"Udahlah, Ndin. Makan aja apa yang ada. Tetap enak kok itu," bujuk Azura pada Andin.
"Hng, jadi gak ada gairah buat makan. Andin mau pakai bubuk cabe juga. Gak mau cirengnya doang. Hambar Zura ... cuma kerasa asin gurihnya aja," keluh Andini kepada teman-temannya. Saat akan meracik cireng dengan bumbu cabai, dia mendapat pesan ancaman dari Chandra, jika dia tak mau menurut, malam ini Andini tidak akan mendapat jatah makan pecel lele lagi. Andin bisa saja membeli pecel lele sendiri. Masalahnya, Andin sedang berhemat untuk membeli novel incarannya yang akan terbit bulan ini.
"Ya udah sih, kasih bumbu aja. Sekali-kali gituuu bantah perintahnya si Chandra," saran Dara.
"Bukan sekali-sekali, tapi sering kali bege! " semprot Azura. Memang, Andini ini anaknya suka semaunya. Butuh kesabaran ekstra untuk mengurus bayi lele yang manja ini.
"Kalau kali ini Andin gak nurut, nanti malem Chandra bisa nyiksa Andin, huhuhu gimana dong ...."
"Lo-nya juga. Lo gak bakal mati kalau gak makan pecel lele satu hari doang Andini Zahsyiraaaa," gemas Azura mencubit pipi Andin yang ada di hadapannya.
"Tau lo!"
"Andin sedih, Andin bimbang, aish Andin yang malang," lesu Andin menghela nafas berat.
"Ah, udahlah. Nurut apa kata calon misua."
"Saran gue sih, makan aja cireng yang dah gue kasih bumbu. Ini gak terlalu pedes kok," ucap Azura sembari tertawa pelan, menghasut Andin. Beberapa detik yang lalu, sudah ada Chandra yang sedang memperhatikan mereka dari jauh. Azura sengaja melakukannya, sekali-kali menjahili temannya ini. Andin tak melihat kehadiran Chandra karena ia membelakanginya.
"Iya, deh. Makan aja. Mubazir."
"Yeuuuu, dari tadi muter-muter. Ujung-ujungnya di makan juga tuh cireng." Dara mendumel pelan.
"Mmmmmm, enyaaak. Rasanya, seperti Anda menjadi ultramen." Reaksi berlebihan Andini saat sedang mengunyah cirengnya mbak Tuti itu.
"Hmmm, enak ya. Bagus deh, jadi gue gak perlu deh tuh repot-repot bawa pecel lele ke rumah lo. Sip, kantong gue aman." Chandra menyahut dari belakang sembari menepuk bahu Andin, dan itu sangat mengagetkan.
Uhuk-uhuk
"Hah, nga-getin banget sihh, shah. Minta minuuuum!" ucap Andin tak jelas. Tenggorokannya sakit! Dia juga terus batuk merasakan sakit di tenggorokannya.
"Nih." Andin merampas minuman yang disodorkan Chandra dan meminumnya dengan terburu-buru.
"Huuuh, lega. Tega banget sih, untung Andin gak mati keselek."
"Tau lo, anak orang nih!" cerca kedua teman Andin tak terima.
"Ya maaf, gak sengaja. Eh, Neng, pulang bareng."
"Enggak."
"Hayoloooh, si Andin ngambek. Lo sih, kerjaannya nyiksa anak orang mulu. Hayo gimana itu, Andinnya marah, hayo~~~" tuding Raden menunjuk-nunjuk wajah Chandra dengan dua sumpit yang dia ambil di meja kantin.
"Diem lo ah!" Chandra menabok wajah Raden pelan, atensi Chandra kembali pada Andini, "Kenapa gak mau pulang bareng, Neng? Mau jalan kaki ya? Sekalian ngecilin perut? Atau gimana?"
"Ish, aku pulang sekolah mau ke mall sama Dara dan Azura. Dan, Chandra gak boleh larang-larang."
"Yaudin, kalau gak boleh ngelarang, gue ikut!" Chandra mengambil keputusan dengan memasang wajah songongnya.
"Aa ikuut!!!"
💮💮💮
"Aduh! "
KAMU SEDANG MEMBACA
WATER-LILY ✔
Fiksi Remaja"Kamu bisa menjadi laksana bunga teratai, yang tinggal di air yang kotor namun tetap mengagumkan". -Unknown (to Andin) ______________________________________________________________ Andini, sahabat kecil yang selalu dia jahili. Sahabatnya yang sel...