05. Terapi

43 13 2
                                    

Bulir keringat telah berjatuhan dari pelipis Jaiden, dalam keadaan setengah sadar Jaiden memegang erat bahu David dan Regan ketika merasa sebentar lagi ia akan tumbang.

Rumah yang nampak indah dari luar ternyata memiliki sisi menakutkan bagi Jaiden. Ruangan ini tidak sepenuhnya gelap, bisa dibilang hanya remang-remang, tetapi siapa sangka dengan cahaya minim seperti itu membuat Jaiden ketakutan setengah mati.

"Coba rileks. Kamu masih berada ditahap awal, tidak masalah kalau kamu merasakan tekanan hebat." Regan terus memperhatikan Jaiden dari samping, pemuda itu sebentar lagi akan memuntahkan isi perutnya.

"Wowowow! Man! Jangan muntah di jaket gue. Ini masih baru," peringat David antisipasi. Cukup bahunya saja yang menjadi korban kekerasan.

Mendengar itu sontak Jaiden menarik rambut David. Danny hanya terdiam menatap mereka, ia lebih memilih berdiri di samping perawat daripada jadi korban amukan Jaiden.

"Aaa! Rambut gue!" Teriak David heboh.

"Lebay lu!" Sungut Jaiden menyempatkan diri.

"Benar kata Mak-nya, David emang lebay," imbuh Danny tertawa keras.

"Sialan!"

"Kamu siap masuk ke dalam?" Tanya Regan memastikan, "di dalam lebih gelap, kalau kamu belum siap mungkin kita lebih memfokuskan kamu untuk mempelajari teknik relaksasi dulu."

"Tetap masuk, aku mau sembuh!" Tekad Jaiden.

Regan mengikuti keinginan Jaiden, ia salut karena dari awal Jaiden-lah yang meminta lebih dulu setelah membaca beberapa artikel tentang bagaimana cara menyembuhkan phobia terhadap gelap.

Jaiden telah menginjakkan kakinya menuju ruangan kedua. Ternyata benar ruangan ini lebih gelap, Jaiden telah duduk menunggu Regan memberikan sebuah kacamata ber-frame khusus. Layar LCD telah menampakkan beberapa gambar gelap, seperti gudang, jalan setapak tengah hutan, dan sebagainya.

"Kasian juga liat Jaiden kek gitu," tutur Danny pelan, sedangkan David hanya mengangguk seraya mengingat kembali bagaimana bunda Jaiden memberikan penjelasan tentang surai perak Jaiden.

Terlihat punggung selebar berkisar 47cm itu itu bergetar dan basah. Tak bisa Danny pungkiri kalau ruangan ini cukup menyeramkan. Namun, Regan telah menjelaskan bahwa rumah ini memang sudah menjadi tempat untuk tetapi paparan, ntah itu takut gelap ataupun ketinggian.

Tiba-tiba Danny berteriak kencang saat melihat ada kecoa yang masuk ke dalam sepatunya. Karena sudah terbiasa Danny menendang udara dan membuat sepatunya terlempar.

"Hiyaaa." Jiwa julit David telah bangun, ia mengikuti gerakan Danny tadi. Dengan baik hati David pergi mengambilkan sepatu Danny yang tergeletak tepat di samping Jaiden.

"Pantesan kecoa masuk dalam sepatu lo. Orang nih sepatu bau kayak tong sampah, gak pernah cuci kaos kaki lo yah?!" Rundung David melemparkan sepatu itu kembali pada sang pemilik.

Bukannya menangkap dengan tepat, sepatu itu lebih memilih mendarat tepat di bawah pusar Danny hingga membuat Danny dan beberapa perawat yang ikut meringis melihatnya.

Jaiden yang semula fokus ini ikut tertawa mendengar tawa receh nan melengking dari David. "Gue lagi gagal fokus, Sat!" Geram Jaiden menyosor kepala David.

"Tidak apa, setidaknya kamu menjadi tidak tegang lagi. Itulah alasan kenapa Abang menganjurkan kamu membawa teman," seru Regan dari belakang sedikit terkekeh melirik Danny meringis kesakitan.

"David sialan! Mati lo!" Sumpah serampah Danny.

"Muka Danny sampe merah." Tawa David masih terdengar, bahkan ia terlihat sangat puas.

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang