"Kenapa rame?"
"Dih, gurunya gak dateng."
"Buset! Gue bela-belain berangkat pagi, buru-buru mandi, nulis pagi-pagi, sampe Andin telat masuk kelas, gurunya gak dateng?" teriak Chandra bersandar pada papan tulis dan menatap wajah teman-temannya yang melongo mendengar juga melihat tingkahnya. Sungguh, ia tidak peduli itu, ia kesal, sangat.
"Istighfar, Ndra. Ayok, duduk. Jangan kaya gitu," nasihat Raden menggiring Chandra menuju kursinya dan mendudukkannya di sana. Raden juga sebenarnya kesal, tapi tak apa, lah. Yang penting selama tiga jam ke depan dia bisa bebas karena tak ada guru di kelas.
Setelah Andin dan Chandra keluar dari kantin, Sunan dan Raden pun melakukan hal yang sama dengan tujuan yang berbeda, tentu saja. Sesampainya di kelas, suasana heboh dengan canda-tawa dan suara perempuan yang bergosip ria, juga teriakan anak laki-laki yang terbawa suasana game di pojok sana. Ketika Raden bertanya pada Sheyla, jawabannya adalah ....
"Gurunya lagi ngurus lahiran tetangga, jadi izin gak ngajar, katanya."
"Lepasin, kampret!" sentak Chandra mengenyahkan tangan Raden yang betah berada di bahu kirinya, menyadarkan Raden dari lamunan sesaat itu. Chandra tidak masalah, namun jika berlama-lama, risih juga.
"Dih, ngegas!"
"Lo berdua, berisik." Sunan mendengus kesal. Rasanya dia tidak bisa merasakan kedamaian saat berdekatan dengan dua makhluk ciptaan tuhan yang satu ini. Ingin menjauh, terlanjur nyaman.
"Ya, elah. Sabar, Sun. Jangan tidur dulu, ah. Gue mau ngomong."
"Kenapa?"
"Cewek-cewek itu udah diurus?"
💮💮💮
"Gimana?"
"Gimana apanya?" tanya Andin mengernyitkan dahinya mendengar serangan pertanyaan saat dia menghampiri Chandra yang menunggu di dekat pintu kelas.
"Pas aku tinggal, gak dimarahin sama Pak Irwan, kan?" tanya Chandra memastikan. Menggenggam tangan Andin dan menariknya untuk berjalan beriringan. Bel istirahat sudah berbunyi beberapa detik yang lalu, dan Chandra sudah stand by di depan kelasnya, menunggu Andin keluar dari kelas daripada berdiam diri di kelasnya, membosankan.
"Enggak, kok."
"Hai, Ndin, boleh minta waktunya sebentar?" Manda menyapa saat Andin berjalan hendak melewatinya. Kontan Andin mengalihkan pandangan dan menatap kakak kelasnya itu, kakak kelas yang dulu sempat dekat dan akrab dengannya. Ya, dulu.
Andin menatap Chandra sebentar, setelah mendapat persetujuan dari Chandra, Andin kembali menatap Manda dan menganggukkan kepalanya pelan, "Bo-boleh, Kak."
"Gu-gue dan yang lainnya, minta maaf sama lo. Terutama orang-orang yang lo anggap teman dan malah menjauh waktu lo butuh. Jujur, gue ngerasa bodoh karena dengerin omong kosong orang yang ngejelek-jelekin lo dan justru terpengaruh sama omong kosong dia. Gue minta maaf karena sering ngomong kasar sama lo. Saking kangennya, gue malah ngehina lo pas ada di deket gue. Gue ngerasa jadi orang yang, idiot," aku Manda sembari melirik sekilas ke arah Chandra yang sedikit menjauh dari mereka, memberikan kesempatan bagi para wanita untuk saling terbuka dan mengungkapkan apa yang mengganjal di hatinya.
"Omong kosong? Dia? Siapa, Kak?" tanya Andin beruntun, merasa bingung juga terkejut dengan apa yang disampaikan oleh kakak kelasnya ini. Menatap bergantian pada Manda dan teman-teman SMP-nya dulu, sekitar 4 orang dan jadi 5 orang ditambah Manda. Merekalah teman-teman yang dekat dengannya dulu, dan berbalik menjauh saat Andin kehilangan ayahnya. Andin belajar menerima perlakuan aneh mereka padanya, karena masih ada Chandra dan mereka yang setia yang mengisi hari-harinya. Sempat bingung terhadap tingkah mereka yang terkesan tiba-tiba, namun dia mulai menerima dan mencoba mengerti seiring dengan waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WATER-LILY ✔
Novela Juvenil"Kamu bisa menjadi laksana bunga teratai, yang tinggal di air yang kotor namun tetap mengagumkan". -Unknown (to Andin) ______________________________________________________________ Andini, sahabat kecil yang selalu dia jahili. Sahabatnya yang sel...