Prolog

1K 68 0
                                    

"Everything feels foreign, like a dream. I keep losing myself"
- The Boyz, Goodbye

 I keep losing myself" - The Boyz, Goodbye

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandung, 2021

Bandara Internasional Husein Sastranegara.











Dengan senyum lebarnya, lelaki 23 tahun itu melangkah keluar dari pesawat yang baru saja landing beberapa saat lalu. Baju sweater abu-abu dengan celana jeans serta sepatu putih turut menambah kadar ketampanannya pagi ini.
   
Tentu, bertemu dengan tunangan harus terlihat keren bukan ?
   
Ada dua hal yang mendasari Dirga datang ke Bandung hari ini menemui Dinda sang tunangan, satu kabar bahagia dan satu kabar buruk.
   
Kabar baiknya, Dirga mendapat panggilan untuk melanjutkan pendidikan sekolah perwira. Bagi seorang aparat Negara tentu hal yang membahagiakan bisa mendapat kesempatan tersebut. Kabar buruknya, pernikahan mereka harus diundur satu tahun kedepan. Sungguh lama, kalau tau begini Dirga tidak akan terburu-buru melamar Dinda kala itu.
   
Sebenarnya mereka berdua bisa saja mempercepat pernikahan yang akan digelar tiga bulan lagi itu, namun Dirga akan berangkat pendidikan dua minggu lagi, mustahil bukan untuk mempercepat pernikahan mereka.
   
Lagi pula pasutri baru tidak akan rela jika harus dipisahkan.
   
Sekarang, Dirga sudah berada didepan apartemen Dinda dengan membawa bucket bunga mawar ditangannya. Masih dengan senyum yang terpatri diwajah tampannya ia memencet bel, menunggu pujaan hati membukakan pintu.
   
Tunangannya itu baru saja menyelesaikan kuliah profesinya, masih di Bandung. Katanya sih menikmati masa gadis.
   
Ceklek
   
Senyum manisnya berubah seketika, bukan Dinda yang dia dapati, melainkan seorang lelaki yang Dirga setahu Dirga adalah salah satu dosen di Fisip Untan. Kebetulan Dirga kenal karena Cakra yang mengenalkan
   
“kenapa abang disini ?” tanyanya pada lelaki didepannya. Lelaki itu tidak menjawab. “Dinda mana ?” tanyanya lagi dengan sedikit penekanan dan emosi.
   
Emosi ? jelas, lelaki mana yang tidak emosi melihat lelaki lain diapartemen tunangannya sendiri dan hanya berdua, Mungkin.
   
“DINDA!?”
   
“Saka, kuenya ud- Dirga ?” kue yang baru saja matang dan masih panas itu jatuh dari tangan Dinda. “Ga-Dirga ?”
   
Dinda terlihat panik lalu melirik Saka dan Dirga secara bergantian.
   
Dirga menatap bucket bunga yang dibawanya, tertawa miris lalu menghempaskan bunga tersebut ke lantai kemudian berjalan kearah sang tunangan.
   
“Dir-Ga” lirih Dinda terbata.
   
“kenapa ada dia Din?” Dinda diam, kembali melirik Saka masih dengan ekspresi panik. “JAWAB DINDA!?”
   
“Din, urus dulu” Saka mengambil jaketnya diatas sofa lalu berjalan keluar apartemen. Membuat anak mata Dirga terus memperhatikan si Saka itu.
   
Santai sekali manusia itu, batinnya.
   
“Dinda, kalau kamu punya mulut jawab!” titah Dirga penuh penekanan pada Dinda yang sedari tadi tidak menjawab satupun pertanyaannya.
   
“aku-aku gak bisa lanjutin Ga” lirih Dinda pelan. “ak-aku Sayang sama Saka” ucapnya lagi, memberanikan diri untuk menatap lekat netra Dirga. Pikiran lelaki itu mulai kalut karena pengakuan Dinda
   
“setelah aku pikir, ternyata selama ini aku salah” lirih Dinda, Dirga terdiam, membiarkan Dinda untuk terus melanjutkan semua isi hatinya.
   
“ternyata, selama ini kamu engga secinta itu sama aku… setelah kita tunangan pun ternyata kamu selalu cari tau soal Dara” Dirga mati kutu sekarang. Ternyata selama ini Dinda sadar bahwa dirinya masih sering bertanya soal Dara pada orang-orang terdekat gadis itu.
   
“selama ini aku bertahan buat selalu disamping kamu… tapi suatu hari aku sadar kalau kamu engga akan bisa secinta dulu lagi sama aku” perlahan air mata Dinda luruh, membasahi pipi. Dan itu membuat hati Dirga bagai diremas, kembali, ada lagi air mata yang harus turun karena dirinya.
   
“Dinda…” Dirga perlahan mendekat, menarik tubuh Dinda untuk masuk kedalam pelukannya, “maafin aku”
   
Dinda semakin menangis, perlahan tangannya pun ikut melingkar ditubuh Dirga, “makasih udah bertahan dalam semua kesakitan kamu… sekarang kamu boleh pergi din”
   
Dirga bukan ingin mengusir Dinda, namun Ia paham bagaimana Dinda bertahan selama ini dalam semua kesakitan yang ada, bertahan dalam semua keegoisan dirinya yang terus menyakiti Dinda.
   
“Dirga, aku mohon sama kamu tolong berubah” kini Dirga yang menangis, dalam semua sakit hatinya bahkan Dinda masih meminta Dirga untuk berubah. Dengan dagu yang bertumpu pada kepala Dinda, Dirga pun mengangguk.
   
“maaf aku engga bisa mencintai kamu sebaik kamu mencintai aku, kamu pantas dapat yang lebih baik Din”

Tbc

Sampai jumpa di chapter pertama

Love Goes On [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang