Sudah berstatus sebagai calon suami Dara nyatanya tidak membuat Dirga benar-benar merasa mudah menjalani hubungan dengan gadis itu. Kejadian yang pernah ada dimasa lalu masih cukup membekas dihati mereka, menjadikan penjajakan kembali terkesan lebih berat dari sebelumnya.
Dan Dirga sedang di fase itu sekarang, dia masih bingung harus mulai darimana untuk meluluhkan kembali hati Dara. Meski Dirga sendiri sadar itu adalah hal yang mudah, namun meyakinkan Dara adalah pekerjaan rumah berat baginya sekarang.
Lagu Helplessly mengalun lembut mengiringi perjalanan Dirga menuju akademik Fisip sore ini, menjemput sang tunangan pulang kerja menjadi rutinitas barunya sekarang. Awalnya Dara tidak mau, namun karena paksaan dari Mama dan Bundanya, mau tidak mau Dara menurutinya.
Dirga tau Dara bukanlah tipikal perempuan manja yang pulang dan pergi kerja harus diantar jemput, gadis itu terkadang malah lebih memilih menggunakan ojek online atau menggunakan motor sendiri jika Dirga tidak sempat mengantar atau menjemputnya. Dan sebisa mungkin Dirga memberikan kebebasan pada Dara agar gadis itu perlahan mau menerimanya lagi.
Tepat ketika memasuki gerbang kampus biru, pintu akademik yang terbuka lebar membuat Dirga dapat melihat Dara yang tengah merapikan kertas-kertas yang entah penting atau tidak diatas meja kerjanya. Ia pun lantas mengambil parkir tepat didepan pintu akademik agar sang tunangan dapat melihat kedatangannya dengan jelas.
Dan cara Dirga ampuh, tak lama setelah parkir Dara langsung menyadari keberadaannya. Sambil menyandarkan tubuh pada bangku kemudi yang Ia mundurkan sedikit, matanya terus memperhatikan Dara. Gadis itu tampak mulai merapikan berkas dan memasukannya kedalam totebag hitam yang selalu disiapkannya lalu terlihat pamit pada rekan kerjanya.
“Udah lama ?” tanya Dara tepat setelah gadis itu masuk kedalam mobil dan memasang seatbelt. Dirga menggeleng, “belum”
“Mas buru-buru engga ?” tanya Dara lagi, kali ini sukses membuat Dirga batal menjalankan mobilnya. “kenapa ?”
Dara tampat sedikit ragu untuk berbicara, hingga akhirnya sambil memposisikan tubuhnya kesamping Ia mulai melanjutkan. “aku mau belanja bulanan, kalau mas engga sempat, nanti aja aku sendiri”
Gila jika Dirga melewatkan kesempatan emas ini. Ia melempar senyum tipis pada tunangannya, menarik rem tangan, mengoper gigi mobil lalu menginjak gas.
“Ayo, mas engga buru-buru kok”◻◻◻
Layaknya orang berpacaran, tunangan, suami istri atau apalah itu. Dirga yang mendorong troli, bukan Dara yang meminta, tapi itu kemauan Dirga. Lucu jika Dara yang berbelanja dan Dara juga yang mendorong troli, Dirga tidak mau mendapat cap aneh dari masyarakat yang melihatnya.
Keduanya terus berkeliling mencari belanjaan-belanjaan yang Dara perlukan sambil sesekali bergurau, hingga keduanya sampai di area rak dimana ada banyak bahan membuat kue disitu.
“Mau buat kue buat siapa ?” tanya Dirga yang tiba-tiba penasaran. Dara yang tengah membaca dan memperhatikan tepung terigu menoleh, “buat Noel, dia engga lama lagi ulang tahun”
Dirga mengangguk paham, hampir saja dirinya geer karena sebentar lagi juga akan ulang tahun. Tapi ternyata firasatnya salah, bukan untuk dia ternyata.
