14

820 56 2
                                    

Hari ini, adalah hari terburuk dalam hidup Azka. Orang tua nya berpisah dan hari ini adalah sidang perceraian orang tuanya.

Sepuluh menit lagi persidangan akan di mulai. Orang-orang mulai berdatangan dan duduk di dalam. Azka masih berdiri dengan gelisah. Mengharapkan kedatangan Aura yang di pastikan dapat menenangkannya.

Hingga panggilan kakek nya dari dalam membuat Azka yakin, bahwa Aura mengingkari janjinya untuk datang.

***

Persidangan berlangsung dengan menegangkan. Ayah nya masih menolak keras untuk berpisah dengan ibu nya. Lagi-lagi, tatapan penyesalan dari mata ayah nya membuat Azka merasakan sesak mendalam.

Azka kecewa. Sangat kecewa dengan perpisahan orang tua nya. Juga, Pengingkaran Aura terhadap janji nya.

Ada harapan yang besar dari Azka untuk kedatangan Aura. Karena itu lah ia merogoh ponsel nya dan mengetikkan sesuatu di sana.

Sa. Aura lagi sama lo?

***

Selesai memberi sayatan terakhir, Aura menatap tubuh korbannya yang sudah tergeletak penuh darah. Aura mengambil jari manis korbannya. Membungkus dengan tisu di ruangan itu kemudian menyimpannya untuk di jadikan koleksi.

Mobil nya yang di parkirkan jauh dari sini membuat Aura semakin lelah. Aura membuka tutup air mineral nya lalu meneguk air itu hingga tersisa seperempat. Melepmpar botol ke kebelakang, Aura mengalihkan pandangan ketika panggilan masuk dengan nama 'Laisa🐵' menggema di mobil nya.

"Dimana nyet?"

"Cari duit"

"Ck. Lo gak lupa kan?"

"Apa?"

"Azka"

Satu nama itu berhasil membuat Aura kelimpungan tidak jelas. Tanpa menghiraukan Laisa yang mencak-mencak tak jelas, Aura melajukan mobilnya kesetanan setelah melempar ponsel nya sembarangan.

Aura memarkir kan mobilnya di luar pagar rumah nya. Setelah menjawab sapaan beberapa bodyguard nya Aura langsung berlari menuju kolam renang. Menceburkan diri sambil menggosok badan agar tidak banyak waktu yang termakan. Baju yang di pakai nya tadi terdapat bercak darah. Karena itu lah sangat mustahil memakai baju itu untuk menemui Azka.

Selesai, Aura berlari menuju kamar dengan tang top dan hotpans tanpa takut terpeleset karena air dari tubuhnya. Berganti baju dengan lekas dan kembali turun menuju mobil dengan air yang menetes-netes di rambut nya.

Semoga nggak telat.

***

Tiga puluh menit persidangan masih belum bisa menutup sidang hari ini. Pihak dari sang ayah yang masih bersikeras untuk mempertahankan benar-benar membuat seorang Azka Dentara merasa bersalah karena menghasut ibu nya.

Azka hanya bisa menundukkan kepalanya menampung segala laranya. Perpisahan orang tua nya dan kepergian ayah nya ke london setelah ini untuk menata rumah tangganya yang baru  membuat Azka benar-benar hancur.

Air mata nya menetes dengan tiba-tiba. Keegoisannya untuk kebahagian sang ibu terasa menyiksanya kini. Ia butuh tempat bersandar. Teman-temannya ia larang datang kesini karena tidak mau mereka bolos berjamaah. Usapan di kepalanya bersamaan dengan bangku yang diisi di sebelahnya membuat Azka menoleh. Aura dengan senyum menenangkan membuat beban Azka terangkat sedikit.

Tanpa berpikir dua kali, Azka langsung mendekap Aura. Menenggelam kan wajah di ceruk leher Aura dengan tangisan kecil yang tidak menimbulkan suara.

"Makasi udah dateng"

***

Orang tuanya resmi berpisah. Maka, sudah di pastikan Antoni akan pergi hari ini. Tiga puluh menit lagi jadwal penerbangan Antoni.

Selesai persidangan tadi, ayah nya langsung pergi tanpa sempat dihampiri Azka. Karena itulah Azka melajukan motornya gila-gilaan dengan Aura yang berada di boncengannya.

Tangan kecil yang melingkari pinggang nya erat membuat Azka merasa bahwa masih ada seseorang di sisi nya.

Lima belas menit setelah itu, mereka sampai. Azka turun dari motor dan langsung berlari ke dalam, lupa bahwa helm full face nya masih terpasang apik di kepala.

Azka membungkuk dengan kedua tangan di lutut nya ketika melihat Antoni yang sedang bicara dengan seseorang di depannya.

Azka menetralkan napas nya. Setelah lawan bicara sang ayah pergi, Azka langsung berlari, menerjang Antoni dengan pelukannya. Dari reaksi ayah nya membuat Azka tahu keterkejutan ayah nya mendapat serangan mendadak.

"Cowok gak boleh cengeng". Ujar Antoni membalas pelukan Azka erat. Kepala Azka tak luput dari usapan dan kecupannya.

"Gak usah pergi pa..."

"Nggak bisa Ka. Perusahaan disana lagi bermasalah. Jadi, papa harus langsung turun tangan ke sana."

"Jaga diri kamu dan mama. Kalau ada laki-laki yang bikin mama nangis, kamu hajar aja dia. Karena papa udah gak bisa jaga kalian berdua lagi. Sekali lagi maafin papa."

Azka hanya mengangguk. Kecupan-kecupan di kepalanya semakin membuat nya berat untuk melepas sang ayah. Pada akhir nya Azka pun melepas pelukan itu.

Ia menatap perempuan dengan bayi di gendongannya yang menatapnya angkuh. Azka benci itu! Ia menyayangi ayah nya, meski ia benci sikap nya. Tapi, untuk membiarkan ayahnya bersama perempuan itu rasanya bukan pilihan yang tepat. Dari penampilan saja Azka bisa menilai. Wanita itu bukan wanita baik-baik, malah terlihat seperti jalang dimata Azka. Baiklah, mungkin beberapa mata-mata cukup untuk memantau mereka.

"Temen kamu?" Tanya Antoni ketika menyadari ada seseorang di belakang Azka.

"Iya. Kenalin pa, ini Aura"

Aura mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. "Saya Aura om"

Antoni membalas jabatan tangan Aura. Tatapannya menelisik. Mengingat setiap inci memori yang ia ingat dengan samar. "Boleh om peluk kamu?"

Aura menatap Azka dengan raut meminta penjelasan. Azka sempat heran, namun pada akhir nya ia mengangguk saja. Ia tahu, ada alasan penting kenapa ayah nya ingin memeluk Aura.

Sedetik kemudian Aura sudah masuk dalam dekapan Antoni. Tidak lama, namun berarti bagi Aura.

Antoni kembali menatap Azka. Mengecup puncak kepala Azka singkat dan memberi belaian lembut.

"Papa pergi dulu"

____________________________________________________________________________

My Psyco GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang