Setelah Azka mengucapkan kata itu, Aura langsung berlari karena adanya tekanan dalam perutnya. Karena refleks, Aura tidak sengaja membanting pintu. Benar saja, setelah di dalam rumah, angin yang berada di perutnya keluar dengan suara yang keras. Saat ia ingin menghampiri Azka lagi, Azka sudah pergi dengan kecepatan tinggi.
Aura masuk ke kamar bawah tanahnya. Ia la gangsung menghubungi Laisa untuk menanyakan sesuatu yang sedari tadi mengganjal di pikirannya.
"Apa!"
"Sensian. Pms lo?"
"Ga. Mau apa? Tumben lo nelpon"
"Gelay apaan Sa?"
"Kurang tau gue Ra. Tapi setau gue sih artinya geli kalau nggak, nggak like"
"Oh"
"Emang kenapa? Tumben amat lo nanya yang gak penting"
"Gak papa. Yaudah makasih"
"Tunggu dul-"
Tut
"Aura bangsat" Ujar Laisa dari rumahnya.
***
Azka mengacak rambut nya kasar. Dua hari ini ia di buat uring-uringan karena Aura. Sudah dua hari Aura mendiami nya. Dan hingga detik ini Azka masih tidak tau dimana letak kesalahannya.Setelah Azka mengatakan bahwa ia menggelay i Aura, cewek itu langsung pergi begitu saja dan membanting pintu rumah nya keras. Azka menyesal, harus nya ia tak mengungkapkan perasaanya pada Aura. Mungkin saja cewek itu risih setelah tau perasaan Azka yang sebenarnya.
Kata gelay menjadi percakapan terakhir mereka berdua. Sebenarnya masih banyak percakapan yang Azka buat di ruang obrolannya dengan Aura. Tapi, cewek itu tidak membalas satu pun pesan dari nya.
Tapi, Azka merasa ada yang janggal di sini. Teman-temannya tidak ada satupun yang berniat membantu nya. Bahkan Bima tidak mau memberi pencarahan sedikit pun.
"Kenapa ka? Gue perhatiin galau mulu lo". Ucap Dheva. Cowok itu tiba-tiba duduk di bangku Kairez yang berada di sebelahnya. Kairez sendiri lebih memilih menggibah bersama teman nya yang lain. Bukan kepedean, tapi dilihat dari gerak-gerik teman-temannya terlihat sekali bahwa mereka menggibahi nya.
"Aura diemin gue. Udah dua hari". Ucap Azka dengan lesu nya.
"Kenapa dia nge diemin lo?"
"Mungkin gara-gara gue ngungkapin perasaan ke dia".
Dheva menyerngitkan dahinya heran. "Masa iya?"
Azka hanya mengangguk lesu.
"Emang lo bilang apa waktu ngungkapin perasaan ke dia?"
"Gue bilang gini 'gue gelay sama lo"
Dheva menggebrak meja nya kasar. Hingga beberapa orang menoleh pada mereka. "Lo dapet teori dari mana?!"
"Desta". Ucap Azka dengan polos nya.
"LO!". Dheva menunjuk wajah Azka dengan raut yang terlihat emosi.
"GUE NINGGALIN LO CUMA SETAHUN YA. KENAPA LO JADI GOBLOK?!". Azka memandang kepergian Dheva dengan raut polos. Sungguh, Azka tak mengerti apa maksud semua ini.
Azka menjangkau ponsel nya dari laci meja. Menghidupkan data, lalu mengertikkan sesuatu di kolom pencarian. Ia mengamati setiap kata dengan seksama. Setelah nya seringai setan Azka terbit.
"Desta......". Ucap Azka lirih
***
Azka menghampiri Laisa yang sedang makan di kantin. Sebelum nya ia sudah pergi ke kelas Laisa untuk mencari Aura. Teman kelas Aura tidak tau keberadaan Aura. Karena itu lah Azka menghampiri Laisa.
"Sa". Sapa Azka sembari mendudukkan bokong nya di depan Laisa. Tangannya mencomot satu bakso bakar dengan tusuk sate yang di sediakan tanpa menghiraukan tatapan membunuh Laisa.
"Apa". Tanya Laisa ketus.
"Aura mana?". Tanya Azka. Tangannya tergerak hendak memakan satu bakso lagi. Tapi, mata Laisa yang setajam belati membuat nya terpaksa mengurungkan niat.
"Mungkin di pustaka. Dia belum makan dari tadi. Tumben-"
"Oke makasih". Azka berlalu menuju penjual nasi goreng. Ia menundukkan kepalanya ketika Laisa melempar sebuah sendok ke arah nya. Wajah Laisa juga memerah dan Azka jelas tau karena apa.
"Dasar gak tau adab!". Umpat Laisa. Azka hanya terkekeh menanggapi itu.
Di tangan Azka sudah terdapat sekotak nasi goreng, dua buah sandwich isi telur dan dua buah cappucino cincau. Ia berencana makan bersama Aura nanti, sekalian menyogok Aura. Azka yakin Aura akan tergoda dengan sandwich yang ia bawa. Dalam waktu yang singkat ia sudah bisa mengetahui apa-apa saja yang di sukai Aura.
Azka melempar senyum manis nya pada penjaga pustaka. Untung nya Azka membawa tas. Jadi, makanan yang di selundupkan bisa sampai dengan aman. Azka mengitari pustaka, mencari keberadaan Aura.
Azka menghampiri Aura yang sedang menelungkupkan kepalanya ke atas meja. Azka mengelus kepala Aura pelan. Tidur Aura sangat nyenyak. Terbukti setelah Azka menarik rambutnya sedikit Aura masih terlelap. Seolah Azka hanyalah makhluk halus yang cukup di acuhkan.
"Ra. Makan yuk". Azka menggoyang-goyangkan bahu Aura agar dia bangun.
"Apasih Ka.. gue ngantuk!"
"Ayo makan". Azka mendekatkan kantong-kantong yang ia keluarkan dari tas ke hidung Aura. Hingga Aura membuka matanya dengan lebar.
"Nih". Azka menyerahkan sekotak nasi goreng tadi pada Aura. Aura menggeleng seolah berminat. Ia berniat menelungkupkan kepalanya kembali sebelum Azka menyodorkan sandwich ke hadapannya.
"Ya udah ini buat gue aja. Padahal gue rela ngantri buat beli ini. Mana rebutan sama adek kelas". Aura menatap Azka dengan ragu. Mau tapi gengsi. Itu Aura sekarang.
"Lo gak mau kan? Ya udah gue makan di luar". Aura menahan tangan Azka. Ia akan menyembunyikan urat malu nya untuk saat ini.
"Gue mau"
***
"Masih marah sama gue?". Tanya Azka sembari merapikan bekas makanan yang sudah habis ia makan bersama Aura.
"Marah kenapa?"
"Ya--- terus kenapa diemin gue dua hari ini?" Azka menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Tidak bertemu Aura dua hari saja sudah membuat nya segugup ini ketika bicara. Segitu besarnya pengaruh Aura dalam hidup nya.
"Gak papa. Gak mood aja". Azka cengo mendengar itu. Untuk kali ini Azka mengakui bahwa Aura benar-benar perempuan. Setelah mengenal Aura cukup lama, baru kali ini Azka menemukan sikap perempuan dalam diri Aura. Saking berbeda nya seorang Aura Alesia.
Azka menarik napas nya dalam. Meredam kekesalannya yang hampir ia lampiaskan pada meja di depannya. "Sekarang udah mood?". Tanya Azka lembut. Tapi, jika ditelisik lebih dalam suara Azka terdengar berat, Pertanda bahwa ia benar-benar sangat kesal saat ini. Baiklah, mulai saat ini ia akan menjadi kan Desta sebagai penutan dalam hal percintaan.
Aura tersenyum samar saat mendengar suara lembut Azka. Juga perubahan Azka yang sangat jelas terasa. Azka yang dulunya kaku sekarang terkesan jauh lebih santai. Aura yang tidak peka merasa itu biasa saja dan tetap menatap Azka tanpa ia tau bahwa Azka emosi karena nya. Padahal wajah merah Azka membuat siapa saja tau bahwa ada yang tidak beres dengan cowok itu. Tapi yasudah. Sekali tidak peka tetap tidak peka.
Aura tersenyum, ia mengusap kepala Azka lembut kemudian bangkit. "Ayo. Anterin gue pulang. Ngantuk"
______________________________________
_____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psyco Girl
Roman pour Adolescents'Balas dendam'. Satu hal yang sudah menjadi tujuan hidup Aura dari jauh-jauh tahun. Aura hidup hanya untuk dendam. Karena itu lah jika suatu saat semua selesai, ia akan menyerahkan hidupnya pada takdir. Hingga Azka ikut andil menjadi tujuan hidupnya...