🌼12. MASALAH KONDANGAN🌼

0 1 0
                                    

Di siang hari yang terik ini, berdirilah seorang Raden Perdana yang sedang hormat pada tiang bendera plus benderanya. Harusnya ia di hukum saat jam pelajaran pertama, tapi tidak. Pak Irwan ingin Raden merasakan panasnya terik matahari di siang hari agar tidak malas mengerjakan PR lagi. Jadilah ia dijemur saat jam istirahat kedua ini.

Di hadapan Raden, ada keempat temannya yang sedang duduk di tempat yang biasanya digunakan kepala sekolah saat upacara bendera berlangsung. Untuk Andin, dia kembali dipanggil oleh Pak Irwan karena ia merupakan bendahara kelas. Ada masalah kelas yang berhubungan dengan keuangan yang harus Andin urus. Dibantu oleh ketua kelasnya, Angga.

"Jadi, gimana ceritanya? Kok bisa sih?" tanya Azura penasaran. Mereka memilih membicarakannya di sini sembari menemani Raden. Tidak juga sih, Raden yang memaksa membicarakannya di sini agar dia juga bisa mendengarkannya. Chandra yang merasa kasihan pada sahabatnya itu pun mengiyakan paksaan Raden.

"Ya jadi ceritanya begini, terus begitu, tiba-tiba begono, dan ya udah deh selesai."

"Ck, serius!" Sunan berdecak kesal mendengar ucapan tak bermutu Chandra.

"Gue tampol juga lo! Yang bener ngomongnya!" protes Azura yang menadapat anggukkan setuju oleh Dara.

Raden? Selain hukuman hormat pada bendera, ia pun dilarang berbicara saat hukuman berlangsung. Raden hanya mampu mendelik tajam ke arah Chandra, memperingati bahwa bukan waktunya untuk bercanda. Kasihan ....

Mendengar protes teman-temannya, Chandra pun terkekeh dan mulai menceritakan apa yang terjadi sebenarnya dimulai dari percakapannya dengan keluarganya dan juga kejadian tadi pagi di taman belakang, tanpa ia lebih-lebihkan sekalipun. Bahkan ungkapan setuju dari Andin pun Chandra jelaskan dengan sedikit malu-malu.

"Najis," Sunan melempar wajah Chandra dengan buku yang ia bawa saat melihat ekspresi menjijikan yang Chandra tunjukkan.

"Gila! Ini sih enak ke lo-nya. Gak perlu berjuang lagi buat dapetin hati Andin. Gue salut sih sama Andin. Emang ya, beruntung banget punya anak kaya dia tuh. Pasti dia tertekan pas tau dia dijodohin sama si Chandra," komentar Azura setelah mendengarkan cerita yang disampaikan Chandra.

"Bener banget. Kita harus banyak-banyak hibur Andin, Zur. Kasih dia kekuatan," Dara menimpali.

Keadaan Raden, mukanya sudah memerah. Antara menahan panasnya sinar matahari dan menahan untuk tidak berbicara mendengar apa yang Chandra ceritakan. Ingin sekali berbicara, tapi jika ia melanggar perintah Pak Irwan, maka nilai raportnya pasti akan dihiasi oleh tinta berwarna merah. Jangan salah, walaupun nakal, menyebalkan, dan sering bolos pelajaran, Raden masih memiliki tujuan. Ada orang tua yang harus dia bahagiakan.

"HEH! Maksudnya apa nih! Di sini tuh, gue juga pihak yang ... diuntungkan, sih. Gila, bahagianya," ucap Chandra lalu tertawa pelan setelahnya.

"Poor Andin," komentar Sunan dengan wajah lempengnya.

Triiiing!!

"Aaah!!! Akhirnya, gue bebas. Halo semua! Silahkan  Masuk~~~ayo, Ndra! Gue belum kasih pendapat, loh!" pekikan alay Raden di tengah lapangan melambai-lambai pada siswa-siswi yang hendak masuk ke kelasnya. Chandra dan yang lainnya tertunduk malu melihat aksi berlebihan yang dilakukan oleh Raden.

"HEI RADEN! MASUK! JANGAN BERDIRI DI TENGAH LAPANGAN KAYA ORANG GILA GITU! MASUK SANA, KALIAN JUGA! MASUK CHANDRA!" teriak pak Agas ngegas sembari menatap sengit Chandra dan kawan-kawan yang ada di lapangan.

Mendengar teriakan pak Agas, Chandra dan Raden berseru, "HAMPURA PAK!" dan setelah itu mereka berlarian menjauhi lapangan, lebih tepatnya menjauhi amukan guru pendidikan kewarganegaraan itu. Chandra dan Raden memang ada sedikit masalah dengan guru PKN itu. Sebenarnya Pak Agas-lah yang terlalu emosian. Apapun yang Chandra dan Raden lakukan, selalu terlihat salah di matanya. Mungkin karena tampang mereka yang ganteng-ganteng menyebalkan.

WATER-LILY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang