Vote yuk;)
Sudah hampir lima menit mereka berpelukan sambil berdiri. Isakan Aura masih terdengar meski tidak separah sebelumnya. Bahu cewek itu masih bergetar walau samar. Tangan Azka sedari tadi tidak berhenti mengelus punggung dan kepala Aura sayang. Sesekali, ia juga mengecup kening Aura, seolah melepas rindu yang sudah tersimpan selama beberapa hari ini.
Azka melepas pelukan mereka saat isakan Aura sudah tidak terdengar. Cowok itu tersenyum tipis menatap Aura. Tatapannya sangat dalam hingga membuat Aura merasa bahwa ia adalah perempuan yang sangat dicintai. Azka mengelus pipi Aura yang basah karena air mata.
"Ngerasa lebih tenang?"
Aura mengangguk. Azka menarik tangannya, membawa untuk kembali ke ranjang. Karena kamar VVIP, ranjang dikamar Aura itu luas. Mereka duduk diatas ranjang itu. Posisinya, Aura di depan dan Azka dibelakang cewek itu. Kakinya ia buka dengan posisi selonjoran agar Aura bisa bersandar di dadanya. Ia memeluk baru Aura lembut. Dagunya ia tumpukan di bahu Aura. Kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Aura sembari berbisik. "Jangan pergi-pergi lagi. Gue khawatir"
Aura mengangguk kaku, sebagai respon atas ucapan Azka.
"Lain kali kabari gue, jangan ngilang gitu aja, pas balik malah di rawat. Gue pengen jadi orang yang berarti buat lo Aura, selalu ada dalam keadaan apapun diri lo, selalu tau lebih dulu gimana keadaan lo"
"Kalau lo kaya gini, gue ngerasa gak ada artinya Aura. Gue ngerasa gak berguna, Apa mungkin gue memang gak berguna buat lo?"
Sudah dikatakan bukan, Aura akan kembali pada jati diri aslinya saat demam, Aura yang manja dan cengeng. Seperti sekarang, air matanya menetes mendengar untaian kalimat yang diungkap Azka padanya. Ia merasa menjadi orang paling jahat karena sudah membuat cowok itu sedih.
Azka merasakan sesuatu yang hangat menetes pada tangannya. Ia memajukan wajahnya agar bisa menatap Aura. Ia terkejut, karena Aura kembali menangis walau tidak separah tadi.
"Hey, kenapa hm?"
Aura berusaha menetralkan nafasnya untuk berbicara. Dengan sedikit segukan ia berkata "ma-af, lain kali- gak gitu lagi". Ucapnya terbata-bata.
Azka tersenyum simpul, ia mendekatkan wajahnya pada Aura. Ia mengecup pipi putih cewek itu dengan lembut. Dari samping, terlihat jelas ekspresi kaget Aura.
Azka menjauhkan wajahnya, ia beranjak dari posisinya agar Aura dapat berbaring dan beristirahat. Setelah Aura berbaring, ia menarik selimut hingga dada Aura. Ia duduk dikursi disamping bed sambil mengusap kepala Aura agar cewek itu tertidur.
***
Aura terbangun dari tidurnya. Entah sudah berapa jam ia habiskan untuk tidur, yang jelas jam sudah menunjukkan pukul lima sore lewat sedikit. Sekarang ia merasa lebih segar dari sebelumnya. Lama berdiam sambil menatap jendela, Aura tiba-tiba tersenyum saat menyadari suatu hal. Tidak ada yang menjaga nya. Ia akan menggunakan kesempatan ini untuk kabur. Sangat memuakkan berada di ruangan dengan aroma obat yang pekat ini.
Sebelum kabur, ia meraih ponsel di atas nakas. Ia memantau keberadaan bodyguard nya agar pergerakannya lancar. Ternyata mereka tidak ada di sekitar sini. Selanjutnya, ia memantau lukas. Cowok itu sedang berada di sebuah cafe. Aura mengerutkan keningnya penasaran, karna tumben sekali Lucas nongkrong di cafe.
Ia membuka google kemudian mengetikkan nama cafe yang di singgahi Lucas di kolom pencarian. Cafe bernuansa klasik dengan kesan romantis langsung terpampang di layar itu. Aura tertawa meledek, ia pikir Lucas akan menjadi jomblo seumur hidup, atau bahkan lebih parahnya lagi Lucas adalah seorang gay. Ternyata pemikirannya salah. Lucas yang selalu bodo amat tentang perempuan, sekarang mungkin sedang berbucin ria dengan seorang perempuan. Kenapa Aura yakin dengan hal itu? Pertama, jika Lucas pergi menemui klien, itu sangat tidak mungkin karena itu bersifat rahasia. Kedua, jika Lucas adalah gay, tidak mungkin ia akan membawa pasangannya ke cafe yang notabenya banyak orang. Lucas itu tipe orang yang memikirkan pandangan orang lain terhadapnya.
Tanpa berlama-lama, Aura langsung mengganti baju pasien dengan baju santai. Ia memakai highwaist kulot berwarna milo dengan crop top hitam dan topi hitam. Ia langsung menuju lobi menunggu go car pesanannya. Untung saja tidak ada perawat yang mengenalinya, sehingga ia bisa lolos dan kabur.
Tidak lama menunggu, gocar pesanannya sampai. Tempat pertama yang ingin ia kunjungi adalah tempat makan, dari pagi Aura tidak menyentuh makanan sama sekali karena makanan rumah sakit tidak enak. Tidak lama setelah itu ia pun sampai di tempat tujuan dan langsung memesan makanan. Tak tanggung-tanggung, cewek itu langsung membeli dua porsi untuk dimakannya sendiri.
***
Selesai makan Aura lebih memilih berjalan di trotoar dari pada pulang untuk istirahat. Dari jarak beberapa meter, ia melihat sekumpulan cewek jadi-jadian sedang menunggu mangsa di dekat lampu merah. Aura berdecak kesal, ia sedang tidak minat untuk bertemu mereka.
"Eh Jeng Aura sini! Udah lama loh nggak ketemu" Ucap seorang cewok dengan dandanan menor dan rambut sebahu, namanya mirna.
"Kemana aja jeng? Kok gak pernah keliatan" Ucap yang lain dengan nada centil. Makluk jadi-jadian berambut panjang itu melentik-lentikkan jarinya saat bertanya pada Aura.
Mereka menarik Aura untuk duduk diantara mereka. Sungguh, Aura merasa frustasi saat ini. Berada diantara makhluk jadi-jadian ini bukan tujuannya kabur dari rumah sakit.
Cewok rambut kepang yang diketahui Aura bernama Serli itu mengelus-elus rambut Aura. Ia merasa iri merasakan lembut dan wanginya rambut Aura.
"Spil sampo sama kondisyoner dong ceu'"
Apalagi ini? Jeng? Ceu'? Aura bertanya dalam hati. Kesal sekali mendengar panggilan para manusia ini padanya.
"Sampo didi" Ucap Aura asal.
"Sampo dari mana tuh, kok eke baru denger" Ucap makhluk itu dengan alis berkerut dan bibir mengerucut ke depan. Mungkin dia berpikir itu menggemaskan, padahal nyatanya tidak. Ingin rasanya Aura menimpuk muka makhluk itu dengan sendal jepit yang dipakainya.
"Udah dapet mangsa gak?" Tanya Aura.
"Kita belom. Si Mira yang udah di bungkus sama papa gula"
Aura refleks menyemburkan tawanya. "Buset"
Ia jadi membayangkan sekaget apa si papa gula saat tahu si Mira itu cewek jadi-jadian. Tidak heran jika si papa gula terkecoh, wajah Mira itu lumayan feminim sehingga tidak jelas kalau dia itu cowok.
Lampu berganti menjadi merah, seorang pengendara sepeda motor berwarna hitam memakai helm fullface hitam berhenti tepat di hadapan mereka. Aura tersenyum saat menyadari siapa orang itu. Mirna dan si cewok rambut panjang bernama Jelita itu berdesakan untuk menghampiri si pengendara. Ketiak jarak mereka hanya tersisa satu meter, rambut mereka di tarik Aura hingga mereka memekik. Mirna memekik karena sakit dikepalanya dengankan Jelita karena wig nya copot.
"Itu punya gue jangan di ganggu!"
Aura mendekati si pengendara. Setelah tepat di sampingnya, Aura langsung bergelayut manja di lengan kekar yang dilapisi jaket itu, kepalanya ia sandarkan di bahu si pengendara. dan ya, tanpa diberitahu pun kalian tahu siapa itu.
________________________________________________________________________________________
Halo, apa kabar?
Jangan lupa vote comment yaaa;)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psyco Girl
Teen Fiction'Balas dendam'. Satu hal yang sudah menjadi tujuan hidup Aura dari jauh-jauh tahun. Aura hidup hanya untuk dendam. Karena itu lah jika suatu saat semua selesai, ia akan menyerahkan hidupnya pada takdir. Hingga Azka ikut andil menjadi tujuan hidupnya...