38. Kehebohan Di Cafe

351 72 16
                                    

Jingga memeriksa cctv pengawas yang terpasang di kantornya dengan wajah sinis. Pandangan perempuan itu tertuju lurus pada suaminya yang sedang rapat dengan beberapa orang diruang khusus. Dia merasa jengkel luar biasa, tersinggung dengan sikap Langit setelah malam kejadian mati lampu itu dua hari lalu.

Memangnya, Jingga semenjijikkan itu bagi laki-laki? Apa yang salah? Kenapa Langit mdnghindarinya setelah malam panas mereka? Oh, jangan tanya! Jingga sudah berusaha bertanya, tapi bahkan Langit langsung kabur saat mereka berdua berada di dalam radius satu meter!

"Ck! Jadi pengin berantem," gumam Jingga pelan.

Sayup-sayup terdengar suara bising dari area luar, dalam layar cctv, tampak kehebohan yang berpusat pada satu titik. Jingga memeriksanya lebih jeli sebelum memutuskan untuk keluar ruangan.

"SAYA NGGAK MAU DIGANTI RUGI! KALIAN GILA, YA?!" Seorang perempuan paruh baya yang memakai pakaian bermerek dan perhiasan dimana-mana itu meledak marah. "GIMANA BISA KALIAN MIKIR DUIT LEBIH PENTING DARIPADA NYAWA ORANG? KECOAK DI DALAM MAKANAN! KAFE INI NGGAK ADA IJIN DARI DINAS KESEHATAN, YA?"

Ucapan wanita itu jelas menarik perhatian banyak orang. Tampak wajah was-was dari para pelanggan dan orang-orang disekitar.

"Kami sudah lulus tes kebersihan dari dinas terkait, ibu" Jingga menyahuti dengan senyum dan nada tenang. "Namun, saya sudah memanggil kembali demi kepuasan ibu dan pelanggan yang lain. Mohon tunggu sebentar, dan jika memang kafe saya ini bermasalah, maka kami siap menanggung konsekuensinya."

"Bu, tapi sumpah! Tadi pas nganterin nggak ada kecoaknya!" Desinta yang sejak tadi menjadi bulan-bulanan pelanggan marah itu memandang Jingga dengan mata berair.

"Akan saya laporkan tempat ini ke polisi!" Sembur pelanggan itu lagi lagi. Jingga hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi ibu itu.

"Jo, bawa Desinta ke dalem, ya? Biar kakak yang urus disini." Jingga menoleh ke arah adik bungsunya yang sudah memasang wajah kaku menahan marah.  "Sadam, tolong ambilin flashdisk kakak di meja?" Sadam juga menurut, postur tubuhnya sekaku Jojo.

Bersamaan dengan kedua adik Jingga yang kembali ke TKP, petugas dari DinKes dan beberapa polisi datang. Jingga lebih dulu menjelaskan persoalannya, meminta para petugas DinKes untuk menginspeksi setiap sudut dapur dan kafe.

Beberapa saat kemudian, salah satu petugas langsung menempelkan stample lulus uji kebersihan di kafe Jingga. Itu artinya, tuduhan pelanggan itu tidak valid.

"GIMANA BISA KAFE INI LULUS UJI KEBERSIHAN DAN KELAYAKAN?!" Ibu itu meledak marah lagi. "SAYA HAMPIR MAKAN KECOAK DISINI!!"

"Apa ibu mau masuk dan membuktikan sendiri kalau tempat kami ini bersih?" Jingga menawarkan dengan nada manis. "Pelanggan yang lain juga boleh melihat kalau mau"

"KAMU--!"

"Tolong berhenti membuat keributan!" Ucap Jingga tegas. Perempuan itu kemudian menoleh dan mengangguk pada dua orang polisi yang berjaga tidak jauh darinya. Kedua polisi itu kemudian mengamankan Si Pelanggan.

"Eh! Eh! Apa-apaan ini? Harusnya yang di tahan itu dia! Kenapa jadi saya?" Ibu itu memberontak.

"Karena jelas-jelas ibu sudah mencemarkan nama baik tempat usaha saya. Semua bukti kalau ibu memasukkan sendiri kecoak itu ke dalam makanan ibu, ada disini" Jingga menunjukkan flashdisk yang tadi diambilkan oleh Sadam.

"Harusnya 'dia' ngasih tau ibu kalau di tempat saya dipasangi CCTV, dong?" Jingga menambahkan dengan nada lirih. "Bukan tanggungjawab saya kalau ibu jadi tertangkap begini, kan?"

Jingga memberikan barang bukti tersebut kepada salah satu polisi tanpa mempedulikan wajah ibu asing yang memucat didepannya. Bisa ditebak, ibu itu akan segera berteriak-teriak kalau dia tidak bersalah.

Setelahnya, Jingga mencoba membubarkan kerumunan yang tidak perlu, dan membiarkan beberapa orang pelanggan yang ingin menginspeksi atau melihat barang bukti berupa rekaman CCTV untuk tetap tinggal. Perempuan itu lega karena pintu ruang meeting yang sedang Langit gunakan tidak terbuka.

Jingga sedang menenangkan diri saat sebuah tamparan keras mendadak mendarat dipipinya. Meski kaget, Jingga sadar Sadam mendorong seseorang yang menamparnya dengan marah.

"GILA, YA?" Umpat Sadam.

"KALIAN YANG GILA!" ah, suara ini, pikir Jingga. "MALU-MALUIN!"

"Disini nggak ada yang kenal anda! Anda tiba-tiba dateng terus mukul kakak saya, dan bilang kami malu-maluin? NGACA!" Balas Sadam murka.

"Dam, udah. Nggak usah," ucap Jingga mencoba melerai.

"Dasar miskin! Nggak punya malu! Saya udah tau, kamu nikahin Langit cuma buat dimanfaatin! Begini ini kalau anak nggak di didik orang tua!" Ibu Langit menatap Jingga dengan mata melotot garang.

"Ibu ini siapa, sih?" Jojo menyahut tersinggung. "Ibu siapa sampai sok tau tentang kami dan hidup kami begini?"

"Mending anda pergi sekarang!" Usir Sadam kasar. "Anda nggak mau ngeliat kami, kan? Kami juga NGGAK MAU ngelian anda. Pergi!"

"Si Langit emang nggak bisa nilai orang!" Gerutu Ibu Langit, mengumpat kesal sambil berjalan pergi dengan rombongan sosialitanya.

"Nggak usah ganggu Kak Langit sama hal yang nggak perlu," suara Jingga pecah saat menyusup diantara ketegangan itu.

"Nggak usah dipikirin omongan Mak Lampir, kak!" Ucap Sadam, masih terdengar geram.

"Kakak tau," sahut Jingga, berjalan lesu ke arah kantornya, sudah tidak memperhatikan lagi kondisi sekitar atas keributan yang baru saja terjadi.

"Kak, ayo aku anter pulang!" Jojo tiba-tiba masuk ke kantor dan menawarkan diri. Jingga mempertimbangkan hal itu sejenak sebelum setuju. Dia butuh waktu untuk sendiri.

###

Jingga kaget saat Langit pulang setelah matahari tenggelam. Bukan karena lelaki itu tidak mengucapkan salam dan membanting pintu saja, tapi karena wajah Langit yang penuh luka lebam.

"MUKA KAMU KENAPA?" Tanya Jingga histeris, mendekati suaminya dengan mata membelalak. Langit juga tampak terkejut melihat Jingga disana.

"Aku kira kamu di rumah," guman lelaki itu.

"Kamu berantem sama siapa sampai kayak gini? Astagaaaaa!" Jingga meringis nyeri melihat luka Langit.

"Aku nggak apa-apa, kok. Ini cuma luka biasa," jawab lelaki itu lagi.

Jingga mengangguk-angguk panik tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Langit.
"Kamu mandi dulu, aku siapin kompres sama obat dulu" Jingga mendorong tubuh Langit ke kamar, kemudian hampir berlari ke dapur.

###

Cut sampe sini dulu deh,.. udah sakit kepala >.<

Charming BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang