02. Lampu Hijau

55 19 0
                                    

Seperti yang dikatakannya kemarin, gadis gila super aktif ini benar-benar kembali dengan membawa sebuah tentengan di tangannya. Bahkan ditatap tajam pun gadis itu tetap acuh melainkan tersenyum manis membuat matanya melengkung membuat eye smile.

Ruangan yang semula sunyi senyap ini kini berganti menjadi tempat heboh layaknya tempat konser bercampur debat. Nafeesha, gadis itu dari tadi tidak berhenti berbicara. Bahkan Jaiden menatapnya jijik karena ada hujan mendadak yang keluar dari mulutnya pun tidak dia indahkan.

Sekarang telah beralih, cerita panjang lebar Nafeesha berganti menjadi rengekan akibat Jaiden yang tidak ingin membuka mulut. Tangannya sudah pegal berada di udara.

"Cobain dulu!! Ini enak tau!!"

"Kita itu istimewa, lo lihat Gue. Gue bisa memasak cake dengan ruangan gelap, hebat kan."

Jaiden masih menatapnya datar, dari tadi juga seperti itu. Jaiden tidak mengeluarkan ekspresi kecuali ada iler lagi menerpa wajahnya.

"Makanya lo juga harus manfaatin phobia ini, buat suatu bermanfaat kek seperti karya inspiratif buat orang takut gelap. Biar mereka ada usaha buat sembuh."

Baiklah, pujian terhadap dirinya sendiri telah berubah menjadi nasihat untuk Jaiden.

"Nih makan, buka mulut coba! Aaaaa...."

"Ck! Ihh lo abis malam lem ya?" Kesal Nafeesha mencak-mencak tidak jelas. Sesekali dia membenarkan kacamata hitam yang di pakainya, mampir ke ruangan Jaiden jelas membutuhkan persiapan mantap, bahkan jika digeledah tas Nafeesha hanya berisi dompet, kunci mobil, dan beberapa bungkus obat untuk mengatasi rasa pusing, mual, dan ruam pada kulitnya akibat terpapar sinar cahaya.

"Gue gak lapar," terang Jaiden menolak secara tidak langsung.

"Setidaknya lo hargai masakan gue." Kini Nafeesha mencebikkan bibirnya lalu menunduk sedih, harap-harap Jaiden luluh dan mencoba cake buatannya.

"Emang gue ada minta dibikinin?"

Nafeesha menggenggam polos. "Tapi gue sengaja buat sebagai tanda pertemanan kita."

"Gue gak mau jadi teman lo!!"

Nafeesha menatap Jaiden kesal, giginya saling menindis di dalam sana menandakan keseriusan Nafeesha. Tangannya terkepal kuat kini beralih mengacak tasnya mencari beberapa butir obat, perutnya mulai mual. Dan itu semua tidak lepas dari perhatian Jaiden.

"Balik sana!!"

"Lo hobi banget sih ngusir gue!!" Ketus Nafeesha menatap Jaiden nyalang.

"Bukan ngusir gue cuma kasihan sama lo, ruangan gue terang banget sedangkan lo gak bisa terlalu lama di bawah sinar 'kan?"

"Lo beneran gak mau makan ini?" Bukannya menjawab Nafeesha malah balik bertanya membuat Jaiden mengacak rambutnya frustasi.

"Gak!" Putus Jaiden cepat.

"Oke, buang aja kalo gitu." Nafeesha berdiri mendekati tong sampah di pojok ruangan.

Saat kue tersebut hampir jatuh Jaiden tiba-tiba berdiri di sampingnya, menahan tangan Nafeesha begitu cepat.

"Gue kenyang."

"Yaudah kalau gitu buang aja." Nafeesha kembali memiringkan piring, namun kembali ditahan oleh Jaiden.

"Simpan di kulkas!!"

Nafeesha mengerutkan keningnya bingung. "Katanya gak mau makan."

"Iya, karena gue kenyang," balas Jaiden.

"Berarti lo makan ini nanti kalau lapar, gitu dong. Lo mah buat gue kecewa dulu," sarkas Nafeesha membuka kulkas Jaiden.

"Jay, gue simpan di mana? Kulkas lo penuh," tanya Nafeesha kebingungan.

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang