10. Dibawah hujan

119 34 1
                                    

Misella berlari ke arah taman diikuti Greace dan Sasya di belakangnya. Misella ingin meredamkan emosinya, namun ia juga tidak bisa melarang teman-temannya untuk mendekat.

“Maaf, gue kelepasan.”

“Ini bukan salah lo,” ujar Greace menenangkan Misella. Entah kenapa, Misella merasa bersalah atas kejadian tadi. Sungguh, ia tidak bermaksud membentak Keira. Tetapi dia agak trauma jika mendengar suara Keira yang lantang. Mengingatkannya pada Lily.

“Sandra mana?” tanya Sasya kepada Greace. Greace mengedikkan bahunya. “Kan kita lari berdua tadi, mana gue tau.”

“Apa dia lebih milih Keira?” gumam Misella sendu.

“Gak mungkin lah. Sandra kan setuju sama ide gue.”

“Dia gak bilang kalau dia setuju, Re. Dia diam. Dia mikir cara apa yang paling tepat,” ucap Misella. Misella ingin sekali memberitahu Greace bahwa Sandra mengetahui percakapan mereka di toilet waktu itu. Tetapi disini ada Sasya, Misella takut masalahnya tambah runyam.

“GUYS! Tega banget kalian ninggalin gue,” sungut Sandra yang tengah berlari. Mulutnya tidak berhenti mengoceh, menggerutu karena perlakuan ketiga sahabatnya itu.

“Syukur deh, gue kira lo ada dipihak Keira,” kata Greace yang sebenarnya ingin menyindir Sasya. Dengan muka soknya, ia duduk di bangku kayu yang dekat dengan Keira. Sungguh sifat seseorang memanglah hal yang sulit diubah. “Greace,” tegur Misella.

“Ish! Lo tau sendiri kan sikap gue tuh gimana.”

“Ya iyalah tau. Temenan udah dari orok,” kata Sasya.

“Kagak kok. Mana ada temenan dari orok.”

“Jangan rebutin gueeee!” pekik Sandra sangat nyaring. Bahkan Pak Tono yang lagi menyapu di area lapangan upacara menghampiri mereka dengan tergopoh-gopoh. Mereka berempat panik saat Pak Tono datang dengan ngos-ngosan.

“Gila woi! Elu sih, San. Kasian Pak Tono!” teriak Sasya histeris. Sasya sungguh tidak ingin ikut campur jika lelaki paruh baya itu kembali memasuki rumah sakit karena kejadian yang sama.

“Cari mati lo, San. PAK TONO SESEK NAPAS WOI!” kata Greace tak kalah heboh dari Sasya.

“Eh! Jangan gituin gue dong. Gue takut nih,” gumam Sandra. “Pak Tonoo! SARANGHAE!”

“Ini bukan siaran katakan cinta, Sandraaa,” kata Sasya greget.

“Yaudah. Duh, gue lupa apasih namanya?” tanya Sandra pada dirinya sendiri. “Pak Tono, can you help me?”

“NGAPAIN LU MINTA TOLONG MAEMUNAH?” ujar Greace dengan suara yang tak kalah nyaring saat Sandra memekik. “Jangan teriak bego! Kalau Pak Tono jantungan gara-gara lo gimana?!”

“Heh! Doain orang tua tuh yang baik dong!” ucap Sasya yang sudah tidak sepanik tadi.

Misella hanya memandang cengo teman-temannya. Masalahnya ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang ini. Memangnya mengapa dengan Pak Tono sedang mengatur nafasnya? Bukankah wajar karena Pak Tono berlari dari lapangan ke taman belakang?

“Kalian ngapain sih?” tanya Misella bingung.

“Sudah biasa, Neng. Neng Sandra kalau teriak itu kenceeeng buangett. Sa kira ada yang berkelahi tadi, makanya Sa lari kesini. Eh Sa malah dikira is det,” jawab Pak Tono dengan senyuman tipis. Misella menggelengkan kepalanya tak percaya dengan kelakuan teman-temannya.

“Pak Tono? You fine?”

“Yess, yess.” Pak Tono
menganggukkan kepalanya dengan semangat, menjawab pertanyaan dari Sandra yang mendadak jadi bule lokal. Beginilah Sandra jika bertemu dengan Pak Tono.

I Can't Stop Loving You || DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang