14. Keadaan Jingga

427 128 37
                                    

Suasana breafing di base kebersihan terlihat sunyi. Semua orang sudah berbaris rapi menunggu atasan mereka memberi petuah, kecuali satu orang.

"Dimana Jingga? Tadi sudah diberi tau kalau ada breafing, kan?" Pak Damar menoleh ke arah Riri yang telah di beri amanah.

"Sudah, Pak," jawab Riri tegas.

"Terus kemana dia? Kenapa nggak muncul-muncul? Sudah telat lima belas menit ini!" Pak Damar mulai gusar.

"Biar coba saya hubungi lagi, Pak." Dio memberi saran.

"Iya. Suruh dia cepat ke sini!"

Semua orang menunggu, namun pada akhirnya sambungan telepon Dio tidak terhubung. Semua orang mulai resah, termasuk Krisna yang ada disana.

"Saya minta ijin mencari Jingga, Pak. Takutnya dia sedang dalam kesulitan," kata Krisna. Setelah mendapat ijin, lelaki itu bergegas pergi ke lantai tiga tempat Jingga terakhir bekerja. Ruangan meeting itu sudah tidak ada orang, namun dua benda yang sebelumnya bersama Jingga tergeletak di lantai.

Krisna mengabaikan vacum cleaner, tapi meraih ponsel Jingga yang layarnya sudah menghitam. Tidak mungkin kalau Jingga di culik, kan? Krisna beralih menuju ruang keamanan.

"Pak, tolong putar cctv ruang meeting dong? Mulai sejam yang lalu aja," pinta Krisna.

"Buat apa? Nggak bisa sembarangan mainin cctv loh, Kris." Salah satu petugas keamanan memberi peringatan.

"Ada anak kebersihan yang nggak muncul di breafing, pak. Saya disuruh cari sama Pak Damar," jawab Krisna, setengah berbohong.

"Siapa? Emangnya anak itu bermasalah, ya?" Krisna tidak menyahuti pertanyaan itu karena sang petugas keamanan sudah memainkan layar cctv.

Lima belas menit yang lalu, Jingga keluar dari ruang meeting sambil memeluk dirinya sendiri. Mata Krisna membelalak khawatir.

"Pak, tolong ikutin cewek ini!"

Layar cctv kembali dimainkan, mengikuti langkah Jingga yang menuju ke toilet wanita terdekat. Setelah menggumamkan kata terimakasih, Krisna langsung menuju toilet dimana Jingga bersembunyi.

Para karyawan wanita yang tengah menggunakan toiletpun mengeluh karena Krisna meminta mereka keluar secara tergesa-gesa. Seperti yang telah di duga, hanya satu pintu yang tertutup rapat setelahnya.

"Jingga, ini Krisna. Kamu di dalem?" ucapnya sambil mengetuk pintu pelan. "Jingga, ada apa? Kamu bisa cerita sama aku."

Pintu itu masih terkunci, tapi suara isakan terdengar di telinga Krisna. Benak lelaki itu mulai kemana-mana.

"Jingga? Ada masalah apa? Kamu tolong keluar, dong? Kita bicarain di tempat lain, ya?" bujuk Krisna.

"Ada apa, sih, Mas? Siapa yang ada di dalem?" seorang karyawan wanita bertanya pada Krisna.

"Temen saya, Bu."

"Kayaknya dia lagi ada masalah, deh. Daritadi nggak keluar-keluar," karyawan itu kembali bersuara yang dibalas Krisna dengan senyum tipis.

"Jingga? Aku nggak bisa lama-lama masuk ke sini. Banyak yang mau ke toilet. Kita ngobrol di luar, ya? Aku bakal dengerin semuanya. Adikmu dapet masalah lagi atau Dio yang gangguin kamu?" Krisna hanya menebak, tapi suara tangis Jingga yang mendadak menjadi berseru membuat semua orang kaget.

Terlalu kalut, Krisna kemudian merusak pintu toilet tersebut dan menemukan Jingga meringkuk kusut di atas closet. Rambut perempuan itu awut-awutan, beberapa luka cakar terlihat di pipi dan lengannya.

