🌼7. MAKAN-MAKAN DI TAMAN🌼

2 1 0
                                    

"Beneran gak ada diskon, Mang?  korting, lah, korting. Perasaan, kemaren harga masuknya cuma dua puluh rebu. Sekarang kok naik sih Mang,  Labil amat jadi pedagang," protes Chandra tak terima mencoba bernegosiasi. Di sekitar kompleksnya memang ada tempat pemancingan ikan yang cukup luas dan juga terawat. Mang Darwin, nama pemiliknya.

"Iya, tapi kata istri Mamang suruh naikin harganya. Pemancingan ini teh di sebelah rumah Mamang loh. Nanti kalau dia tau harganya masih 20 ribu, nanti Mamang yang dimarahin," curhat Mang Darwin mencoba memberi pengertian pada Chandra yang keras kepala. Chandra memang langganan memancing di tempat ini. Dia selalu membeli lele dari sini dan memasaknya sendiri di rumah untuk memberikannya pada Andin yang memang pecinta pecel lele.

"Iya Mang, gak papa kok. Nih uangnya, lebihnya simpan aja ya Mang," ucap Dana memberikan uang seratus ribu pada Mang Darwin yang disambut dengan senang hati olehnya.

"Aduuh, hatur nuhun, Den. Emang bageur pisan Den Dana teh."

"Dih, Bang! Duitnyaaaaa-" Tak kuasa mendengar kebawelan Chandra, Dana pun menyeret Chandra ke area pemancingan. Mengambil kail,  umpan, dan lainnya lalu mendudukkan Chandra secara paksa di salah satu tempat duduk yang menghadap kolam penuh ikan.

"Bang, duitnya kebanyakan!"

"Lo tuh ya, banyak duit tapi pelit. Biarin aja sih, kasihan Mang Darwin udah tua."

"Ya itu baru duit masuknya, Bang. Belum lagi kalau mau bawa pulang ikan, harus bayar lagi! Mending cuma bayar masuknya aja, kita juga mau bawa ikan buat makan-makan nanti malem. Sayang uangnya, bisa buat beli banyak ikan ituu," cerocos Chandra pajang lebar.

"Berisik ah, fokus mancing aja udah. Gue yang bayar ini."

"Terserah deh. Yang penting gue gak ngeluarin duit," ucap Chandra pasrah kala mengingat bahwa Dana-lah yang akan membayar semuanya. Tinggal mancing, bawa pulang, makan, selesai.

"Nah, tuh tau. Kenapa ribut banget sih dari tadi. Lo cowok, jangan banyak omong. Contoh si Surya tuh, adem."

"Dih, si Surya gak boleh dijadiin panutan, Bang. Contoh gue, kata Bunda aja, dia beruntung bisa punya anak kaya gue. Bisa diandelin dan sangat berguna," ucap Chandra dengan bangga membusungkan dadanya.

"Iyalah, bisa diandelin buat nagihin arisan," gumam Dana mengingat Chandra yang singgah di rumah tetangga-tetangga mereka untuk menagih arisan yang memang di pegang oleh Ranti, bundanya itu.

💮💮💮

"Kak Andin, masih belum selesai? Ajis udah laper nih." Ajis menghampiri Andin yang sedang melakukan aktivitasnya di pemanggangan.

Ya, mereka sudah berkumpul di taman belakang rumah Andini. Di sini bukan hanya ada Ajis dan teman-temannya saja. Tapi ada Dara dan Azura. Jangan lupakan Chandra dan kedua temannya. Dana sendiri, dia hanya mengundang satu temannya yaitu Ilham yang sekaligus menjabat sebagai sekretarisnya di kantor. Senja dan Surya tak bisa hadir. Surya yang memilih diam di rumah dan Senja yang harus tidur cepat karena dia harus sekolah pagi. Ranti tahu, jika Chandra dan yang lain kumpul, pasti tak akan cepat selesai, bisa sampai larut malam. Entah asyik mengobrol, ribut, atau bermain bersama.

"Belum, sabar ya. Sebentar lagi juga selesai. Ajis makan duluan aja, gak usah nungguin aku." Sebenarnya semua sudah selesai dimasak, hanya tinggal membereskan bekas memanggangnya saja. Agar setelah makan, bisa langsung istirahat.

"Gak ah, nunggu Kakak aja," ucap Ajis keukeh. Dia malas berada dalam jarak dekat dengan Chandra tanpa kehadiran Andin. Yang ada, mereka berdua akan meributkan sesuatu yang sangat sepele untuk diributkan.

WATER-LILY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang