3. Tanya

891 113 21
                                    

Pedesaan di pagi hari, matahari baru semburatkan cahaya dengan kalem. Sisa embun masih terlihat basah di atas rerumputan hijau. Udara tentu saja begitu sejuk, pekarangan yang di penuhi dengan berbagai tanaman terawat dengan rapi.

Ketika ketiga kakaknya ribut bermain bola, Jenar hanya diam menatap ke arah bangunan yang jauh di sana. Bangunan yang terawat dengan baik namun terkesan dingin menyeramkan, setidaknya begitulah bagi anak kecil seperti Jenar.

Gadis kecil ini selalu penasaran dengan bangunan itu, sayang ibu dan para abdi selalu melarang mereka bermain di dekat sana. Padahal ada kolam ikan lebar yang sangat menarik bagi Jenar. Padahal di situ juga merupakan bangunan milik keluarganya.

" Dek, ayo main. Jangan ngelamun." Ajak mas Bagas begitu melihat adik bungsunya yang cuma diam menatap ke belakang. "Kamu sedang liatin apa toh?" Tanya Bagas keheranan dengan tingkah adiknya.

"Mas, di belakang sana ada apa toh? Kok kita dilarang ke sana?" Tanya Jenar mengutarakan maksudnya. Rasa penasarannya selalu memenuhi kepala, kenapa bangunan itu begitu istimewa.

" Mas juga nggak tau dek, tanya ibu katanya di sana banyak setan." Jawab mas Bagas yang kembali melempar bola ke arah mbak Nawang.

" Iya kata ibu di sana banyak setannya, jangan maen ke sana kamu Dek." Tambah mas Damar di sela tawa cekikikan ketika bola yang dioper kepada mas Bagas malah menggelinding mengenai kaki mbak Nawang.

Jenar kembali melihat ke arah bangunan yang selalu sunyi senyap itu, gorden di balik pintunya tertutup rapat. Dulu ketika malam hari Jenar minta antar ke kamar mandi oleh amongnya, Jenar sempat mendengar ada suara anak kecil bernyanyi. Lagu Jawa yang Jenar tidak paham maknanya.

Sekilas dari cahaya yang remang-remang, gorden di balik jendela kaca itu terbuka lebar. Terlihat seperti sosok anak perempuan yang lebih kecil dari dirinya, rambutnya hitam legam sangat cantik. Tapi entah wajahnya, Jenar tidak bisa melihat dengan jelas.

" Ribut apa toh Ndoro bagus, Ndoro ayu?" Tanya seorang abdi perempuan yang berumur 20an, dia datang membawa 4 gelas susu segar yang baru saja diperah.

" Itu mbak Jum, Jenar mau ke rumah yang di pojok itu." Jawab mbak Nawang mengadu.

" Hussss, ndak boleh itu. Kalo Ndoro Putri tau bisa marah besar. Ndak ada yang boleh ke sana pokoknya." Jawab abdi yang dipanggil dengan nama mbak Jum tersebut.  Tangan mbak Jum sedikit gemetar mendengar celotehan para putra dan putri ndoronya.

" Kenapa mbak?" Tanya mas Damar keheranan melihat mbak Jum ketakutan. Padahal mereka hanya mengutarakan niat saja, belum tentu mereka akan pergi ke sana. Bangunan itu begitu terlihat suram menyeramkan.

" Ndak apa-apa Ndoro," jawab mbak Jum dengan bibir bergetar ketakutan. Siapa pun tahu bahwa semua bagian ruangan di bangunan itu adalah terlarang, terlarang untuk mereka menyentuh dan menginjakkan kaki di sana.

Dari semuanya hanya Ndoro Putri saja yang masuk ke sana. Ndoro Kakung saja belum tentu sebulan sekali. Entah apa di dalamnya, terkadang mereka para abdi mencium aroma wangi seperti kemenyan yang dibakar.

" Mbak, kok ketakutan mbak? Jadi bener ya di bangunan itu banyak setannya?" Tanya mbak Nawang terus terang.

Mbak Jum menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan di sekeliling mereka tidak ada siapapun. Membicarakan bangunan itu beserta segalanya bila ketahuan oleh Ndoro Putri tentu bakalan bahaya. Setelah kena murka tentu mereka akan dipecat.

" Sini Ndoro, tapi jangan bilang siapa-siapa ya." Pinta mbak Jum dengan mimik wajah yang masih menyiratkan rasa takut. Segera setelah para Ndoro bagus dan Ndoro Ayu berkumpul mbak Jum berkata," dulu ada yang bilang, di dalamnya ada hantu perempuan yang menyeramkan."

BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang