11. Jaran goyang.

623 95 57
                                    

Sun matek ajiku si jaran goyang.

Hayati mengucap kembali mantera, cintanya sudah bukan lagi cinta. Nafsu keserakahan membutakan mata juga hati. Hayati sangat paham bila yang dilakukannya ini salah, tapi keinginannya memiliki wong bagus bernama Bagas tidak pernah surut.

Upet-upetku lawe benang
Pet sabetake gunung gugur, pet sabetake Segoro sat, pet sabetake ombak gede sirep, pet sabetake si Bagas bin Bramantyo.

Hati Hayati sangat yakin, kali ini ritualnya akan berhasil. Si Mbah dukun memberitahu hayati waktu itu, dengan tirakat yang minyak pelet usahanya akan berhasil. Entah bagaimana caranya Hayati tidak tahu, asalkan Bagas kembali ke pelukannya itu saja sudah cukup baginya.

Cep sido sebut ora mari-mari yen ora ingsun seng nambani.

Hayati tersenyum, jadi begitu bunyi manteranya. Dia mengambil foto pujaan hatinya, si Bagas putra Bramantyo dan diletakkan di sebuah mangkuk. Jemari Hayati meraup 3 butir kembang kantil dan menaburkannya di atas foto Bagas. Dengan perlahan Hayati mengeluarkan sebuah botol kecil yang dia tebus dengan harga yang sedikit mahal, minyak pelet jarang goyang.

Hayati menghela nafas, dia menyemprotkan minyak pelet itu ke foto sang pujaan hati. Dupa di depannya sudah Hayati nyalakan, jarinya memutar mangkuk berisi foto dan kembang kantil itu searah dengan jarum jam. Sementara bibirnya merapalkan mantera jaran goyang hingga 11x.

Hayati sama sekali tidak tahu, ritual yang dia lakukan bukan hanya antara manusia dan manusia. Ada makhluk dari alam lain yang tanpa dia ketahui telah dia panggil untuk menyelesaikan ritualnya. Makhluk dengan tanduk dan ekor itu tertawa licik melayang menuju rumah besar yang berada di tengah desa.

Mirah yang sedang terlelap tidur seketika matanya langsung terbuka, kepalanya bergerak seperti sedang mengendus sesuatu. Rintik gerimis di luar rumah memang mengeluarkan aroma khas daun basah, tapi bukan itu yang dicari oleh Mirah. Ada aroma lain dan itu sedikit lucu bagi bocah seperti Mirah.

" Mbok Rasmi melihat apa?" Tanya Mirah dengan simpul senyum. Mirah sudah tau sebenarnya dengan apa dan siapa itu, tapi Mirah hanya ingin bertanya.

" Mbok melihat makhluk bertanduk kambing melayang masuk ke tubuh Ndoro bagus Ndoro," jawab mbok Rasmi menunduk. Mbok Rasmi memang sejak tadi merasakan juga melihat betapa makhluk itu tertawa licik mengitari rumah sebelum masuk ke tubuh Ndoro Bagus.

" Iya mbok, gadis itu sudah terlalu berani." Kata Mirah sambil menyeringai. Mirah ingin menertawakan kebodohan gadis itu, tapi apa urusannya. Dia hanya sedang ingin menggapai cinta. Mirah tidak akan menghalau, biarkan saja dua manusia itu menjalani takdirnya masing-masing.

Tapi sepertinya makhluk itu tidak mudah menaklukkan mas Bagas, bagaimana pun mas Bagas itu orangnya kuat. Setelah melayang beberapa lama dan mendekatinya makhluk itu baru bisa masuk setelah menemukan kelemahan mas Bagas. Tapi makhluk itu hanya masuk, cuma masuk ke dalam tubuh.

Hati manusia itu tempat yang sakral, bila untuk masuk saja makhluk itu perlu waktu, jelas untuk menyentuh hati mas Bagas makhluk tersebut akan butuh lebih banyak waktu. Dia akan bersemayam di dalam tubuh mas Bagas, menyerap saripati dari tiap makanan yang ditelan oleh mas Bagas.

Mirah bangun dengan bantuan mbok Rasmi, dengan tertatih dia menuruni ranjang besar dengan 4 tiang di setiap ujungnya. Mirah menyeret kakinya dan berjalan menuju jendela, bulan sudah hampir bulat sempurna. Sangat indah memantulkan cahaya yang entah darimana.

Mirah mengangkat sebelah kakinya, jarinya dengan gemulai mulai menari sementara matanya terkatup rapat. Dirinya terkurung dalam sebuah ruangan pengap dan gelap, tapi matanya bisa melihat kemana pun. Seperti sekarang, dia sedang menembus rintik hujan yang dingin menusuk kulit.

BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang