25. Hanya Sementara

22 8 1
                                    

Nafeesha berjalan lesu memasuki kelas, kantung matanya terlihat jelas. Tentu saja, semalaman ia terus menemani Jaiden yang masih setia menutup mata. Bahkan ketika Anisa menyuruh Nafeesha tidur, ia tetap kekeuh untuk menjaga Jaiden. Nafeesha berada di sini adalah berkat ucapan Danny memperingatkan bahwa seorang maba tidak bisa memiliki absen.

Mengambil kursi belakang merupakan pilihan terbaik, Nafeesha bisa saja tertidur saat kelas berlangsung. Dami, Lisa, dan Mawar segera menghampiri gadis berambut pirang itu.

"Tidur lo?" Tanya Mawar menjentikkan jarinya di depan wajah Nafeesha.

"Nggak, cuma tutup mata," jawab Nafeesha meraba meja lalu menyeruput kopi yang tadi sempat ia beli.

"Gue sengaja sisain tempat buat lo, lo malah ambil kursi lain," ucap Lisa cemberut.

"Lagian lo sok-sokan marah sama gue," cibir Dami. Lisa hanya mencebikkan bibirnya, pokoknya dia merajuk pada pemuda bersuara lembut itu.

"Diem ya, gue mau tidur bentar, jangan lupa dibangunin kalau profesor masuk," pesan Nafeesha dan langsung ambruk di atas meja.

"Yaudah, kita balik aja," cakap Dami berdiri dan kembali ke tempat duduknya, begitu pula dengan mawar mengikuti Dami.

Sedangkan, Lisa– ia malah mengambil tasnya lalu kembali ke belakang mengambil posisi samping Nafeesha. Lisa berjalan angkuh melewati Dami serta membuang muka. Melihat itu, Dami hanya menghela napas gusar.

Di sisi lain, Danny datang sembari menyeret David dari kerah baju menggunakan dua tangan. Danny tadinya ingin mengizinkan David sebab menjaga Jaiden bersama Nafeesha semalaman, melihat tangannya masih terbalut perban Danny berpikir ulang. Seseorang harus menulis materi hari ini.

"Sesak napas hayati," keluh David meraba lehernya.

"Kalau gak ditarik kayak kerbau lo mana mau," pungkas Danny ketus.

David mengedarkan pandangan, menatap sekeliling dengan raut wajah bingung. "Btw, anak-anak biasa aja. Mereka gak tau masalah semalam?"

"Lebih baik mereka gak tau, kalau iya Jaiden bakal kena masalah," ujar Danny, "dan lo sebaiknya jangan ribut, cukup berpura-pura gak terjadi apa-apa."

"Emang apa yang terjadi semalam?"

Danny menendang pantat David begitu keras, lalu menyikut perut pemuda itu. "Di depan orang-orang, goblok. Depan gue mah gak usah!" teriak Danny emosi.

"Loh ... Aku siapa? Kamu juga siapa?" ucap David.

"Susah emang ngomong sama orang gila," sesal Danny berjalan melewati David.

"DANNY! LO TEGA NINGGALIN GUE SETELAH SEMUA HAL YANG LO LAKUIN?! PANTAT GUE SAKIT! MANA SEMALAM LO MAIN KASAR, NAIKIN GUE ..." David meringsut takut saat Danny berbalik dan menghentakkan kakinya keras ke permukaan bumi, serta raut wajah yang menakutkan.

"Pas turun dari pagar," cicit David menatap Danny dari bawah.

Danny mengusap wajahnya menggunakan lengan, begini jadinya kalau Jaiden meninggalkan dia hanya bersama seorang David. Anak yang tidak pernah benar. Semua orang menatap keduanya aneh, bahkan mulai berbisik.

"DAVID!"

"Yes, Sir!" Jawab David spontan.

Danny mengeram menahan amarah, ia mencoba menangkan diri menghadapi manusia random di depannya, mencoba sabar seperti Jaiden, dan mencoba mengembalikan David dalam mode serius.

"Mau jadi anak pintar?" Danny tersenyum paksa dan dengan polosnya David mengangguk, ia masih belum berniat untuk bangun dari pasir.

"Jangan ngomong lagi kalau gitu!" Sarkas Danny meninggalkan David lagi.

OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang