Bu Ratih begitu gundah, pak Gendon datang di saat matahari masih belum nampak dan membawa kabar buruk. Mbah Sukro meninggal tadi malam dengan bibir berlumuran darah, altar persembahan berantakan memenuhi ruangan. Tadi malam itu ada apa, Bu Ratih bersama Mirah yang juga lunglai di kamarnya. Sepertinya ini bukan kebetulan, mengorek berita juga dari mana. Dukun yang ahli menerawang telah tewas entah kenapa.
Setelah seharian menunggu dalam gundah, ketika surup Bu Ratih segera menutup pintu dan jendela, juga semua tirai yang ada di ruangan itu. Berkali dia berpesan kepada semua, jangan sampai ada yang mengganggu hingga apa yang dilakukannya selesai. Pak Gendon sudah pergi menemui dukun yang lain, perjanjian dengan setan ini akan berantakan bila tidak ada yang memandu.
Boneka, keranjang, uang yang sepertinya tidak untuk manusia, lilin juga dupa sudah dipersiapkan di hadapannya. Satu bejana berisi air hujan dengan batang beringin di dalamnya, berada di samping dupa dan lilin yang dinyalakan setelah uang itu dibakar. Dengan tenang Bu Ratih mengucap mantra, memanggil sosok untuk bisa ditanyai tentang apa dan mengapa. Dia memerlukan jawaban dengan segera meski beresiko.
"Hong hiyang ilaheng hen jagad alusan roh gentayangan ono'e jelangkung jaelangset,"
Bu Ratih terus merapalkan mantra, berharap akan ada satu makhluk yang berkenan mampir dan masuk ke dalam boneka di hadapannya. Bukannya tidak tahu dengan resiko, hanya saja dia sudah terlalu terburu nafsu untuk menuntaskan dahaga ingin tahu. Masa depan dirinya juga keluarganya bisa jadi bergantung dengan ini.
Mantra pemanggilan jailangkung ada banyak versi, dan yang dari Jawa merupakan salah satu yang sedikit berani daripada mantra pemanggilan jailangkung pemanggil arwah leluhur yang dilakukan oleh orang China. Tujuan pemanggilan juga berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
"Siro wujud e ning kene one bolone siro wangsul angslupo yen siro teko gaib wenehono tondo yen nggolek bubrah hayo enggalo,"
Mantera itu masih belum juga selesai, komat kamit itu menciptakan suasana yang membuat bulu kuduk meremang berdiri. Ruangan itu menjadi sedikit lebih dingin dari biasanya, juga semilir angin yang menggoyangkan api lilin itu datangnya darimana.
"Angslupo ing rupo golek wujud ... wujud ... wujud." Bu Ratih mengakhiri mantranya.
Boneka itu, bergerak tidak beraturan padahal yang memeganginya hanya diam. Sebuh roh menelusup masuk sesuai undangan, menikmati dupa juga yang lainnya. Permainan melibatkan makhluk seperti itu tidak seharusnya dilakukan bila sama sekali tidak ada yang mendampingi.
Makhluk yang datang bisa siapa saja yang kebetulan ingin masuk, mereka tidak akan mau datang begitu saja tanpa maksud. Semua yang dia lakukan sebagian besar bisa menjerumuskan manusia, dalam dosa entah dalam jurang kesesatan yang lain. Tapi entah kenapa bersekutu dengan setan masih menjadi pilihan banyak orang. Hingga kini. Seperti Bu Ratih yang memilih menginterogasi makhluk lembut untuk mendapatkan jawaban.
"Jadi, seperti yang kamu bilang. Makhluk berjubah emas terang benderang? Siapa?" tanya Bu Ratih yang masih memegang boneka sementara benda itu terus berputar melewati banyak huruf juga angka. "Wajahnya tidak bisa terlihat?" Bu Ratih menggumam dan bingung.
Makhluk seperti apa itu, yang bisa membuat Mbah Sukro mati sedemikian rupa, juga putri bungsunya lemas kehabisan tenaga. Siapa lagi yang berani mengusik keluarganya hingga seperti ini, padahal menurutnya dia tidak pernah mencelakakan siapapun, kecuali bayi. Ya memang dia harus menyediakan bayi atau janin setiap purnama, untuk Mirah juga bunda Ratu.
"Di mana dia tinggal?" tanya Bu Ratih kemudian.
Boneka itu kembali bergerak, tapi lama-kelamaan dia semakin kacau tidak beraturan meski Bu Ratih berusaha memeganginya dengan susah payah. Udara semakin dingin mencekam, nyala lilin kembali bergoyang dengan hembusan angin yang entah datang dari mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bungsu
Horror- on hold - Nyari tumbal susah 🤧 ___________________________ Suara tawa canda anak yang lain terdengar jelas, sekali lagi aku cuma bisa mendengarnya. Katanya mereka adalah kakak-kakakku, setidaknya itu yang dikatakan oleh ibu. Aku cuma bisa meliha...