Jumat sore Dara sudah sampai di Singkawang, hari ini Ia memilih masuk pagi ke akademik dengan menukar jadwal miliknya dengan rekan kerjanya. Untung saja rekannya mau. Besok sabtu, akademik dan kampus libur, jadi dia tidak perlu menukar jadwalnya beberapa hari kedepan, cukup tadi saja.
Keluarga besar Dirga dan keluarganya sudah datang semua, kecuali satu orang, yaitu Dirga. Jujur saja Dara jadi kesal karena Dirga masih tak kunjung datang. Lelaki itu berjanji pulang kamis malam, tapi ini, besok sore mereka bertunangan dan Dirga belum pulang.
Dirga yang belum pulang terpaksa membuatnya harus memastikan Pastor yang akan memimpin Misa pertunangan mereka ke paroki sendiri, mengecek cathering sendiri, bahkan ketempat EO sendiri, gadis bawahi itu, Sendirian.
Lain dimulut, lain juga dihati. Dara pernah bilang kalau dia kasihan dengan uang yang dikeluarkan jika pertunangan mereka batal. Tapi demi apapun Dara benar-benar tidak ingin pertunangan ini batal bukan karena duit, tapi karena Dirga sendiri.
Bertemu dengan Vino benar-benar membuka hatinya. Ada masih banyak hal yang masih bisa Ia dan Dirga perbaiki dari masa lalu, juga tidak ada salahnya menerima kembali.
“KAK! KAMU MIKIR APAAN SIH!? TUH AYAMNYA HAMPIR GOSONG!”
“Ha ? Eh – ASTAGA!” Dara reflek memekik ketika sadar bahwa ayam yang sedang Ia goreng sudah hampir menghitam. Jika Anna tidak memberi tahunya mungkin Ia harus mengulang menggoreng ayam dan memberikan ayam yang sudah gosong itu pada Pipo dan Pipi – anjingnya.
“Mikir apa sih ?” tanya Anna lagi ketika Dara sedang mengangkat ayam goreng kedalam piring. Gadis itu menggeleng. “mikirin Dirga ?”
Kali ini tepat sasaran, untung Anna yang bertanya, kalau Noel atau Naya mungkin sudah Dara tabok keduanya adiknya itu. Dengan malu, Dara mengangguk samar.
“tanpa mama tanya dan nunggu kamu jawab juga mama udah ngeh sih” Dara langsung menoleh, “bohong kalau kamu bilang engga”
“Kan aku engga bilang engga” sela Dara, sementara Anna terkekeh lalu mengajak anak sulungnya itu duduk dimeja makan.
“Engga ada salahnya kak buat nerima Dirga lagi” ini mungkin sudah kesekian kalinya Dara mendengar kata-kata yang tak jauh berbeda itu keluar dari mulut orang-orang terdekatnya. Semua orang bilang tidak ada salahnya menerima Dirga lagi, Dara juga berpikir memang tidak ada salahnnya.
“aku tau kok, aku cuma masih takut, lagipula aku ngerasa ini masih terlalu awal buat nikah”
“ini kan tunangan, bukan nikah ?” koreksi Anna.
“jadi tunangan doang nih, engga nikah-nikah ?” tanya Dara, membuat Anna meringis kecil.
“Mama tau kak, semuanya masih susah buat kamu, tapi kamu harus ingat, mama selalu ada disamping kamu, kapanpun kamu perlu”◻◻◻
Hari sudah semakin ralut, jarum pendek jam dinding juga perlahan mulai berputar menuju angka sepuluh. Dara tidak tenang, sungguh. Pikirannya kemana-mana karena Dirga tak kunjung datang. Barusan dia menelpon Vera pun wanita itu mengatakan kalau Dirga belum sampai ke hotel ataupun mengabari dirinya.
Mungkin sudah hampir seratus kali juga Dara menelpon dan tidak lelaki itu angkat. Ini bukan sekali Dirga membuat dirinya cemas. Pernah sekali, mungkin sekitar lima tahun lalu, Dirga juga susah dihubungi setelah menangani sebuah kasus pembunuhan.
Dara masih setia menunggu diruang tengah lantai atas rumahnya, Anna dan Samuel sudah masuk kamar dari tadi, begitupun Naya, kecuali Noel yang sedang Dinas malam hari ini.
“Engga usah kayak bang toyip dong Dirga” gumamnya pelan. Jujur saja Dara bingung harus bagaimana lagi, dia tidak banyak kenal dengan rekan kerja Dirga, dia juga tidak tau dengan siapa Dirga pergi perjalanan Dinas.
Perlahan Dara mulai merebahkan dirinya diatas sofa, tak lupa sebelumnya Ia mengambil selimut dari kamarnya. “Pulang dong, aku engga mau pertunangan kita batal”
Tanpa sadari air matanya mulai turun membasahi pipi, ketika sadar bahwa dirinya akan menangis dengan cepat Ia menutupi kepalanya dengan selimut.
“Loh, kok kamu tidur disitu ?” sontak Dara membuka selimutnya, dan saat itu juga Ia mendapati orang yang Ia tunggu kedatangannya dari kemarin. Dimana Dirga masih dengan pakaian dinas lapangannya dan tas ransel dibahu sebelah kanannya.
Dirga tampak berjalan mendekati Dara, dengan cepat Dara mengusap wajahnya agar tidak terlihat habis menangis lalu memperbaiki posisi duduknya.
“Belum tidur ?” tanya lelaki itu lagi, Dara langsung memasang wajah kesal,“kenapa baru pulang sekarang ?” Dara bertanya balik.
“Maaf, saya engga tau kalau bakal lebih lama dari perkiraan”
“kenapa engga telpon ? seenggaknya bilang sama bunda”
“engga ada sinyal disana”
Persetan dengan gengsi, Dara benar-benar ingin menangis sekarang. Dirga sendiri sampai heran melihatnya.
“engga udah nangis dong, kan uangnya engga jadi terbuang percuma” sial, kenapa malah membahas uang. Dara berdecak dalam tangisnya ketika Dirga malah membahas uang. Namun bukannya reda, Dara malah semakin menangis.
“Stt! Udah malem, jangan nangis ah” Dara menundukkan kepalanya, jujur saja Ia tiba-tiba malu sebenarnya menangis sesegukan didepan Dirga seperti ini. Sementara Dirga mengulas senyumnya, mengangkat kepala Dara lalu mulai menyeka air mata gadis itu dengan jempol tangannya.
“engga usah nangis lagi, saya udah disini” katanya lalu menggenggam kedua tangan Dara. Dia paham, mungkin ada hal yang Dara takutkan.
Melihat Dara yang semakin tenang lantas membuat Dirga semakin mengembangkan senyumnya, perlahan, Ia pun mendekatkan wajahnya pada Dara. Menatap gadis itu dengan lekat masih dengan kedua tangannya yang Dirga genggam.
“apapun yang berhubungan dengan kamu, saya engga akan menyia-nyiakannya lagi dar”Tbc
Cie mau tunangan ciee🤣
btw tunangannya ntar malem ya di update, kan sabtu🥰🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Goes On [✔]
Fiction générale❝𝐟𝐭. 𝐊𝐢𝐦 𝐃𝐨𝐲𝐨𝐮𝐧𝐠❞ Setelah hari kelulusannya waktu itu, Dara pikir dirinya tidak akan bertemu lagi dengan lelaki yang pernah mengisi sekaligus menorehkan luka di relung hatinya, Dirgantara. Namun ternyata Dara salah besar, Ia malah kembal...