"Kenapa kita belajar di belakang? Di sini minim cahaya, gak baik buat penglihatan dan juga mengganggu proses kerja otak," ucap Jaiden bingung.
"Lo bisa diam gak, gue minta diajarin jadi serah gue dong mau belajar di mana," sosor Travis geram.
Jaiden terdiam, meskipun sudah tidak separah dulu tetap saja jantung Jaiden berdetak kencang. Jaiden tidak tau apa alasan Travis menutup gorden, membuat ruangan ini semakin gelap. Peluh keringat membasahi pelipis Jaiden, bahkan Jaiden sudah menyampingkan poninya agar tidak gerah.
"Buruan duduk. Jelasin secara singkat, usahakan selesai setelah lima belas menit. Paham 'kan," seru Travis.
Lagi lagi Jaiden mengangguk paham dan ikut duduk di samping Travis. Jaiden sedikit menyipitkan matanya agar dapat melihat jelas pada halaman berapa ia harus jelaskan.
Tiga menit sudah berlalu, selama penjelasan Jaiden tidak berhenti mengontrol diri untuk tidak bergetar, tangan Jaiden pun basah karena keringat. Travis kerap kali melirik ke samping dan diam-diam memancarkan senyum kemenangan.
"Yang jelas, lo kenapa sih? Perpustakaan punya AC tapi kenapa lo keringatan!" Maki Travis.
"Karena manusia Half Angel duduk bersebelahan dengan titisan Lucifer kayak lo," jawab seseorang menyibakkan jendela. Jaiden sedikit bernapas lega, akhirnya ia bisa melihat cahaya.
"Tchh ... Manusia setengah malaikat maut yang benar!" Travis mengepalkan tangannya kesal.
"Baru bangun tidur lagi lo?" Tanya Jaiden menatap wajah bantal David.
"Hehe, udah jelas." Senyum cerah bagai sinar matahari David pancarkan, "Sorry, Bro. Gue telat." David merangkul pundak Jaiden ala Brothers. David membalikkan tubuh Jaiden dan menariknya keluar.
"Woi mau kemana lo, dia belum selesai ngajarin gue!" Teriak Travis, sepertinya ia lupa kalau ini adalab perusahaan.
"Lo pintar, lo bisa belajar sendiri, Sat!" Pungkas David menatap Travis tajam.
Sesaat Travis terdiam menatap punggung lebar dari Davide Brivio. Cowok berkepribadian imut itu jika sudah serius marah terlihat menyeramkan juga. Travis berdehem sebentar untuk mengembalikan kesadarannya.
"Tuh anak pake ilmu sirih kali ya, gue sampe kaku gini." Travis menggertakkan gigi dan kembali menatap ke arah perginya Jaiden penuh dendam.
"Awas lo!"
Travis mengambil bukunya kasar dan berjalan keluar dengan gaya cool, itu sudah biasa. Bagi Travis seorang yang melihat selama 5 detik berarti fans, begitulah dia, selalu kepedean. Travis tidak pernah melihat seorang pun menatap dirinya sini kecuali cewek tadi. Tetap saja Travis tidak ingin ambil pusing, cukup menghancurkan pesaingnya hanya itu tugas Travis.
Saat membuka pintu Travis berhenti sejenak lalu membungkuk untuk memberikan hormat pada salah satu dosennya, Sagara. Untuk Dosen yang satu ini sangatlah muda, ia tidak ingin dipanggil dengan embel-embel Pak, cukup panggil Kak saja.
"Kebetulan saya ketemu kamu."
"Ada apa?" Tanya Travis.
"Ada kabar burung kalau kamu dipanggil ke ruang Rektor," lanjut Sagara.
"Kapan Kak?"
"Kamu ada kelas jam 9?" Travis mengangguk sebagai jawaban.
"Yaudah nanti aja, saya cuma bilang kabar burung. Belum ada panggilan pasti."
"Kalau gitu saya pamit masuk kelas, Kak. Permisi."
–Orange–
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange
أدب المراهقينJaiden adalah seorang yang sangat membenci kegelapan akibat suatu trauma. Namun sebaliknya, Nafeesha adalah seorang gadis pecinta gelap, ia tidak bisa berada di bawah secercah cahaya sedikitpun. Suatu idapan terbalik menyatukan cemistri mereka. Jaid...