“Pak Dirga ?” tengah kesal, Dirga menoleh kasar ketika namanya dipanggil. Wajahnya yang awalnya tampak jengkel berubah seketika ketika mengetahui siapa yang menghampirinya.
Itu Bu Hani, istri Wakapolda, atasannya.
“Eh ibu, selamat malam bu” Dirga terlebih dulu menyalami istri atasannya, disambut senyuman oleh Bu Hani.
“Malam juga, bapak sama siapa ?”
Dirga menoleh sekilas pada Dara yang sepertinya tidak mendengar percakapan dirinya dengan Bu Hani, “sama tunangan Bu” jawab Dirga malu-malu.
“Sore Bu” sapa Dara tiba-tiba dari belakang Dirga sambil memasukan beberapa bungkus tepung ke dalam troli. Bu Hani menundukkan kepalanya sopan, begitupun Dara membalas.
“Calonnya pak Dirga ?” tanya bu Hani kembali memastikan, namun kali ini pertanyaan itu tertuju untuk Dara. Gadis itu menarik sudut bibirnya ke atas, “Iya bu”
“Udah pengajuan ?” Dara tampak sedikit kaget dengan pertanyaan itu, pertanyaan dengan hal yang belum pernah Ia dengar sebelumnya. Ia menoleh pada Dirga dengan maksud tersirat tentang pertanyaan bu Hani barusan. Dirga yang paham pun lantas tersenyum tipis lalu menjawab Bu Hani.
“Belum bu, kita baru tunangan, belum ada rencana nikah dalam waktu dekat” Bu Hani tampak mengangguk pelan, seolah menyiratkan bahwa Ia paham dengan maksud Dirga barusan.
“Ya udah saya duluan ya” pamitnya kemudian lalu meninggalkan Dirga dan Dara.
“Udah ?” Dara mendongak sebentar, lalu mengecek kembali belanjaannya. Sampai Ia rasa sudah cukup, keduanya pun berjalan menuju kasir untuk membayar belanjaan.
Sesederhana ini, Dirga kini benar-benar yakin untuk melangkah lebih jauh bersama Dara.◻◻◻
“SAMPAAIIII!”
Dirga memekik girang sendiri tepat ketika mobilnya berhenti didepan rumah Dara, seolah akhirnya sampai setelah perjalanan yang jauh dan melelahkan.
“Masuk aja duluan, aku yang bawa belanjaan”
“Eh mas” Dara reflek memegang lengan Dirga, membuat sang lelaki kaget karena pergerakan Dara yang tiba-tiba menyentuh dirinya. Hingga akhirnya sadar, Dara dengan cepat melepaskan tangannya yang memegang lengan Dirga.
“Kenapa ?”
“M-makan malam sama aku aja ya ? ada pakaian Noel sama Papa kalau mas mau mandi ?” Dara sudah memikirkan matang-matang hanya itu menawarkan penawaran kecil itu pada Dirga. Dia sudah memikirkan kosekuensinya, mulai dari Dirga yang akan kepedeaan, sampai Dirga yang pasti akan semakin menempel pada dirinya.
Yang ditawarkan mengulas senyum lebar, “Iya, sana masuk, nanti aku yang bawa semua ini”
“eh aku bawa yang ini aja” Dara dengan gerakan cepat mengambil kantong belanjaan yang tidak terlalu besar. Lalu berjalan keluar mobil dan akhirnya membuka kunci rumah. Diikuti Dirga dari belakang yang menenteng kresek besar hasil belanjaan Dara.
Dirga ikut masuk kedalam rumah itu, berjalan menuju dapur lalu meletakkan belanjaan dilantai dengan pantry dapur.
“Mas” Dirga menoleh, mendapati Dara membawa pakaian dan handuk padanya, “ini, mas mandi aja, aku juga mau mandi –sama kalau mau ganti baju dikamar itu aja ya” lanjut Dara lalu menunjuk salah satu kamar yang berhadapan dengan kamarnya.
“Iya” sahut Dirga singkat, Dara pun melempar senyum pada tunangannya itu. Hendak membalikkan badan, Dirga menahan pergelanganya, lalu membawa Dara dengan cepat kedalam pelukannya.
“Sebentar aja, mas capek” ucap Dirga lebih dulu sebelum gadis yang berada dalam pelukannya ini melayangkan protes.
Dara kembali mengulas senyum, ternyata rasa berada dalam pelukan Dirga masih sama, masih nyaman seperti dulu, bahkan lebih. Dulu Ia tidak pernah sebebas ini masuk dalam pelukan Dirga, dulu dia selalu takut. Namun sekarang, sudah tidak ada yang perlu Ia takutkan lagi. Dekapan ini milik dirinya sekarang.
“Mas ?” Dara melepas pelukannya, menatap sang tunangan yang tampak kesal karena pelukan itu dilepas.
“Pengajuan maksud bu Hani tadi apa ?” oh, masih penasaran ternyata, batin Dirga. Ia lantas ikut melepas pelukan lalu menumpu telapak tangannya pada meja pantry.
“Pengajuan izin kawin”
“harus ?”
“kalau nikah sama polisi ya harus gitu”
“apa-apa aja syaratnya ?” tanya Dara lagi, Ia masih sangat penasaran dengan Pengajuan yang dimaksud bu Hani tadi.
“Surat permohonan pengajuan, surat persetujuan orang tua, surat N1, surat N2, surat N4, surat kesanggupan, surat keterangan dokter, keterangan perjabat personel, SKCK – ”
“Banyak banget” keluh Dara bahkan sebelum Dirga selesai menyebutkan semua persyaratan yang Dara tanyakan, “N1 sampe N4 itu apa lagi ?” kesalnya
“kenapa ? engga sanggup ?” tanya Dirga jahil.
“Ya sanggup lah”
“Oh, udah siap nikah dong sama mas ?” Dara menepuk jidatnya ketika sadar bahwa dirinya salah berbicara. Ia terlalu larut dalam rasa ingin tahunya hingga tidak sadar sampai mana percakapan dirinya dan Dirga. “diem artinya udah siap”
“Tauk ah! Aku mau mandi” dengan cepat Dara ingin ngacir kembali kekamar, menghindari candaan Dirga yang mungkin tidak akan berkesudahan. Dan sebelum Dara benar-benar jauh, Dirga kembali mengejarnya dan kembali menahan pergelangannya.
“Mas!?”
“Stt! Nanti digrebek” Dirga meletakkan telunjuk dibibir Dara.
“APAAN!?” dengan cepat Dirga membekap mulut Dara layaknya seorang penculik, lalu membuka bekapannya kembali.
“Kenapa sih mas!?” Dirga memeluk Dara dari belakang, menempatkan kepalanya dibahu kiri Dara lalu berbisik.
“Kalau udah siap bilang, kita langsung pengajuan”
“DIEM LO!”Tbc
Aduh dirga udah ga sabar banget mau nikah, sabar bang, sabar yaaa
Niatnya mau up cepet, tapi aku ada kelas malam ini. Jadi jadwal aku kuliah tu jam 18:30, nah dosennya bilang jam 19:30 baru mulai karena beliau masih ada kegiatan. Alhasil jam 8 kurang baru mulai, jadi sebentar doang hahaah
Kasian sih beliau cape banget
Kalian jaga kesehatan terus yaa, sehat selalu❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Goes On [✔]
General Fiction❝𝐟𝐭. 𝐊𝐢𝐦 𝐃𝐨𝐲𝐨𝐮𝐧𝐠❞ Setelah hari kelulusannya waktu itu, Dara pikir dirinya tidak akan bertemu lagi dengan lelaki yang pernah mengisi sekaligus menorehkan luka di relung hatinya, Dirgantara. Namun ternyata Dara salah besar, Ia malah kembal...