23. Karena Sampah

15 5 0
                                    

"Halah paling sama Nafeesha," ucap keduanya bersamaan lagi.

"IHH NGAPAIN LO IKUTIN GUE!" lagi-lagi ngomong bersamaan.

Maklum, persahabatan yang terjalin oleh mereka bertiga memang sangat erat, tak heran jika mereka memiliki selera yang sama. Hanya saja memiliki kekurangan masing-masing, Danny pendek, David tukang tidur, dan Jaiden takut gelap.

Danny dan David memalingkan wajah ke arah berlawanan secara bersamaan pula, hal tersebut berhasil mengubah raut wajah datar June menjadi bingung sekaligus jijik. Rasanya aneh jika melihat dua orang pria melakukan hal bersama.

"Emang mereka udah baikan?" Lagi, lagi, dan lagi. Danny dan David berbicara sendiri, namun di waktu yang sama.

Sontak June merasa getaran dalam perutnya, ia merasa tidak enak melihat pemandangan di depannya. Beda lagi kalau cowok dan cewek ketika berbicara bersamaan, sudah pasti mereka akan dijodohkan oleh teman sekitar.

"HEH!"

"Gue ngomong duluan!" Peringat Danny.

"Itu udah ngomong," decak David.

"Jaiden beneran gak datang?" Tanya Danny pada June.

"Hmm ... Gue telepon datanya gak nyala," jawab June malas.

"Coba telepon biasa, lo orang kaya. Pasti punya pulsa," sosor David.

"Sabar, Anjeng!" Gertak Danny menghentikan David memukul bahunya terus.

"Gak aktif, tumben Jaiden kayak gini," gumam Danny.

"Babi! Kok gue mendadak khawatir," ucap David membeberkan perasaannya.

Danny mengeram menahan amarah. "Berhenti panggil gue babi, Bangsat!"

"Santai elah." David memanyunkan bibirnya seraya menggerutu.

"Mau ngomong apa?" Tanya June malas.

"Nih si Danny mau ngomong." David sengaja mendorong Danny hingga mendekati June.

"Nanti, gue mau cari Jaiden dulu," alibi Danny lalu berlari meninggalkan David.

"Shit! Gue duluan." David pamit seraya bergaya sok cool.

"Buang waktu!" Kata June kesal menatap punggung David tajam, ia iri karena David punya tubuh yang bagus.

Danny menggerutu tidak jelas dalam kamar mandi, berulangkali ia mencuci tangannya karena tadi sempat menyentuh June sedikit. Danny harap cemas terhadap kondisinya esok hari, ia tidak mau jatuh sakit. Ahh ... Dasar lebay.

Tidak peduli akan si koala mencarinya, Danny berjalan mengelilingi kampus, itung-itung mencari Jaiden. Kalau tidak dapat, setidaknya dia harus bertemu Nafeesha, mungkin saja Nafeesha sempat melihat Jaiden.

Pemuda pendek itu masih berusaha menelpon Jaiden, tadi Danny sempat ke parkiran dan dia masih melihat mobil Jaiden terparkir di sana. Jadi simpulkan saja bahwa Jaiden masih berada di kampus, tapi belum diketahui keberadaannya.

Kayak setan saja, pikir Danny.

"Kak Danny," sapa Dami.

Mengenal suara lembut tersebut, Danny segera berbalik. "Lihat Jaiden gak?"

"Tadi sempat gue liat Jaiden bareng cowok SMA yang biasa minta diajarin," pikir Dami.

"Travis maksud lo?" Danny menjadi panik, ia tau betul kendati Travis jika kalah.

"Mungkin, soalnya gue gak tau namanya siapa," jawab Dami cengengesan.

"Kalau gitu lo lihat mereka di mana?"

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang