkan orangtua bapak juga?" balas Jingga kaget. Langit menganggukinya. "Kok bisa?"
Langit mengangkat bahu. "Susah buat dapet perhatian atau simpati dari orangtuaku sejak itu. Seberapapun aku berusaha, separah apapun aku nakal, mereka nggak peduli," katanya.
Jingga termenung, pikirannya bisa membayangkan kejadian itu dengan jelas. Dia mulai merasa bersimpati.
"Aku milih keluar rumah setelah SMA, hidup sendiri di apartemen sampai sekarang. Iya sih, awalnya lebih sepi karena nggak ada orang yang ikut ngerawat apartemen. Makanya, aku sering ajak teman-temanku ke sana. Salah satunya Amelia." Jingga menyimak dengan tekun selama Langit bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Charming Boss
General FictionSeperti cerita yang umumnya muncul dalam sebuah cerita, kisah pertemuan antara Langit dan Jingga membuat geleng-geleng kepala. Tidak seperti tema Tom and Jerry, Dilan dan Milea atau pun Mr. dan Mrs. Grey, yang membuat para penikmatnya geregetan, cer...