La Tahzan Innallaha Ma'ana
Jennie membaca sesuatu itu diantara selipan struk dan kertas-kertas lain di dompetnya lantas mendengus keras.
"Jefrian sialan"
Kata Jennie tapi, alih-alih selaras dengan dengusan dan makiannya, Jennie justru mengusap kertas itu hati-hati. Seakan struk yang sudah lusuh itu, akan tiba-tiba sobek kalau Jennie salah memegangnya.
"Jangan sedih, Tuhan bersama kita. Gitu kan Jef artinya?" monolog Jennie lantas memandang ke kejauhan. Ke manapun dari jendela kamarnya, entah melihat atau mencari apa. Sesungguhnya Jennie hanya menghindari bayangan Jefri untuk tidak menyusup ke ingatannya.
Hari ini Jennie libur, awalnya dia ingin membersihkan segala sesuatu yang ada di kamar pun jadi kebablasan membersihkan isi dompet. Isi domper secara literal ya seiring Jennie memang tipe yang menyimpan segala struk dan apapun kertas kecil-kecil di dompet. Pula acara bersih-bersih dompet itu jadi, boleh disebut kesalahan, ketika kumpulan sampahnya justru mengingatkan Jennie pada laki-laki cukup jangkung, berlesung pipi, dan punya tahi lalat di pipi kiri. Siapa lagi? Jefrian.
Sampah di dompet Jennie: struk, tiket nonton, tiket parkir, sampai nomor antrian, rata-rata semuanya Jennie dapat bersama Jefri. Juga Jennie jadi menyadari betapa clingy-nya dia seiring dia menemukan nomor antrian BPJS. Literally ngantri BPJS aja sama Jefri. How needy she was back then. Pula acara bersih-bersih hari ini, low-key yet unconsciously, Jennie dasari atas kebutuhannya ke Jefri. Bukan tanpa alasan karena biasanya, pas libur kantor, Jennie akan mengajak Jefri pergi dan Jefri, as typically yes man he is, akan selalu bilang, 'oke, Yang'. Maka jadi wajar kalau sialan sempat Jennie umpatkan ke Jefri tadi. Pada akhirnya, Jefri memang sesialan itu.
Jennie mengenal Jefri lebih dari tiga tahun mereka bersama. Jauh sebelum Jennie bilang iya pada ajakan berkomitmen Jefri, Jennie sudah tahu kalau mantan Kabid Jareks HIMA Ilkom itu, obviously tertarik padanya. Iya, dulu Jennie dan Jefri satu kampus dan pernah beberapa kali berhubungan gara-gara event himpunan. Pun mungkin dari situ, dari yang Jefri awalnya nganter undangan ke sekre, lama-lama berubah jadi ke sekre sekedar nanyain Jennie. Jefri itu tipikal orang yang seperti buku terbuka, maka segala tingkahnya terbaca pun Jennie bukan orang yang insensitive. Maka tanpa Jefri menunjukkan lebih pun, Jenni kepalang tahu apa intensitas laki-laki itu. Sayangnya, Jennie nggak tertarik dengan intensitas apapun yang dipunyai Jefri. Literally sejak orang tuanya berpisah, Jennie memiliki pandangan baru perihal hubungan.
Jennie pikir nggak ada hubungan yang benar-benar mutual. Literally manusia adalah makhluk yang paling inkonsisten pula perubahan adalah hal yang absolut.
Nggak ada yang bener-bener bisa berteman, berhubungan, ataupun bersama secara mutual dengan lo kecuali diri lo sendiri.
Begitu keyakinan yang Jennie punya maka bagi dia, berhubungan itu harus seperlunya. Sayangnya, Jefrian berbeda. Dalam kamus Jefri nggak ada kata seperlunya. Once he targeting something, he'll conquer it no matter what. Nggak ada kata seperlunya, semuanya serba totalitas termasuk hubungannya dengan Jennie.
"Apa sih, Jef yang lo suka dari gue? Gue nggak sebaik cewek-cewek lain kan? Kata lo juga, gue sengak. Terus kenapa lo masih kayak gini ke gue?" tanya Jennie suatu hari. Setelah, untuk kesekian kali, Jefri ke kosnya dan membawa nasi goreng just because status iseng Jennie doang.
Pun Jennie nggak menyangka Jefri sepersisten itu. Jennie kira, Jefri itu gengsian seiring kemarin, ketika Jennie menolaknya, lelaki itu tidak bereaksi apapun selain tahu-tahu berhenti menghubunginya. Tapi, nasi goreng malam itu merubah prasangka Jennie. Daripada gengsian atau persisten, Jefrian itu aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
raison d'être ✓
Fiksi Umumlovers don't finally meet somewhere. they're in each other all along -rumi [jaehyun au]