David dan Danny saling menatap sambil tertawa sumbang. Pemuda berwajah bantal itu mulai garuk kepala dan menggeleng pelan.
"Nggak mungkin lagi 'kan?" Tanyanya masih tertawa sumbang.
"Nggak, Jaiden tau waktu," jawab Danny ragu.
"Bang Jaiden ada gak?"
"Gak ada, Just. Jaiden gak bareng kami, mungkin masih belajar. Ntar gue telepon partner Jaiden dulu." Danny mematikan panggilan sepihak.
"Lo punya nomor telepon si sampah?" David menggeleng sebagai jawaban.
"Tunggu, kayaknya Kak Sagara pernah kirim email berisi biodata June. Gue cek dulu, mungkin ada nope," ucap Danny membuka handphone.
Sementara Danny mencari, David mencoba menghubungi telepon teman kelasnya yang cukup pintar. Mencoba tidak ada salahnya, bukan? Tidak mendapat titik terang, akhirnya ia mencoba menghubungi Nafeesha dan berharap cemas Jaiden ada bersama Nafeesha.
Sayang, David merasa orang-orang enggan mengangkat telepon darinya. Nafeesha juga begitu, ponselnya berdering tetapi ia tidak mengangkatnya.
"Gue curiga, mereka berdua menghabiskan malam sama-sama. Gak ada yang ngangkat telepon gue, njir!" Gerutu David.
"Jaiden anak baik, gak mungkinlah. Lo kalau ngomong suka ngadi-ngadi," decak Danny, "coba gue telepon June ya."
"Lama banget sih!"
"Halo."
"Lo masih belajar sama Jaiden?" Tanya Danny to the point.
June tidak menjawab, malah terdiam beberapa saat. Hal tersebut membuat David curigaan sendiri.
"Gue tanya Jaiden ada sama lo?" Ulang Danny emosi.
"Lo tau jam berapa sekarang?"
"Kurang lima belas menit jam 10," jawab David.
"Kalau gitu ngapain telepon malam-malam, anying! Lagi tidur gue, terakhir ketemu Jaiden setelah pulang kampus. Itu juga dia cuma nyapa!" marah June.
Setelah memberi penjelasan, June memutuskan panggilan. Sudah tertebak juga karena suara June tampak serak, mendadak Danny menjadi tidak enak karena mengganggu jam tidur seseorang.
"Nafeesha masih belum ngangkat telepon gue, mungkin udah tidur juga," kata David.
"Persetan dengan tangan gue, ayo cari Jaiden!" Danny mencabut paksa impus yang menancap di lengannya.
"Biar gue aja, lo lagi sakit!" David coba menahan.
"Udah sembuh, buruan! Gak beres kalau Jaiden pulang malam, jelas-jelas dia belum sembuh total!" Danny menarik lengan David menggunakan dua tangan segera. Kalau pakai satu tangan mana bisa, malahan David malah mengejek.
Setelah melewati bodyguard depan pintu, kini tujuan mereka adalah ke rumah Nafeesha. Tidak peduli mereka bertamu malam hari, keberadaan Jaiden hal utama. Bagi David kalau Jaiden hilang maka nilainya juga bakal hilang.
Selama ini Jaiden selalu membantu mereka dalam mengerjakan soal, karena itu nilai mereka cukup tinggi. Walau sejujurnya mereka juga pintar, cuma malas mikir aja.
Sesuai dugaan, Nafeesha sudah tidur. Tadinya mereka ingin segera pamit dan mencari Jaiden ke tempat lain, tetapi Nafeesha sudah dibangunkan lebih dulu oleh Arlin. Jadilah Nafeesha ikut panik dan meminta untuk ikut mencari. Danny juga mencoba menghubungi Justin lagi, hasilnya pun tetap sama. Jaiden belum pulang.
"Bunda panik," lapor Danny.
"Jangankan bunda, gue aja panik," imbuh Nafeesha.
"Kita sebenarnya mau kemana ini?!" Kesal David karena otaknya mendadak buntu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange
Teen FictionJaiden adalah seorang yang sangat membenci kegelapan akibat suatu trauma. Namun sebaliknya, Nafeesha adalah seorang gadis pecinta gelap, ia tidak bisa berada di bawah secercah cahaya sedikitpun. Suatu idapan terbalik menyatukan cemistri mereka. Jaid...