Arthur berbalik dan mengedarkan pandangannya mencari suara familiar yang memanggilnya. Senyum tipis terukir di bibir Arthur, di sana seorang gadis tengah melambaikan tangan. Kening Arthur berkedut melihat pemuda asing baginya mengikuti Nafeesha dari belakang.
"Kok bisa sampe ke fakultas ekonomi?" Arthur sudah menerka pertanyaan Nafeesha sedari tadi, tentu sudah jelas dengan kehadirannya.
"Gedung musik kebakaran, demi keamanan mahasiswa dioper ke gedung ekonomi untuk sementara," jawab Arthur masih bernada datar.
"Kebakaran?! Lo gakpapa 'kan?" Tanya Nafeesha semakin memperkecil jarak mereka. Ia mengitari tubuh Arthur untuk mengecek keadaan pemuda berparas dingin itu.
"Hmm ... I'm okay," balas Arthur kemudian.
"Tadi sempat lari gak? Kaki lo baik? Beneran gak apa-apa 'kan?" Tukas Nafeesha memberikan pertanyaan berbondong-bondong.
"Sempat lari." Arthur berkata jujur.
"Kaki lo gimana?" Tanya Nafeesha khawatir.
"Ngilu." Pernyataan singkat yang berhasil meraih rasa simpati Nafeesha.
Gadis berparas bule itu segera menarik Arthur dan mendudukkan pemuda dingin tersebut pada bangku yang tidak jauh dari posisi mereka.
"Kalau begitu lo harus duduk banyak, jangan tumpuin kaki lo terlalu lama kalau ngilu. Kita gak tau apa yang terjadi di dalam," papar Nafeesha menatap kaki Arthur sendu.
"Udah biasa, gak apa-apa, Sha," seru Arthur.
"Lo kenapa langganan sama luka sih? Kenapa lo suka terluka! Coba hati-hati dikit, kalau sakit siapa yang susah? Lo juga 'kan," oceh Nafeesha.
"Iya, nggak lagi deh," ucap Arthur pasrah.
"Bener yah! Ini terakhir kalinya gue dengar lo ngeluh. Kalau sampai lo dapat luka lagi, gue gak mau ngomong sama lo!" Ancam Nafeesha.
"Iya." Jawaban singkat namun berhasil membuat Nafeesha lega.
Saat berbalik, Nafeesha dikagetkan dengan keberadaan Jaiden di belakang. Terlalu banyak mengoceh ia sampai lupa dengan Jaiden.
"Nafeesha bodoh!" Runtuk Nafeesha memukul kepalanya.
"Ohh iya Jaiden, dia ini Arthur, mahasiswa Universitas YG Treasure. Teman gue juga." Nafeesha mulai memperkenalkan keduanya.
Jaiden manggut-manggut paham dan menebarkan senyuman. "Gue Jaiden, mahasiswa jurusan ekonomi semester tiga."
Arthur membalas uluran tangan Jaiden dan ikut tersenyum tipis. "Arthur."
"Arthur ingat ucapan gue yah, gue gak pernah bercanda. Jadi camkan itu baik-baik!" Peringat Nafeesha menunjuk Arthur seraya memberikan tatapan mengintimidasi.
"Gue usahain," gumam Arthur. Nafeesha tidak dapat mendengarnya, tetapi ia bisa melihat Arthur mengangguk.
"Anak pintar. Lo jangan pergi kemanapun dulu sampai kaki lo berhenti ngilu, jangan ngeyel kalau dibilangin, nurut aja." Nafeesha menepuk kepala Arthur dua kali.
"Jaiden ayo," ajak Nafeesha kemudian.
"Kita duluan," pamit Jaiden berbalik menatap Arthur.
"Nafeesha sekarang udah punya banyak teman yah," celetuk Jaiden disela-sela jalannya mereka.
"He'em, gue udah punya banyak teman sekarang. Mimpi gue udah jadi kenyataan." Nafeesha tersenyum lega.
Jaiden mengalihkan pandangan, hatinya menghangat tiap kali melihat Nafeesha tersenyum seperti itu. "Syukurlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange
Teen FictionJaiden adalah seorang yang sangat membenci kegelapan akibat suatu trauma. Namun sebaliknya, Nafeesha adalah seorang gadis pecinta gelap, ia tidak bisa berada di bawah secercah cahaya sedikitpun. Suatu idapan terbalik menyatukan cemistri mereka. Jaid...