6

1.4K 91 12
                                    

Azka menghembuskan napas bosan. Sekarang, dia hanya tinggal berdua dengan Aura diruangan ini. Cewek itu sedang tidur. Lagipula, jika Aura bangun akan terasa canggung karena mereka tidak saling kenal.

Teman-temannya yang lain sudah pulang. Dibanding pulang, Azka lebih memilih gabut-gabutan disini. Ia menatap Aura yang tidur menghadap kearahnya. Posisi kepalanya sangat memungkinkan bila Aura akan mengalami sakit leher nanti. Karena itu lah Azka bangkit, mendekat kearah Aura dan meluruskan posisi kepalanya dengan perlahan agar Aura tidak terbangun.

Azka mendudukkan dirinya dikursi yang terletak disamping brangkar. Matanya terlihat menerawang dengan tatapan yang terfokus pada wajah didepannya. Merenung sambil mengagumi kecantikan Aura yang terasa menguar, Menyelam sambil minum air.

Drtt drtt

Deringan ponsel membuat Azka tersadar dari lamunan. Ia berdiri kembali ke sofa tempat ponselnya terletak.

"Halo"

"Azka, dia udah lahiran dua hari yang lalu"

                                      ***

Aura terbangun dari tidur nya karena Kandung kemih nya terasa penuh. Ia menggerakkan kakinya dengan sedikit susah. Kakinya terasa sangat sakit karena boneka annabel sialan tadi.

Matanya tiba-tiba mengarah ke sosok yang tertidur di sofa. Kalau tidak salah, cowok itu yang tadi dikenalkan Laisa dengan nama Azka. Aura melanjutkan langkahnya yang tertunda dengan langkah yang pincang.

Azka membuka matanya tepat ketika Aura keluar dari kamar mandi. Ia langsung bangkit, membantu Aura yang tampak kesulitan. Setelah mendudukkan Aura diatas brankar Azka menjatuhkan pantat nya dikursi yang tadi.

Setelah sepuluh menit dilanda keheningan, Azka secara tiba-tiba mengulurkan tangannya " Azka"

Aura menoleh, ia menatap bergantian wajah Azka dan uluran tangan didepannya. Aura balas menjabat tangan itu " Aura. Makasih udah nolongin gue"

"Iya sama-sama" Setelah mengucapkan itu, Azka langsung berdiri.

"Gue keluar dulu. Bentar lagi Laisa dateng"

                                        ***

Azka melangkahkan kakinya tanpa arah. Ia masih berada di rumah sakit, kepalanya terasa pusing. Karena itulah ia memutuskan keluar mencari udara segar.

Tangannya terkepal secara spontan ketika melihat pemandangan memuakkan didepan sana. Bagaimana bahagianya wanita itu dibalik kesengsaraan Azka. Wanita yang sedang menggendong anak kecil yang masih memerah.

Azka mempercepat langkahnya untuk sampai didepan keluarga kecil itu. Azka tersenyum miring "Selamat"

Raut wajah laki-laki didepannya mendadak berubah. "Azka ini-

Tanpa mendengar omong kosong itu, Azka langsung menjauh dengan menabrakkan bahunya pada laki-laki itu.

Azka mempercepat langkahnya agar lebih cepat sampai diparkiran. Ia melajukan motornya menuju rumah yang terasa seperti neraka baginya.

Tanpa mengucap salam, Azka langsung mendorong pintu besar rumah megah itu. Ia langsung berlari menuju kamar ibunya. Ia semakin meradang ketika melihat ibunya menangis.

Seperti pintu sebelumnya, Azka langsung masuk dan berjongkok didepan sang ibu.

"Ma. Kali ini dengerin saran Azka. Azka gak bisa kalau liat mama gini terus"

Antila mengusap wajah anak satu-satunya itu dengan lembut. Senyum lembut keibuan itu berhasil membuat beban dipundak Azka berkurang secara perlahan.

"Nggak Azka. Mama akan coba menerima sebisa mungkin"

"Ma-

"Mama janji, kalau mama nggak bisa, mama bakal turutin semua keinginan kamu" Antila merentangkan tangannya. Azka yang mengerti langsung memeluk sang ibu dengan posisi masih berjongkok. Mereka saling menyalurkan rasa sayang ditengah masalah besar yang membelenggu mereka.

                                       ***

Jam sepuluh malam Azka kembali kerumah sakit tempat Aura dirawat. Untuk malam ini Azka akan menginap disana.

Azka langsung mengumpat dalam hati ketika membuka pintu yang ia dapat adalah Aura yang sedang memakai tanktop hitam bertali kecil.

Aura memakai baju pasiennya kembali. Setelah itu menyuruh Azka masuk.

"Nih" Azka menyodorkan kantong kresek berisi buah yang ia beli tadi. Ia menjatuhkan bokongnya di samping Aura. Mungkin karena bosan berbaring, Aura pindah duduk di sofa.

Aura menerima kantong itu dengan senyum tipis. "Makasih"

Azka menatap tangan Aura yang masih terapat salap luka. "Udah dioles salep?"

"Belum sempat" Ujar Aura dengan jujur.

Azka mengangguk. Tangannya menjangkau salep yang terletak di atas meja. "Sini gue pakein"

"Eh jangan dibuka semua. Turunin aja kerah sebelah kiri lo" Ucap Azka sedikit panik saat Aura sudah membuka tiga kancing bajunya.

Aura menyerngit, tapi tetap melakukan seperti perintah Azka. Tangan Azka terasa mulai menyapu permukaan bahunya.

Pipi Azka terasa memanas. Padahal ia hanya melihat tali pink dibalik tali tanktop hitam yang dipakai Aura. Melihat talinya saja sudah membuat pipi Azka panas apalagi kalau--

Azka mencubit tangannya untuk menghalau pikiran buruknya. "Selesai"

"Makasih"

"Muka lo kenapa?" Tanya Aura.

"Oh itu, panas" Azka mengipasi dirinya dengan senyum canggung. Aura ber-oh ria.

Azka menjangkau apel yang ia beli tadi. Kemudian mengambil pisau buah dikeranjang buah didepannya.

"Bahu lo sebelumnya kenapa?" Tanya Azka sembari mengupas kulit apel, kemudian membagi hingga beberapa bagian. Ia memberi buah itu pada Aura yang langsung dilahal Aura.

"Sobek kena pisau" Bohong Aura disela kunyahannya.

"Kok bisa" Tanya Azka merasa aneh.

"Biasa anak dapur" Aura tertawa dalam hati, skill berbohongnya semakin meningkat ternyata.

"Ooh. Tidur sana. Gue nompang tidur disini"

___________________________________________
___________________________________________
 

My Psyco GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang