Ternyata di depan pintu sudah ada Danny, David, June, dan Nafeesha berdiri harap cemas menantikan Jaiden keluar. Sepatutnya tidak ada yang perlu dicemaskan, Jaiden bisa mengurus diri. Menunggu cerita Jaiden adalah keinginan mereka.
Mereka semua sangat penasaran akan apa saja yang Jaiden katakan di dalam sana, sebetulnya apa yang terjadi. Mereka ingin kejelasan. Seperti cewek dighosting saja.
"Tuyul! Ngapain lo berdiri depan pintu. Gue kaget, anjir!" Umpat Jaiden tersentak kaget saat mendapati Danny menunduk tepat depan pintu.
Sementara Jaiden mengomel, Danny mencebikkan bibirnya kesal. Ia tau ia pendek, tapi tidak harus dikatai tuyul juga kali. Padahal cuma beda beberapa centimeter meter saja, namun jika dilihat lagi memang Danny terlihat sangat mungil di antara mereka semua.
"Emang muka gue modelan pencuri gitu? Kemaren David ngatain babi, sekarang lo ngatain tuyul. Besok sekalian katain gue bandar dukun!" Cerocos Danny.
"Sorry, mulut gue typo." Jaiden menaikkan alisnya menggoda.
"Kasian juga lo, Bang," timpal Nafeesha bersedekap dada.
"Bisa gak, gak usah bahas tinggi badan? Sensi nih gue," amuk Danny.
"Lo yang merasa aja padahal," imbuh David.
"Kalian ngapain ke sini?" Tanya Jaiden kemudian.
"Nungguin lo, takut lo diapa-apain di dalam sana," balas Nafeesha.
"Haha ... Ngga kok, cuma bagi keterangan biasa aja," ucap Jaiden santai, matanya menatap June yang berdiri paling belakang sembari memainkan kunci motornya.
"Lo nungguin gue juga?" Tanya Jaiden ragu.
Seperti biasa, June hanya terdiam dan menjawab menggunakan gestur tubuh. "Disuruh kesini juga, gue masuk setelah lo keluar," jawab June datar.
"Ngapain nggak masuk kalau gitu?"
"Eh bahlul! Gimana orang mau masuk kalau lo sendiri masih di depan pintu!" Teriak David.
Tersadar akan posisinya Jaiden mengelus tengkuku. "Ohh iya, lupa."
Barulah setelah Jaiden menyingkir June masuk dengan gaya cool dan tatapan tajamnya. Jaiden sudah menebak alasan June ikut dipanggil untuk interogasi itu sama dengannya.
"Lo ditanya apa aja di dalam sana, mereka ada bahas malam itu gak?" Tanya David berbisik.
"Jangan bahas di sini," tangkas Jaiden, "ke perpus aja ayok."
"Gak mau ah, ntar lo ngajakin belajar lagi," tolak David mentah-mentah.
"Jiwa malasnya udah mendarah daging," cibir Nafeesha.
"The real anak gak berguna," cemooh Danny menepuk kepala David meski harus berjinjit. Tak marah, David hanya menyunggingkan senyum lebar seperti biasa.
Sebab kemalasan David, Danny harus menyeret David menunju perpustakaan. Hal tersebut berhasil menarik perhatian orang sekitar, termasuk Travis, Sam, dan Mahesa.
"Heran kok Jaiden mau temanan sama anak absurd kek mereka sih," bisik Mahesa.
"Buat pansos lah, itulah kenapa mereka kepilih jadi ketua organisasi. Padahal mah, nggak bertanggung jawab," cibir Travis.
"Biarkan orang tertawa mencaci juga menghina, ku akan terus kan terbang mengapai bintang." David mulai mengeluarkan suara uniknya setelah tidak sengaja mendengar percakapan keduanya.
"Dih apaan sih lo!" sungut Sam.
"Disindir siapa? Yang marah siapa? Situ waras?" Balas David sewot, meski memiliki hubungan keluarga mereka tidak bisa akur seperti lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange
Teen FictionJaiden adalah seorang yang sangat membenci kegelapan akibat suatu trauma. Namun sebaliknya, Nafeesha adalah seorang gadis pecinta gelap, ia tidak bisa berada di bawah secercah cahaya sedikitpun. Suatu idapan terbalik menyatukan cemistri mereka. Jaid...