Chandra, Raden, dan Sunan lagi dan lagi membolos pelajaran. Mereka bertiga memang tidak sekelas dengan Andini dan kawan-kawan. Maka dari itu, mereka bebas membolos tanpa perlu takut telinga mereka akan kebas karena mendapat ceramah dari Andini dan siksaan dari guru BK karena laporan dari Dara dan Azura.
"Alhamdulillah ya, bisa bebas dari siksaan Nyai Roro," celetuk Raden yang sedang berbaring beralaskan rumput tebal yang ada di taman belakang.
Taman belakang memang terbilang sepi, jarang ada yang mau mampir ke sini. Kecuali Chandra and the gang tentunya. Siswa-siswi yang lain lebih suka singgah di taman tengah, kantin dan tempat yang lainnya.
"Bener banget, bisa abis gue kalau ketemu Nyai. Melar, melar dah nih pipi." Chandra menyambung sembari memegangi pipinya possessive.
Mereka membolos bukan tanpa alasan. Ini semua karena hari ini jadwalnya Nyai Roro yang mengajar. Beliau adalah guru Sejarah. Mengenai panggilan 'Nyai Roro', beliaulah yang meminta agar dipanggil seperti itu. Entahlah apa alasannya. Ada yang tahu, 'kah?
Chandra membolos karena takut pipinya jadi bahan siksaan oleh Nyai Roro 'aduuuh Chandra. Itu mana pipinya? Banyak-banyak makan deh biar pipinya berisi. Atau kalau enggak, biar dicubitin deh pipinya, siapa tau berisi' begitulah perkataan Nyai Roro waktu itu. Padahal menurutnya, dia terlihat seksi tanpa pipi yang berisi.
Alasan Raden? Tentu dia tidak ingin sahabatnya membolos sendirian. Enak aja lo, giliran susah ngajak gue, giliran mau seneng-seneng, nyelonong sendirian. Dasar bocah sableng!
Sunan? Tentu diseret paksa oleh Chandra dan Raden.
"Tempat ini, jadi saksi ke begoan lo, Ndra"
"Hah?! Apaan sih? Ngomong panjangan dikit ngapa, Sun."
"Kalau mau nyingkatin nama Sunan, jangan ngomong 'Sun' ngapa. 'Nan' aja. Ambigu gue," ucap Raden memberi jeda. Lalu melanjutkan perkataannya, "Maksud Sunan, di taman ini lo ngancem semua cowok yang mau nembak si Andin. Nah, pas ngancem mereka, lo keliatan banget begonya."
"Nah, gitu dong. Ngomong yang jelas, jangan asal mangap aja Sun. Eh, maksud lo bego? Apaan? " Chandra baru sadar jika kedua temannya sedang membahas kebegoannya.
"Coba inget-inget, deh"
Flashback on
Ancaman pertama
"Eh, Arya Judin! Gue denger, lo mau nembak si Neng pulang sekolah. Bener itu?!" damprat Chandra memojokkan Arya di sudut dinding yang ada di taman. Sedangkan Sunan dan Raden hanya memperhatikan keduanya sambil bersantai di kursi taman.
"I-iya. G-gue suka sama An-Andin," ucap Arya tergagap. Bagaimana tidak? Di depan wajahnya ditodongkan gunting oleh Chandra yang entah dia dapat dari mana.
"Halah, tidur masih minta ditemenin aja mau sok-sok an pacaran lo! Masih berani nih? Masih ada niat buat nembak si Andin?! "
"E-enggak kok. Gue langsung balik. Gak jadi, gak jadi," seloroh Arya menggeser tubuh Chandra dan kabur dari sana.
Ancaman kedua
"Woi, King-kong! Apa-apaan lo? Ngapain di sini? " Chandra, Raden dan Sunan memasuki taman belakang saat jam pelajaran. Tentu saja mereka semua bolos.
"Kenapa? Terserah gue dong, ini 'kan tempat umum. Bukan taman nenek moyang lo! " balas Raja tak mau kalah. Memang, Raja dan teman-temannya sedang ada di taman belakang membicarakan tentang rencana Raja untuk nembak Andin saat jam istirahat nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
WATER-LILY ✔
Teen Fiction"Kamu bisa menjadi laksana bunga teratai, yang tinggal di air yang kotor namun tetap mengagumkan". -Unknown (to Andin) ______________________________________________________________ Andini, sahabat kecil yang selalu dia jahili. Sahabatnya yang sel...