"Kenapa diem aja?" Langit bertanya ketika mereka baru saja pulang dari Cafe. Jingga yang duduk di sebelahnya menghela napas panjang.
"Emang harus ngapain? Salto?" Sahutnya malas.
"Gimana temen-temenku?" Langit menahan senyum ketika mata Jingga menyalang ke arahnya.
"Nggak tau!" Balas Jingga sambil mendengus. "Temenmu, kok."
"Kok kedengerannya kamu mau ngomel?" Langit menahan geli.
"Enggak, cukup tau aja. Itu temen-temenmu yang pernah kamu ceritain, kan? Masih suka nongkrong bareng ternyata?" Jawab Jingga mencoba menahan lidahnya supaya tidak banyak berkomentar. Tentu dia punya penilaian jelek untuk teman-teman Langit tadi.
"Iya, tapi aku udah jarang nongkrong. Sibuk sama kerjaan. Tadi tuh cuma mau ngenalin kamu aja, kok. Nggak usah ngambek, dong." Akhirnya Langit terang-terangan nyengir ke arah Jingga.
"Kalau ngomong kayak nggak punya adab! Orang kaya tapi nggak pernah sekolah mereka? Kok kasian?" Akhirnya omelan Jingga keluar juga.
"Bukan gitu... Kamu kan tau sendiri kalau lingkungan tuh lebih mempengaruhi seseorang daripada sekolah," balas Langit.
Ya kan masih punya otak buat mikir mana yang patut dan nggak patut di omongin di tempat umum!batin Jingga kesal.
"Temen kamu cuma mereka, Mas?" Tanya Jingga setelah beberapa saat diam.
"Yang sempet jadi karib, ya cuma mereka," jawab Langit. "Kalau sekarang banyak karena ngurus bisnis juga. Cuma ya jadi temen bisnis, bukan temen main."
"Pantes kamu seneng banget kalau main sama Sadam dan Jojo," cibir Jingga. "Bahagia gitu keliatannya."
Langit tertawa. "Kan aku udah pernah bilang, kalian itu lingkungan paling sehat buat aku," katanya.
"Tapi aku penasaran, Si Ken tau nggak sih soal Amel?" Ini adalah hal yang paling membuat Jingga penasaran. Pasalnya, selain sikap Langit yang biasa saja melihat Ken dan Amel, perlakuan Ken pun juga terlihat tulus ke perempuan itu.
"Ya enggak dong, Sayang. Aneh deh pertanyaanmu. Mana ada cowok yang mau diselingkuhin kayak gitu?" Balas Langit.
"Terus kamu nggak kasih tau kelakuan Amel ke Ken, gitu? Katanya temen?" Sahut Jingga.
"Nggak mau ngurus aku, Yang. Biarin aja, biar tau sendiri." Jingga menghela napas panjang. Kasian juga Ken kalau begitu, di permainkan oleh orang yang dia sayang. Langit juga cuek pada orang yang dia anggap teman. Parah. Apa nggak ada orang yang punya perasaan peduli ya di lingkungan Langit?
"Ke apartemen dulu, ya? Angel mau mampir buat ambil berkas," ucap Langit beberapa saat kemudian. Lelaki itu juga meraih ponsel untuk menghubungi sekretarisnya tersebut.
Apartemen Langit bukanlah jenis apartemen yang mewah, namun lelaki itu pandai dalam tata ruang. Untuk ukuran laki-laki, Langit memang suka suasana bersih dan rapi. Beberapa kali datang ke rumah Jingga, lelaki itu sering kali tanpa sadar ikut membereskan rumah.
Jingga duduk di salah satu sofa hitam sementara Langit masuk ke kamarnya untuk mencari berkas yang dibutuhkan. Ini bukan pertama kalinya Jingga bertamu ke sana. Beberapa waktu yang lalu Langit sempat ke luar kota, begitu pulang lelaki itu menyuruh Sadam dan Jojo untuk datang mengambil oleh-oleh. Jingga yang sama sekali tidak diberi kabar pun kebingungan mencari kedua adiknya yang ternyata sedang berpesta kecil di apartemen Langit tersebut.
Ngomong-ngomong soal kedua adiknya ...
"Mas, pinjem hp sebentar, boleh?" Jingga berteriak agar Langit bisa mendengarnya dari ruangan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Charming Boss
General FictionSeperti cerita yang umumnya muncul dalam sebuah cerita, kisah pertemuan antara Langit dan Jingga membuat geleng-geleng kepala. Tidak seperti tema Tom and Jerry, Dilan dan Milea atau pun Mr. dan Mrs. Grey, yang membuat para penikmatnya geregetan, cer...