Seorang abdi muda tampak mengipasi api yang hampir mati di tungku, asapnya mengepul pekat membuat sesak dan perih di mata. Ini memang masih pagi sekali, suara ayam saja masih sesekali terdengar bersahutan. Tapi tentu kesibukan di kediaman keluarga Bramantyo sudah di mulai.
Bu Ratih malah sudah menghampiri dapur dengan berdandan anggun dengan sanggul kecil di belakang kepala, sebuah benda keemasan tampak menghiasi rambutnya yang menghitam legam bagai jelaga. Bu Ratih selalu sudah terjaga sebelum putri pagi memancarkan sinarnya. Sebagai orang Jawa, Bu Ratih sangat percaya dengan ilmu klenik, ilmu titen. Bila bangun terlambat rejeki bisa dipatuk ayam.
Klenik bagi masyarakat Jawa tulen adalah simbol, baik dalam tutur cerita maupun benda. Yang mana menjadi ruh dari tiap laku, keyakinan, kepercayaan, tradisi, adat dan budaya Jawa. Klenik sebagai hasil ilmu Jawa hasil pakarti dari cipta, rasa dan jiwa raga para leluhur yang sudah mampu menyatukan jagad ageng dan jagad alit, ke atas dan kebawah, ke segala penjuru mata angin, fisik, batin dan kasukman.
Bu Ratih tentu sangat memahami itu, Bu Ratih wanita yang cakap dalam segala hal. Selain itu Bu Ratih juga disegani oleh semuanya. Bukan, bukan karena susuk yang dipakai saja. Bu Ratih memang tegas dan berwibawa. Susuk yang dipakai oleh Bu Ratih hanya untuk memancarkan aura kecantikan saja.
Sepeninggal Bu Ratih, tentu para abdi kembali bekerja sambil bergunjing. Seorang abdi yang sedang mengupas jagung membuka pembicaraan. "Kemarin tetanggaku bilang, di desa sebelah ada yang hamil tapi anaknya ilang." Kata seorang abdi.
" Yang bener kamu Nur? Hamil kok bisa ilang, lha yang gondol siapa?" Tanya seorang abdi muda yang sedang memarut kelapa. Dia tentu heran, bagaimana mungkin bayi masih dalam perut itu hilang begitu saja.
Abdi yang dipanggil dengan nama Nur itu mencibirkan mulutnya, ini daerah pedesaan yang mana sedikit terpencil juga. Ada banyak tempat yang masih bisa dianggap wingit. Ada hutan juga di seberang desa, beberapa punden juga masih ada di dekat sini.
" Kamu jangan pura-pura ndak tau, di sini sering yang begitu. Makanya orang hamil itu ndak boleh kelayapan. Waktu surup ya di rumah saja, pintu jendela ditutupi." Kata seorang abdi yang sudah sepuh.
" Lah iyaaaa ya mbok ya. Katanya mbak itu habis dari pasar beli daster, katanya ada mbah-mbah yang menginjak kakinya. Malemnya mbak itu terbangun lalu lihat ada kuntilanak matanya merah ngelesot di lantai." Kata Nur bercerita panjang lebar.
" Anaknya digondol kuntilanak?" Tanya abdi lain terperangah, kuntilanak biasanya cuma menakuti. Yang biasa mencuri anak itu Wewe, tapi ya bukan anak yang masih dalam perut ibunya.
Sang abdi yang sudah sepuh tersenyum melanjutkan kegiatannya menguleg bumbu. Kemudian berkata, "kalo hamil itu jangan sering ke pasar, orang hamil bagi makhluk lembut itu wangi." Jelas si mbok sang abdi sepuh.
" Tapi buat apa nyuri bayi dalam perut toh mbok?" Tanya Nur keheranan.
" Orang kan butuhnya macem-macem, ada yang ingin anak tapi ndak bisa. Mereka ke dukun dan ngambil bayi orang, kalo ndak gitu ya mereka ngambil buat tumbal." Jelas si mbok sepuh.
" Astaghfirullah, anaknya orang dibuat tumbal." Gumam seorang abdi muda sedikit terperangah.
Bagi orang lain mungkin tidak manusiawi, tapi memang begitu adanya. Ketika manusia sudah terlilit kuat oleh nafsu, sifat manusianya juga terlilit oleh bujuk rayu makhluk bersifat setan. Berapa banyak manusia yang membuat perjanjian dengan makhluk lembut melalui dukun. Entah untuk pesugihan, pengasihan dan untuk ngelmu.
Jarak dapur dan ruangan tempat Mirah tinggal terbilang jauh. Namun jarak hanyalah jarak, sejauh apapun itu telinga Mirah bisa mendengar. Mirah mendengar dengan jelas sekali, mereka sedang membicarakan sesuatu yang menarik. Mirah jelas tau pelakunya siapa, Mirah jadi sangat tidak sabar. Bulan purnama itu kenapa terasa lama sekali.
Senyum Mirah semakin lebar menyeringai, matanya terpejam tapi dia bisa dengan jelas melihat. Ada sebuah ruangan kecil dengan sebuah ranjang, dua manusia di sana itu mau apa. Satu persatu pakaian sudah hampir tanggal. Manusia itu memang seringnya selalu diselimuti oleh nafsu. Setelah nafsu ingin memiliki juga disusul dengan nafsu yang lain.
Makhluk itu memang perlu banyak waktu untuk menyentuh hati mas Bagas, dan rupanya sejak beberapa lama makhluk bertanduk itu sudah berhasil melakukan tugasnya. Dasar makhluk kurang ajar, begitu sudah mempengaruhi hati dan pikiran mas Bagas pun dia tidak kunjung pergi. Dia menikmati tinggal dalam raga mas Bagas.
Mirah tidak mau ikut campur urusan hati, mereka sedang menjalani takdir dan nasibnya masing-masing. Hayati mulai memetik usaha yang sudah dia lakukan sejak lama. Kini mas Bagas sudah berada di pelukannya, tanpa sehelai benang pun membatasi. Sungguh indah sekali, mereka sedang mencicipi dosa.
Tapi ada banyak hal yang Hayati tidak paham, dia mengucap mantra juga menyiratkan minyak. Dia mengirim sebuah makhluk lembut bertanduk seperti kambing, juga memiliki ekor. Tubuhnya berbulu lebat, dan dia laki-laki. Hayati tidak tahu, makhluk itu akan bersemayam di tubuh mas Bagas sampai kapan pun selama dia mau.
Makhluk itu bersama mas Bagas yang semakin kuyu, menghisap makanan yang dimakan mas Bagas. Ketika mas Bagas membelai hayati, makhluk itu juga ikut membelai. Ah Hayati memang bodoh, dia mengundang malapetaka untuk dirinya. Apalagi ketika raga dua anak manusia itu mulai bersatu. Makhluk itu dengan senang ikut bersetubuh, dia ikut membelai menyentuh dan melakukan apa yang mas Bagas lakukan kepada Hayati.
Makhluk itu ikut menyetubuhi Hayati. Mirah tertawa terkikik mengagetkan mbok Rasmi. Mirah tertawa, dia menertawakan kebodohan manusia. Seandainya Hayati bisa melihat, apakah dia tidak akan jijik. Makhluk bertanduk dan berbulu lebat itu ikut menindihnya. Dasar manusia bodoh.
Pengasihan itu tidak ada yang tanpa akibat buruk. Seandainya nanti mas Bagas dan hayati menikah pun, bisa saja makhluk itu tetap berada di tubuh mas Bagas seumur hidupnya. Menyerap saripati makanan dan ikut bersenggama ketika dua manusia itu melakukannya.
Manusia bodoh memang. Seandainya mereka tahu itulah yang terjadi. Ketika sang kekasih sudah berhasil diraih, ritual sudah berhenti. Kenyataannya di balik itu tidak semuanya terhenti. Bila mereka tau akan seperti apa, manusia dan jin memiliki alam yang berbeda, tapi bukan berarti keberadaannya tidak saling bersinggungan. Banyak manusia yang memakai jin sebagai alat, banyak juga jin yang melakukan sebaliknya. Terutama kepada manusia yang serakah, yang tidak cukup dengan rejeki dan takdir yang sudah di berikan kepadanya.
Mirah tersenyum, dia masih kecil. Ibu bilang Mirah masih kecil, tentu saja Mirah tidak banyak tau. Apalagi kisah cinta mas Bagas dan hayati yang sudah sedikit kebablasan. Mirah tidak ingin menghalangi, buat apa. Mirah malah merasa bahagia, sebentar lagi mungkin akan ada anggota baru keluarga ini. Dan Mirah sangat ingin menikmatinya.
Bulan purnama kenapa terasa lama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bungsu
Horror- on hold - Nyari tumbal susah 🤧 ___________________________ Suara tawa canda anak yang lain terdengar jelas, sekali lagi aku cuma bisa mendengarnya. Katanya mereka adalah kakak-kakakku, setidaknya itu yang dikatakan oleh ibu. Aku cuma bisa meliha...