Pagi-pagi sekali Azka sudah berada dalam rumah Aura. Jam setengah enam pagi. Untung saja ia sudah bertukar nomor dengan Lucas, untuk membukakan pintu penghubung. Sebenarnya bisa saja menelpon Aura, tapi sudah lima belas menit Azka mencoba menghubungi Aura dan tidak pernah di angkat. Nyenyak sekali tidur perempuan itu pikir Azka.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Azka bangkit dari baringannya di sofa menuju kamar Aura. Ia membuka pintu yang tidak dikunci itu dengan perlahan. Azka berkacak pinggang melihat posisi tidur Aura, kepalanya terkulai disisi samping ranjang queen size milik cewek itu.
Azka mendudukkan bokongnya di samping Aura. Ia tersenyum, tangannya terangkat membelai pipi mulus Aura. Lima menit ini hanya dihabiskan Azka untuk menatap wajah Aura.
"Puas liatin gue?" Tanya Aura tanpa membuka mata. Ia sudah terjaga sejak Azka membuka pintu kamar nya.
Azka terperanjat kaget. Apalagi saat Aura membuka matanya dengan senyuman mengecek yang sangat menyebalkan dimata Azka.
"Suka kan lo sama gue?!" Tuding Aura, berani.
"Pd" Jawab Azka acuh. Ia bangkit kemudian melangkahkan kaki menuju pintu yang tertutup berniat keluar. Tapi terlambat, Aura menekan sesuatu di samping ranjangnya hingga pintu itu terkunci.
Aura tertawa keras dalam rebahannya. "Jujur aja Azka. Gue udah liat sg lo"
Azka langsung mengeluarkan ponsel dari sakunya. Benar saja, Aura sudah melihat sg nya sejak jam tiga pagi tadi. Sial, ia kecolongan.
Azka mendengus kemudian kembali menghampiri Aura yang kembali menutup matanya.
"Iya iya. Gue suka lo" Ucap Azka lantang tanpa menunjukkan sedikitpun rasa gugup. Padahal lututnya gemetar saking gugupnya.
"Yaudah pacaran"
***
Sejak kejadian dikamar tadi hingga berada dalam mobil seperti sekarang, Azka masih senantiasa dengan wajah memerah, jantung berdebar dan mulut yang tertutup rapat.
Azka mulai menjalankan mobilnya secara perlahan. Saat menoleh ke rumah mewah di sebelah rumah Aura, Azka baru teringat akan banyaknya pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Aura--pacarnya.
"Itu rumah punya siapa Au?"
"Kurang tau" Jawab Aura sekenanya. "Emang kenapa?"
" Aneh aja, udah bertahun-tahun gue lewat disini tapi police line disitu gak pernah usang. Kayak diperbarui terus"
Aura manggut-manggut paham. "Oh gue juga gak paham. Gue tinggal disini baru sekitar tiga tahunan"
Azka ber-oh ria. Hening. Suasana kembali menjadi canggung. Azka yang masih gugup dan Aura yang tidak bisa mencari topik.
Ekhm
Aura berdehem. "Lo suka gue sejak kapan?" Tanya Aura sembari minum dari botol tupperwer berwarna biru miliknya.
Azka tersedak, hingga ia harus memberhentikam mobilnya di pinggir jalan karena rasa sakit yang timbul di dada nya. Bukan lebay, Azka hanya kaget akan pertanyaan Aura yang terlalu berani.
Azka langsung menegak air dari botol yang di sodorkan Aura. Setelah rasa sakitnya mulai reda, ia baru tersadar. Botol itu sudah dipakai Aura dan bibir Aura pasti menyentuh ke bibir botol itu.
Azka memegang bibirnya dengan wajah yang sangat merah.
Sial!
Sial karena Aura selalu berhasil menimbulkan rona merah di wajahnya dan sial lagi karena wajahnya yang seperti bencong saking merahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psyco Girl
Genç Kurgu'Balas dendam'. Satu hal yang sudah menjadi tujuan hidup Aura dari jauh-jauh tahun. Aura hidup hanya untuk dendam. Karena itu lah jika suatu saat semua selesai, ia akan menyerahkan hidupnya pada takdir. Hingga Azka ikut andil menjadi tujuan hidupnya...