"Jingga!" Krisna mendekat dan mengulurkan tangan ingin membantu, namun Jingga menghindarinya. Tancapan kuku di lengan perempuan itu semakin dalam. "Jingga, ada masalah apa? Itu kukumu ... "

Krisna merasa ngeri. Dia memang kuliah di jurusan psikologi, namun berhadapan langsung dengan seorang pasien yang sedang kalut begini adalah hal baru baginya. Dia butuh seseorang yang lebih ahli!

###

"Terus sekarang Kak Jingga ada dimana?" Jojo, orang yang saat itu bertugas menjemput Jingga mengerutkan kening pada Riri. Sadam yang sebelumnya sudah di beri mandat, memilih tidur dirumah begitu Jojo bilang akan pulang lebih awal.

"Kita juga belum tau, dek. Masih nunggu kabar dari Krisna. Nanti kakak kasih tau, ya? Ada nomer yang bisa dihubungi?" Riri menjawab.

Jojo memandang ponsel Jingga yang sudah rusak di tangannya. Dalam keluarga mereka, hanya ada dua ponsel. Milik Jingga dan juga Sadam. Setelah memberikan nomer Sadam pada Riri, Jojo memilih pergi.

Jojo sebenarnya berpikir untuk menemui Langit dan bertanya masalah Jingga pada lelaki itu, tapi mengtahui posisi Langit di perusahaan, Jojo mengundurkan niatnya. Mungkin, dia akan menghubungi Langit lewat ponsel Sadam.

"Kenapa hpnya dibanting segala, sih?" Jojo menggerutu lesu.

Jingga sakit apa, ya? Tadi pagi masih baik-baik saja. Lalu, kenapa banting ponsel segala? Jojo membatin, setengah menggerutu, setengah khawatir.

Selepas petang, Langit datang ke rumah mereka. Lelaki itu mempertanyakan kembali cerita Jojo secara langsung.

"Terus, sekarang udah dapet kabar?" tanya Langit pada Sadam dan Jojo. Mereka berdua sama-sama menggeleng.

Langit menghela napas panjang. Perkara menemukan Jingga adalah sesuatu yang sederhana. Dia hanya perlu menanyakan pada petugas keamanan dan kebersihan. Namun, untuk saat ini ...

"Kalian udah makan?" Langit kembali bertanya.

"Nggak lapar," jawab Sadam pelan.

"Kalian pesan makan dulu, biar aku tanya sama orang-orang yang mungkin tau dimana Jingga sekarang." Langit mengoperkan satu ponselnya pada Sadam, kemudian menggunakan ponsel lain untuk melakukan panggilan.

"Halo, Jim? Bisa tolong cariin info soal kejadian tadi siang? Office girl itu dibawa kemana, ya?" Langit menghubungi salah satu sekretarisnya.

"Baik, Pak. Mohon tunggu sebentar." Jimmy memutus sambungan.

Makanan yang dipesan Sadam datang bersamaan dengan informasi dari Jimmy. Karena Jojo dan Sadam sedang makan, Langit memilih menjaga jarak lebih dulu.

"Office girl yang bernama Putri Jingga itu dibawa teman kerjanya, Krisna Arifin pak. Nomor yang bisa dihubungi sudah saya lampirkan di email bapak."

Krisna? Langit mengerutkan kening begitu sambungan telepon sudah di putus. Setelah mengetikkan beberapa kata untuk Jimmy, Langit berusaha menghubungi nomer yang tertera di emailnya yang baru masuk.

"Halo? Ini siapa?" suara Krisna terdengar dari seberang sana.

"Ini Krisna Arifin? Saya Langit Putra." Langit memberi jeda sejenak agar Krisna bisa mencerna ucapannya. "Kamu masih bersama Jingga? Dimana? Saya akan menyusul."

Ada kesunyian yang cukup lama. Krisna tampaknya ragu-ragu menjawab pertanyaan Langit. Mungkin juga dia kaget karena mendapat telepon langsung dari sang atasan.

"Saya masih di rumah sakit, pak. Bangsal 16, bagian psikologi."

Kali ini Langit yang terkejut.
###

Next chapternya menyesuaikan vote sama komennya ya gaes 😊

Charming BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang