"Loh, Pah, mereka ngapain ada di sini?" tanya Raja heran sembari memasuki ruangan dan duduk di sebelah Ratu yang kebetulan kosong.
"Lagi ngantri buat sunat masal!"
"Dih gak jelas, anying," umpat Raja menatap Raden dengan aneh. Apalagi saat melihat wajah Raden yang sok berseri-seri minta dikasih tai.
"Biasa aja dong! Muk—"
Raden yang ingin balas mengatai langsung terputus saat Azura membekap mulutnya dengan tekanan yang cukup kuat, mengakibatkan Raden kesulitan untuk kembali berkicau. Andin dan Dara menahan tawa saat melihat mata Raden yang membulat dangan lebarnya. Entah karena Azura yang terlalu kasar atau karena Azura yang saat ini berada dalam jarak yang cukup dekat dengannya.
"Rasain, lo! Mulu—"
"Heh, hah, hush! Ribut mulu! Ada orang tua yang mau ngomong, nih!" Chandra berteriak heboh menghentikan ucapan Raja saat melihat Daniel yang sedari tadi membuka mulutnya hendak berbicara, namun selalu terpotong oleh keributan yang Raja dan Raden ciptakan.
"Maaf, Om, silahkan pidatonya," ucap Raden menyengir dengan bodohnya setelah terlepas dari bekapan kematian Azura. Kenapa bekapan kematian? Karena Raden bisa mati jika Azura tak segera melepaskannya. Entah karena kehabisan napas atau karena jantungnya yang terus berdetak tidak stabil, disko.
Daniel tersenyum lega melihat anak-anak muda yang ada di hadapannya sudah duduk dengan tenang dan fokus padanya. Setelah memastikan mereka akan menyimak, Daniel menatap Elisa dan menganggukkan kepalanya pelan. Elisa yang mengerti kode dari sang suami berdehem pelan sebelum melakukan perintahnya.
"Oke, untuk kalian, Tante gak tau harus mulai dari mana. Sekali lagi, kami minta maaf atas kelakuan anak kami." Elisa tersenyum sembari menundukkan kepalanya menunjukan penyesalan karena kurang memperhatikan anak-anaknya sehingga mereka melakukan hal yang merugikan orang lain.
Raja sendiri mematung di tempatnya. Terdiam menatap kosong ke depan. Bertanya-tanya apa yang membuat ibunya hingga tertunduk malu seperti itu. Raja yakin, Elisa sedang membicarakan kenakalannya, tidak mungkin Ratu. Ratu pernah berbuat nakal, dulu, karena dia ketahuan mencuri uang Raja yang selalu Raja simpan di bawah bantal. Itupun Ratu lakukan karena kesal pada Raja yang pelitnya tidak terhingga. Jadi Raja yakin, kali ini pasti Elisa sedang meminta maaf atas ulahnya. Tapi apa?
Saat sedang melamun, ekor mata Raja tak sengaja melihat kehadiran Bi Asih yang sebelumnya terhalang oleh tubuh Sunan yang sibuk membereskan buku pelajarannya. Namun saat Sunan duduk dengan tegap, terlihatlah sosok Bi Asih di sana. Raja meringis pelan, tahu apa masalah yang sedang dibahas kali ini. Kenapa dia bisa kecolongan?!
"Mah, Pah, Raja bisa jelasin," ucap Raja cepat menoleh ke arah Elisa dan Daniel yang sedang menatapnya datar.
"Oke, Papa mau tau pembelaan kamu." Daniel tersenyum tenang. Apapun pembelaan yang Raja lakukan, keputusannya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi.
"Pah, aku pernah bilang, kan, aku suka sama Andin. Pas aku mau—"
"Chandra sudah cerita tentang itu. Kamu sendiri yang lemah, denger orang mau bonyokin muka kamu aja langsung ciut, lemah." Daniel menggelengkan kepalanya, heran dengan tingkah Raja yang bak preman namun langsung mundur saat merasa wajah tampannya terancam. Bukankah sangat berlebihan?
"Pah, kok malah bela si Chandra? Dia ngancem mau nonjok Raja, loh," ucap Raja tak terima dengan ucapan ayahnya.
"Chandra salah karena sudah berbicara seenaknya. Tapi apa pantas kamu mencoba memutus hubungannya dengan Andin dengan cara yang kotor seperti ini, menjebak dia dan buat Andin salah paham? Kamu juga pakai adik kamu sendiri buat jadi bagian dari kesalahan ini. Otak kamu di mana?!" tanya Daniel dengan tegas. Yang lain hanya menyimak debat antara ayah dan anak ini. Belum saatnya untuk ikut campur.
KAMU SEDANG MEMBACA
WATER-LILY ✔
Teen Fiction"Kamu bisa menjadi laksana bunga teratai, yang tinggal di air yang kotor namun tetap mengagumkan". -Unknown (to Andin) ______________________________________________________________ Andini, sahabat kecil yang selalu dia jahili. Sahabatnya yang sel...