16. Disidang

450 120 38
                                    

Jingga tidak berani mengangkat wajah saat dia sudah ada di ruangan Langit. Duduk di seberangnya, Dio juga menunduk dalam-dalam sementara Langit menatap mereka tanpa ekspresi dari kursi kebesarannya.

Ketegangan itu pecah saat Langit melemparkan ponsel Jingga ke meja dihadapan mereka. Tidak disangka, ponsel itu sudah bisa digunakan seperti semula. Apa mungkin Jojo yang memperbaikinya?

"Nggak tau malu, kamu?" suara Langit terdengar dingin saat dia bertanya pada Dio. "Atau nggak punya otak? Bisa-bisanya ngirim kayak gitu ke cewek yang bukan siapa-siapamu?"

"Sa-saya minta maaf, Pak. Saya salah kirim." Jingga mendengus marah mendengar jawaban Dio, tapi tidak mengatakan apa-apa.

"Maksudnya? Gimana saya bisa percaya? Kamu bahkan ngerundung Jingga karena dia ikut saya ke acara keluarga saya. Darimana kamu dapat foto kami?" tanya Langit lagi.

"Saya tidak sengaja melihatnya. Saya juga tidak merundung Jingga, hanya bertanya apakah betul yang saya lihat adalah dia. Dan, foto itu, saya benar-benar salah kirim, Pak!" kata Dio, berusaha menjelaskan.

"Ada yang mau kamu bicarakan, Jingga?" kini, Langit beralih pada Jingga yang diam sejak tadi.

"Saya ... Saya mau mengundurkan diri saja, Pak!" jawab Jingga lirih.

"Kenapa?" Langit sangat kaget karena tidak memperkirakan hal itu. Dio pun tampaknya sama.

"Saya sudah tidak tahan, saya juga sangat malu. Saya -- saya tidak ingin bekerja disini lagi," bersama Dio, tambah Jingga dalam hati.

"Kamu tidak bisa mengambil keputusan seperti itu, Jingga. Pikirkan juga adik-adikmu. Sadam dan Jojo masih harus sekolah, kan?" ucap Langit cepat.

"Ta-tapi saya ... " lalu Jingga mulai menangis lagi. Perempuan itu meremas-remas tangannya dengan kasar. Dia tidak ingin bertemu dengan Dio lagi, dan dia malu sekali pada orang-orang yang tadi melihat serta mendengar semuanya.

Langit menghela napas panjang, kemudian beralih pada Dio. Lelaki juga cukup mengenal pribadi Dio hingga perlu berpikir dua kali untuk memecatnya.

"Dio, saya sangat kecewa sama kamu. Kasus ini bisa saja diperkarakan ke pengadilan atas tuduhan penyalahgunaan ITE, penyebaran teror, pornografi dan banyak lagi, kamu tau itu?" Dio menelan ludah kelu. "Saya tau kamu punya masalah hidup, tapi Jingga pun sama! Kamu nggak bisa bersikap kayak gini ke sembarangan orang!"

Langit melotot pada Dio, tapi Jingga ikut merasa takut. Tentu, dia akan senang jika Dio mendapat balasan yang setimpal, tapi Jingga tidak yakin dia tega melakukan hal itu. Kesunyiam sempat merebak sesaat, kemudian Langit menghela napas dalam-dalam.

"Kamu akan berada di bawah pengawasan saya, Dio. Saya melarang kamu untuk mendekati Jingga lagi. Kalian tidak akan di pertemukan dalam satu shift, dan Jingga berhak mem-block Dio selama yang diinginkannya." Jingga terhenyak, merasa sangat kecewa dengan keputusan Langit. Meski dia tidak akan lagi bertatap muka dengan Dio, namun berada di satu lingkungan yang sama membuat perempuan itu tidak nyaman.

"Ma-maaf, Pak. Saya ingin mengundurkan diri ... " gumam Jingga menyela. Dia sudah merasa nelangsa sekali dengan keputusan Langit yang masih mempertahankan mereka berdua, karena bagi Jingga, tidak seharusnya dia dan Dio menghirup udara yang sama.

"Tidak bisa, Jingga! Ini sudah keputusan saya sebagai pemilik perusahaan!" tolak Langit tegas. "Saya tau ini tidak mudah bagi kamu, dan mungkin perasaanmu masih kacau. Tapi, saya tidak bisa mengiyakan permintaanmu yang sedang kalut itu. Untuk sekarang, kamu bisa pulang lebih awal dan Dio kembali ke tempatmu semula. Kalian boleh keluar."

