Laisa mengipasi wajahnya yang sudah memerah. Sudah setengah jam lebih ia dan Arina berdiri panas panasan untuk menunggu jemputan Arina.
Tepat di menit ke empat puluh, sebuah motor putih yang tidak asing berhenti di depan mereka. Laisa mengerutkan keningnya untuk mengingat siapa pemilik motor itu.
Cowok itu menganggalkan helm nya. Laisa ingat, dia Aroon musuh Arga dan teman-temannya.
"Aku duluan ya Sa" Arina menaiki motor putih itu.
"Lo ngapain sama dia?" Tanya Laisa, sensi.
"Oh iya aku lupa, kenalin dia Aroon, abang aku"
Laisa berdecak, kenapa dunia ini sempit sekali.
"Tenang aja. Musuh gue abang lo, gue gak bakal gangguin lo"
Suara itu langsung membuat Laisa menatap Aroon. Iya hanya menatap sebentar kemudian langsung membuang muka. Muak berlama-lama, ia langsung menyetop angkot merah yang lewat di depannya, padahal Agra sedang otw menjemputnya. Biar saja ia memakai uang simpanannya untuk membayar angkot. Dari pada berlama-lama di dekat cowok itu.
***
Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Dari depan gerbang hingga lapangan utama SMAP, Berjejer rapi stan-stan pernak-pernik, makanan minuman, dan banyak lagi. Banyak murid-murid sekolah lain yang datang ke Pensi SMA Pertiwi.
Azka menatap keramaian itu dari rooftop gedung IPA. Ia menghela napas pelan. Sudah seminggu ia dan Aura menjalin hubungan. Namun, Azka tidak merasa seperti itu. Semakin lama sikap Aura semakin aneh. Cewek itu menjadi semakin cuek.
Sudah tiga kali Azka berkonsultasi pada ahlinya. Pertama Desta, cowok itu mengatakan Aura sedang ngambek. Tapi tidak mungkin, ini Aura! Kalau cewek lain mungkin Azka masih percaya.
Kedua, Ibra anggota geng Lesson. Cowok itu bela-belaan pergi ke markas geng Lesson jam sebelas malam hanya untuk berkonsultasi pada salah satu murid Desta itu. Bukannya jawaban, cowok sengklek itu malah menertawainya.
Ketiga, Rian anak SMAK. Cowok itu bilang ada dua kemungkinan. Pertama, Aura ngambek. Seperti kata Desta, Azka langsung menyanggah hal itu. Menggelikan sekali kalau cewek seperti Aura itu ngambek. Kemungkinan kedua, Aura bosan.
Entah mengapa Azka lebih mempercayai kemungkinan kedua. Azka mengacak rambutnya kasar kemudian berbalik pergi menuju stan milik teman-temannya.
***
"Suram bener muka lo kayak masa depan si Erlan" Desta duduk di sebelah Azka sambil meminum es teh di dalam plastik.
Erlan yang sedang bermain kartu langsung melempar Desta dengan kunci motor di sebrlahnya, entah punya siapa. "Woy!"
Azka berdecak. "Ga usah ganggu!"
"Dih lagak lu" Desta menoyor kepala Azka.
"Di samperin bini tu"
"Mana?" Tanya Azka antusias. Tentu saja ia senang karena Aura mencari nya lebih dulu.
"Tuh" Desta menunjuk Bella dengan dagunya. Cewek berbaju ketat itu menuju kesini.
"Azka boleh ga minta tolong?" Suara Bella terdengar bergetar.
"Ngapain?"
"Anterin ke rumah sakit, kakak aku kecelakaan" Ucap Bella terdengar memohon, matanya berkaca-kaca. Karena tidak tega, Azka berdiri dan menyambar jaket nya.
"Ayo"
Mereka berjalan menuju parkiran. Sepanjang perjalanan mereka saling diam. Tidak seperti Bella yang setiap menghampirinya pasti merecokinya. Azka tidak ambil pusing dengan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psyco Girl
Teen Fiction'Balas dendam'. Satu hal yang sudah menjadi tujuan hidup Aura dari jauh-jauh tahun. Aura hidup hanya untuk dendam. Karena itu lah jika suatu saat semua selesai, ia akan menyerahkan hidupnya pada takdir. Hingga Azka ikut andil menjadi tujuan hidupnya...