10. Munduring Tata Krama.

610 95 19
                                    

Mantera pengasihan sudah ditabur kepada Bagas, Hayati demikian percaya diri ritualnya berhasil. Hayati benar-benar masih buta dengan dunia seperti itu, tapi dia terlalu nekat. Nafsunya memiliki Bagas kembali demikian besar. Manusia memang selalu dipenuhi dengan nafsu.

Beberapa malam yang lalu Hayati merapalkan ajian puter giling sukmo, kata orang pinter yang ditemuinya tempo hari, bakal bisa membuat hati orang yang Hayati inginkan takluk. Hayati sangat percaya, sebentar lagi Bagas putra Bramantyo sang tuan tanah akan segera menjadi miliknya.

Tapi hayati kecewa, betapa dia sudah melempar senyum manis tapi Bagas hanya melewatinya begitu saja. Hati Hayati pecah berantakan, entah apa yang kurang dari ritual yang dia lakukan. Orang pinter itu cuma bilang begitu.

" Ada apa Ti?" Tanya Ririn teman sebangku Hayati. Demi melihat wajah Hayati yang murung Ririn jadi ingin tahu.

" Yang diajarkan oleh orang pinter tetanggamu sudah aku jalankan Rin, tapi sepertinya nihil. Bagas menengok saja ndak." Jawab Hayati berkeluh kesah, dia memang sudah berharap banyak akan ritual itu.

" Aku ya ndak paham Ti, yang diajari kan cuma kamu. Coba nanti kita ke sana lagi, aku temani kamu Ti." Kata Ririn menghibur hayati. Ririn sebenarnya kurang suka dengan cara seperti ini, tapi dia juga tidak tega melihat temannya. Hayati sudah terlanjur tresno, meski sudah putus tapi Hayati masih cinta.

" Terimakasih Rin, tapi aku hari ini ndak bawa uang. " Kata Hayati merasa tidak enak, mau dibayar pakai apa nanti Mbah dukunnya.

" Nanti aku utangi dulu Ti, kebetulan mbah habis sambang. Aku dikasih sangu." Jawab Ririn tulus kepada Hayati.

Hayati tersenyum penuh harap, sesekali manik mata hitamnya melirik sosok yang sedang memarkir motornya di ujung lapangan. Den bagus macam Bagas bagaimana Hayati bisa melepas dengan mudah. Dan lagi Bagas anak orang kaya, mungkin saja nanti kehidupan Hayati bisa lebih baik bila dia berhasil menikah dengan Bagas.

Khayalan Hayati memang terlampau tinggi, dia sudah bersikap terlalu lancang. Hati manusia yang demikian gaib sudah ingin sekali dia sentuh. Saat ini jiwa insaninya kalah dengan jiwa hewani, yang mana insting, nafsu, rasa dan ego demikian memimpin.

Hayati dan Ririn benar menemui lagi sang orang pintar tetangga Ririn, Pria tersebut yang  penampilannya sudah tua itu menyambut kedua gadis itu dengan tertawa terkekeh. Sebelumnya si Mbah sudah memberi mantera, apa mungkin ada yang kurang. Manusia memang tidak pernah merasa cukup.

" Nduk, cah ayu. Apa kamu sudah menjalankan ritualnya?" Tanya si Mbah dukun kepada Hayati yang duduk bersila di hadapannya.

"Sudah Mbah, beberapa hari lalu saya sudah membaca mantera yang sudah Mbah berikan," jawab Hayati. "Tapi sepertinya tidak ada hasilnya Mbah, dia tetap mengacuhkan saya." Jelas Hayati lagi kepada si Mbah dukun.

" Kamu baca cuma sekali saja?" Tanya Si Mbah dengan tertawa terkekeh.

" Iya Mbah, hanya sekali." Jawab Hayati dengan jujur, Hayati sudah tentu tidak tahu masalahnya ada di mana. Hayati tidak memahami segala bentuk klenik, baru kali ini dia memberanikan diri menyentuhnya. Hanya untuk cinta yang tidak terbalaskan lagi.

" Nduk, pelet itu tidak sesederhana itu. Semua itu perlu usaha, perlu ritual dan tirakat. Hati manusia tidak mudah ditembus." Kata si Mbah kembali menjelaskan.

" Saya tidak paham Mbah," jawab Hayati.

" Hanya mantera, kalau sekedar dibaca ya ndak akan mampir. Siapa orang itu Nduk? Yang sudah mengguncang imanmu?" Tanya si Mbah dukun ingin tahu.

" Bagas Mbah, Bagas putro Bramantyo." Jawab Hayati dengan sedikit menunduk, ada sedikit ketakutan ketika dia menyebutkan nama itu. Siapa yang tidak kenal dengan keluarga itu, Hayati paham  bila dia memang terlalu lancang.

BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang