Seorang putri, dari salah satu kerajaan lelembut yang berada nun jauh di sana, tidak selalu suka melakukan pekerjaannya sendiri kecuali atas perintah sang ibu, bu Ratih. Sebagai salah satu dari jin kafir yang menjadi pemuja iblis, makhluk melayang di hadapannya ini memang kehadirannya ditujukan untuk membawa manusia semakin dekat dan terjebak dalam kesesatan.
Kemurkaannya, ketika ajakannya ditolak oleh Zaki. Yang malah menyatakan bahwa pujaannya yang tercipta dari api itu hanyalah ciptaan dari Tuhan Zaki. Kemarahannya membabi buta setiap kali melihat dan merasakan Zaki berada di dekatnya. Sayangnya meski sakti tapi Mirah terbatas, dia terikat tanpa bisa keluar tanpa ijin bu Ratih. Mirah memang sakti, tapi kesaktiannya tidak cukup untuk membebaskan dirinya dari sini.
Tapi Mirah tidak keberatan, siapa yang membutuhkan kebebasan. Manusia hanya hidup berpuluh tahun, segera setelah Ibu meninggal, akan Mirah bawa menghadap sang bunda. Sesuai dengan perjanjian yang sudah pernah Ibu ucap di depan dukun setelah ritual itu. Para manusia memang terkadang tidak berpikir panjang, bagaimana bisa mengorbankan diri untuk duniawi yang hanya sementara. Sedangkan akhirat itu selamanya.
"Ngaaaaaaaaaaa ... !!" teriakan melengking penuh kemarahan terdengar hingga terasa hampir melukai gendang telinga. Manusia tua renta yang memakai udeng yang berada di belakang kepulan asap dupa itu tertunduk diam tanpa bergerak tanpa bernapas. Mata Mirah memerah melebar, meski mulutnya yang lebar itu akhirnya tertawa terkikik mengerikan.
Manusia yang baru hidup belum genap 25 tahun di hadapannya ini. Yang sedari tadi hanya berdiri menunduk dan mengucapkan entah apa saja. Memanggil nama yang pernah Mirah dengar tapi tidak pernah Mirah temui. Manusia rupawan bercahaya bagai pria bersorban yang pernah Mirah temui mungkin 100 tahun yang lalu, yang mematahkan kakinya dan tidak bisa pulih hingga sekarang.
Beberapa memang pernah datang kemari dan Mirah dengan mudah membelainya baik dengan rayuan duniawi ataupun mengajak menemui makhluk pencabut nyawa. Hingga akhirnya manusia ini yang datang kemari, manusia yang tenang tapi sedalam lautan. Benda cair merah yang mengalir di sela bibir itu demikian menggoda, tapi berikut kakek renta berudeng itu mati, manusia ini mencipta sebuah perisai dengan bibir dan tangan yang bergetar.
"Lumayan juga," puji Mirah. "Tapi kau tidak akan mampu melawanku, akui saja kebesaran raja ku," kata Mirah begitu percaya diri.
"Tidak ada yang melebihi kebesaran Allah, Allahuakbar, Allah Maha Besar," jawab Zaki menolak.
"Jangan menganggap hebat, hanya karena kau mampu membunuh dukun itu," kata Mirah diselingi dengan teriakan yang melengking naik turun.
"Dia meninggal karena kesalahan dia sendiri, bukan aku yang membunuhnya," Zaki menjawab dengan ketenangan tanpa terpengaruh makhluk melayang di depannya, yang mulai tertawa dan menari dengan mengangkat sebelah kakinya. Gigi kecil tapi runcing itu terlihat begitu jelas ketika Mirah menyeringai lebar.
"Aku ... ingin membunuhmu, menyerap jiwamu, mungkin memakanmu," bisik lembut itu berulang kali terdengar halus mengelilingi Zaki.
"Lakukan saja bila kamu mampu," kembali Zaki menjawab dengan tenang.
Mirah yang seakan mendapat ijin, kembali tertawa melengking berbarengan dengan angin yang menderu demikian kencang. Sayang sekali, seandainya saja manusia ini mau bergabung, Mirah akan dengan senang hati membimbingnya dan membawanya. Menjadikannya salah satu dari tentara iblis yang memang sudah dipersiapkan. Sayang sekali, sayang sekali bila dia harus berakhir seperti ini.
Zaki mendongakkan kepalanya, bibir yang memerah itu mulai membaca sesuatu. Dia membaca Ayat, yang dengan sepenuh hati Zaki percaya akan menyambungkannya kepada Tuhannya. Meminta kepada Tuhannya sebagai hamba, sebagai abdi. Zaki berusaha mengosongkan segalanya dan hanya mencoba merasakan keberadaan Tuhannya. Dia memohon, memohon perlindungan dari apa saja, termasuk hal ghaib yang sekarang berada telat di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bungsu
Horror- on hold - Nyari tumbal susah 🤧 ___________________________ Suara tawa canda anak yang lain terdengar jelas, sekali lagi aku cuma bisa mendengarnya. Katanya mereka adalah kakak-kakakku, setidaknya itu yang dikatakan oleh ibu. Aku cuma bisa meliha...