###

Sadam dan Jojo marah padanya, tapi Jingga bahkan tidak menyadari hal itu. Dia mengamati tangannya sendiri yang gemetar entah karena apa? Mungkin emosi marah atau jijik yang sekarang bergumul begitu kuat di dalam dirinya.

Keputusan Langit, Jingga masih memikirkannya. Semestinya hal itu sudah cukup. Dio tidak akan ada dalam jarak pandangnya, dan tidak akan mengganggunya lagi, tapi kebencian sudah tertanam di hati Jingga pada lelaki itu.

Jingga tidak akan pernah memaafkan Dio. Sampai kapanpun.

Jingga mengubur wajahnya di antara lutut saat isakannya kembali keluar. Dia masih sangat takut, marah, dan kecewa. Kenapa hal itu terjadi padanya? Apa salah Jingga pada Dio?

Brak!

"Bajingan! Aku bunuh aja dia!" Jingga terkejut saat Jojo memecahkan piring berisi nasi lalu memaki kasar. Adik bungsu Jingga itu jelas melihat bagaimana menderitanya sang kakak yang terpuruk sejak seminggu yang lalu.

Sadam datang terburu-buru dan melihat kelakuan Jojo.
"Apa, sih?" omelnya pada Jojo.

"Datengin rumahnya aja, ayo! Makin dipikir, makin bikin emosi!" sahut Jojo kesal.

"Kan Kak Langit udah bilang, dia yang mau ngurus," balas Sadam ikut jengkel.

"Apanya yang diurus kalau masih nangis terus gini?" Jojo mulai melotot.

Biasanya, Jingga yang akan melerai perdebatan kedua adiknya dengan menjadi yang maha galak. Tapi sekarang, dia sedang tidak punya tenaga.

Sadam tampaknya juga memikirkan sesuatu. Setelah melirik Jingga dan pura-pura memutar bola mata, lelaki itu pergi sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Jojo mengikuti setelah membersihkan pecahan piring dan nasi akibat ulahnya sendiri.

Sepeninggal kedua adiknya, Jingga menahan isakan. Mungkin, karena ini adalah pertama kalinya Sadam dan Jojo melihat Jingga kacau, mereka berdua pun ikut merasa kalut. Jingga jadi merasa bersalah. Kenapa dia tidak bisa menyembunyikannya dari Sadam dan Jojo?

Langit datang ke rumah Jingga saat matahari sudah terbenam. Berbekal camilan dari luar kota, Langit mendapat sedikit maaf dari Jojo dan juga Sadam.

"Jadi kakak nggak mecat orang itu?" tuntut Jojo, mulai marah lagi. Jingga yang duduk menonton tv tidak jauh dari mereka pun hanya menghela napas. Dia tidak mau ikut dalam perbincangan mereka.

"Belum bisa, Jo. Dio juga tulang punggung keluarganya, dia juga kerja di situ aja. Kasian kalau langsung dipecat," jawab Langit tenang.

"Terus, Kak Jingga gimana?" protes Jojo lagi.

"Hajar aja, biar tau rasa!" timpal Sadam ikut menyahut.

"Itu malah nambah masalah," Langit mengingatkan Sadam lembut. "Lagian, selain ngasih peringatan, aku juga udah kebijakan kok. Kalau Dio nggak mau masuk penjara, dia harus ngejauhin Jingga."

"Tetep pengin mukul dia," gerutu Sadam pelan.

"Karate aja, ayo? Besok, pulang kerja aku jemput." Langit menawarkan dengan nada santai.

"Muay Thai aja lah, yang banyak tonjok-tonjokan sama tendang-tendangannya!" tawar Sadam.

Dan begitu lah. Sekali lagi, ketiga lelaki itu berbicara seolah Jingga tidak ada. Langit juga selalu memberi kesan kalau di adalah teman Sadam dan Jojo yang sedang main ke rumah. Bukan seorang lelaki yang berniat memperisteri Jingga.

Mungkin begitu lah cara Langit mendekatkan diri pada keluarganya, atau sepeti yang lelaki itu sendiri katakan, Langit melakukannya karena dia memang merasa nyaman berada di keluarga Jingga. Entah yang mana pun, Jingga tidak bisa menebak isi pikiran Langit.

###

Kalian ada yang baca Suddenly I Become A Princess, nggak? Ada yang punya versi novelnya?

Aku pengin bikin Oddete X Janu ala-ala 😣 draftnya ada di akun yang satu 😭😭😭

Aku pengin bikin Oddete X Janu ala-ala 😣 draftnya ada di akun yang satu 😭😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suka banget sama style Eunha yang ini 💞

Charming BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang