Jingga menunggu Langit mandi sambil berpikir. Meski dia sudah memperingatkan kedua adiknya untuk tidak mengatakan apa-apa pada Langit, salah satu atau keduanya mungkin malah mendramatisir keadaan. Atau jangan-jangan, yang memukuli Langit itu adalah adik-adiknya?
Sadam suka kelewatan kalau sedang marah, dan Jojo juga tidak kalah mengerikan. Jingga masih ingat jelas saat Jojo mengetahui kalau dirinya dilecehkan oleh Dio di waktu yang lalu. Hal itu terdengar masuk akal dengan melihat sikap Langit yang pasti akan pasrah saja di pukuli jika mendengar semuanya.
Ck! Sial! Apa yang harus Jingga katakan pada suaminya sekarang? Perhatian Jingga terliah begitu Langit keluar kamar setelah mandi dan ganti baju.
"Sini! Aku obatin luka-lukamu," katanya sambil menarik kuat sebelah tangan Langit supaya duduk disebelahnya. Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa, tapi ekspresi suramnya membuat Jingga was-was. "Sakit?" Jingga bertanya, sedikit berbasa-basi sambil menotolkan obat merah ke wajah Langit.
"Enggak," jawab Langit pendek dan datar. Jingga berdeham kecil, bergerak tidak nyaman ditempatnya sebelum kembali bersuara.
"Gimana rapatnya? Gagal dapet proyeknya, ya?" Pertanyaan bernada sambil lalu itu akhirnya membuat Langit benar-benar menatapnya.
"Apa itu penting sekarang?" Balas Langit, tampak menahan marah. Dengan begini Jingga tidak perlu meragukan mulut ember adik-adiknya.
"Emangnya ada yang lebih penting?" Jawab Jingga, tersenyum enteng. "Oh! Jojo sama Sadam kamu bonyokin juga, nggak?"
"Ini. Sama. Sekali. Nggak. Lucu!" Tekan Langit, geram. "Harusnya kamu masuk aja ke ruang meeting! Dobrak pintunya kalau perlu! Gimana bisa kamu diem aja diperlakukan kayak gitu? Dan berencana nggak bilang ke aku?"
"Karena menurut aku, itu nggak penting," jawab Jingga, mengidikkan bahu acuh.
"NGGAK PENTING!" Langit berseru murka. "Kamu dipermalukan didepan umum kayal gitu, dan kamu bilang itu nggak penting?"
"Yang dipermasalahin mama-mu emang nggak penting, kok!" Sanggah Jingga. "Aku emang miskin, dan nggak dididik sama orangtua. Tapi kalau masalah siapa yang gila dan nggak tau malu, kayaknya semua orang juga bisa nilai. Terus, bukannya kamu sendiri yang maksa aku manfaatin kamu, ya? Nggak ada hal yang harus diributin, kan?"
Langit memijit pelipisnya frustasi.
"Jingga, kalau ada orang yang ngerendahin kamu, apalagi mempermalukan kamu didepan umum, harusnya kamu marah! Maki-maki, atau sekalian aja laporin dia ke polisi! Aku nggak peduli siapapun itu, kalau dia gangguin kamu, harusnya kamu bilang ke aku atau langsung jeblosin ke penjara!" Katanya."Marah-marah cuma bikin aku capek, kamu lagi ada rapat penting dan males banget buat ngurus hal sepele gini sampe ke polisi," sahut Jingga masih tidak terusik dengan emosi suaminya.
"PUTRI JINGGA!"
"Emangnya kenapa, sih? Aku nggak ngelawan karena ngerasa emang nggak perlu ngelawan. Kenapa kamu semarah ini?" Jingga bertanya heran.
"Nggak ada yang boleh gangguin punya aku!" Jawab Langit tegas membuat Jingga sampai ternganga.
"Hahahaha!" Jingga justru tertawa. "Ini lucu, deh! Padahal dari awal kamu yang lari ke aku buat cari perlindungan, kan? Tapi kalau diperlakukan kayak gini, malah aku ngerasa jadi pihak yang lemah disini" tampaknya Jingga benar-benar merasa geli sampai tidak menyadari ekspresi Langit yang mengeras.
"Langit Putra, kamu harus inget kalau 'kepunyaanmu' yang 'ini'-" Jingga menunjuk dirinya sendiri sambil menatap geli "-itu emang susah buat digangguin. Kalau dia ngerasa terganggu, dia bisa nyakar. Kalau dia nggak merasa terganggu, mau dunia kiamat pun dia nggak akan peduli!"
###
"Tapi aku tanya serius, Jojo sama Sadam nggak bonyok, kan?" Jingga menyipitkan mata setelah kegeliannya berhenti. Langit juga kembali tenang meski ekspresi wajahnya masih tidak senang.
"Aku nggak berantem sama mereka kalau itu yang kamu maksud," jawabnya agak ketus.
"Terus berantem sama siapa?" Jingga mengangkat alis penasaran, karena selama ini dia tidak pernah melihat Langit membuat masalah apalagi sampai berkelahi.
"Bodyguard mama-papa," balas Langit lagi.
"Haaaa?" Jingga meletakkan kotak P3Knya yang tadi dipangku ke meja lalu sedikit mendekat ke arah Langit. "Kamu berantem sama mereka? Buat apa?"
"Kamu tanya karena nggak tau?" Sahutnya malas. Bibir Jingga mengerucut, kedua alisnya sama-sama naik begitu paham.
"Kamu ngamuk di rumah? Padahal kamu nggak perlu sampai kayak gitu," gumam Jingga.
"Nggak perlu sampai kayak gitu? Terus aku harus gimana abis dengar semua ceritanya dari Jojo dan Sadam? Menurut kamu aku harus sujud syukur?" Jingga buru-buru menepuk pundak Langit sebelum lelaki itu kembali meledak. "Emang kamu kok yang nggak waras!" Dumelnya.
"Kalau aku waras, pasti aku udah bunuh diri dari kapan taun," sahut Jingga enteng. Komentar itu membungkam Langit. "Terus, kamu ngomong apa aja sampe dipukulin kayak gini, sih?"
Tapi Langit tidak menjawab, alih-alih lelaki itu memeluk tubuh isterinya erat. "Pokoknya, lain kali kalau ada masalah, kamu harus ngomong sama aku!" Ucapnya tegas.
"Itu namanya kamu nggak ngebolehin aku berkembang!" Protes Jingga. "Aku bakal bilang kalau aku butuh bantuan. Tapi aku nggak mau jadi Cinderella dan tolong jangan jadiin aku Cinderella!"
Jingga mendengar Langit mendengus kasar. "Pinter banget kamu jawabnya," kata Langit.
"Eh, aku baru inget kalau paketmu yang dari Amerika udah dateng," balas Jingga, mengalihkan topik pembicaraan. "Ngapain kamu beli kondom jauh-jauh sampai ke Amerika?" Jingga gagal mempertahankan nada polos dalam suaranya, perempuan itu tertawa terbahak melihat suaminya yang salah tingkah.
"Wah, wah, wah... Pantesan kamu kabur terus waktu aku deketin!" Jingga terus meledek. Lama-lama Langit pun tidak tahan dan terkekeh kecil.
"Iya, kan? Emang sial banget rasanya!" Langit semakin menyembunyikan wajahnya dilekukan leher dan bahu Jingga.
Perempuan itu langsung merinding saat tangan-tangan Langit meraba pinggang dan bibirnya mengecupi leher Jingga.
"Awas sana!" Jingga mendorong sedikit tubuh Langit.
"Kenapa? Aku udah nunggu pengin coba barangnya," kata lelaki itu.
"Nggak bisa!"
"Kenapa?"
"Aku lagi mens!"
Melihat raut wajah Langit yang berubah, Jingga tidak bisa menahan geli lagi. Perempuan itu tersenyum menyeringai.
"Sial! Padahal udah semingg--" Langit berhenti berkata-kata lalu mengusap wajahnya kasar.
"Itu kan salah kamu sendiri! Ngapain beli barang kayak gitu sampai ke Amerika segala?" Jingga kembali tertawa. "Sabar, ya? Puasa 4 hari lagi!"
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Charming Boss
General FictionSeperti cerita yang umumnya muncul dalam sebuah cerita, kisah pertemuan antara Langit dan Jingga membuat geleng-geleng kepala. Tidak seperti tema Tom and Jerry, Dilan dan Milea atau pun Mr. dan Mrs. Grey, yang membuat para penikmatnya geregetan, cer...