Andin dan Chandra sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, Chandra yang bermain game dan Andin yang asyik chat-an dengan kedua sahabatnya. Mereka sedang duduk bersebelahan di balkon kamar Chandra, namun tak ada yang membuka suara. Suasana hening itu berakhir saat suara Ranti terdengar dari luar disusul dengan pintu yang diketuk lumayan keras, membuat Chandra mendengus kasar dibuatnya.
"Bangun ih! Bunda ngajak makan," ucap Andin menarik Chandra yang sedari tadi enggan bangun dari duduknya.
"Hmmm," balas Chandra malas dan berjalan keluar dan membuka pintu dengan lebar. Pintu kamar sebenarnya tidak dikunci ataupun ditutup rapat. Tetapi Ranti tetap saja mengetuk dan memanggilnya dari luar.
"Ayo Bunda. Ada yang bisa Andin bantu?" tanya Andin berjalan bersisian menuruni tangga dengan lengan yang digandeng oleh Ranti.
"Gak usah, Sayang, udah siap semua kok. Tinggal makan aja deeeh."
"Yaah, maaf ya, Bun. Bunda jadi capek sendiri gini. Kenapa gak panggil Andin aja tadi?"
"Gimana lagi, kamunya aja sibuk sama yang di belakang. Jangan mau kalau disuruh-suruh sama dia, Sayang. Nanti ngelunjak."
"Apaan sih Bun, mainnya sindir-sindiran," kesal Chandra yang ada di belakang mereka berdua, jelas sekali perkataan itu ditujukan untuknya. Ralat, Chandra pura-pura kesal.
"Lah, kesindir."
Dapat dilihat dari atas, semua keluarga Chandra sudah berkumpul di meja makan. Bahkan Surya yang sangat sulit disuruh pulang oleh Chandra sudah duduk ganteng di sana.
"Lama banget sih," ucap Surya melihat Chandra dengan tatapan datarnya. Surya memiliki perangai yang tidak jauh berbeda dari Sunan, malas bicara panjang lebar. Padahal, berbicara merupakan senam mulut yang sangat penting agar mulut tidak kaku dan keram mendadak, menurut Chandra.
"Bawel lo, gue suruh pulang susahnya minta ampun. Giliran makan, gak pernah mau ketinggalan. Heran gue," cerocos Chandra melihat wajah datar Surya. Umur mereka hanya berbeda beberapa menit saja. Mereka kembar tak seiras, mereka tampan dengan ciri khasnya masing-masing. Wajah Chandra terkesan imut dan terkesan gak bisa diajak serius, sedangkan Surya terlihat lebih dewasa dari Chandra. Walaupun Chandra-lah yang lahir pertama.
"Udah, yuk dimakan. Keburu dingin makanannya. Ayo Sayang, mau makan apa? Biar Bunda siapin," ucap Ranti yang sudah berdiri dari duduknya hendak menyajikan makanan untuk Andin.
"Biar Andin aja, Bun. Bunda layanin Ayah aja. Kasian, Ayah baru pulang kerja," ucap Andin merasa tak enak hati.
"Duh, menantu idaman nih. Mendahulukan mertuanya," ucap Randy, ayahnya Chandra dengan nada menggoda membuat Chandra mesem-mesem tak jelas ditempatnya. Padahal yang digoda Andin, tapi yang cengengesan si Chandra, emang dasar!
"Neng, isi piring gue dong. Lapar nih, elah." Chandra berusaha mengalihkan perhatian Andin yang asyik mengobrol dengan ayahnya.
"Iya, sebentar," Andini pun berdiri mengambil lauk-pauk untuk Chandra yang terus saja menyodorkan piring kosongnya, meminta diisi.
"Najis, manja."
"Heh, yang sopan ya. Gue kakak lo, loh."
"Kak Andin, bonekanya bagus banget. Beli di mana, Kak?" tanya Senja yang baru bisa menanyai Andin karena dia terus sibuk berbicara dengan yang lain.
"Loh, ini dikasih Chandra. Katanya dia beli boneka ini buat kamu, tapi kamunya gak suka. Ya udah Chandra ngasih ke aku deh. Mubazir katanya."
"Dih, mana ada. Bang Chan gak pernah nawarin boneka ini ke Senja. Abang bohongin kak Andin ya?" tuding Senja menatap Chandra tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
WATER-LILY ✔
ספרות נוער"Kamu bisa menjadi laksana bunga teratai, yang tinggal di air yang kotor namun tetap mengagumkan". -Unknown (to Andin) ______________________________________________________________ Andini, sahabat kecil yang selalu dia jahili. Sahabatnya yang sel...