17. Merelakan

90 27 1
                                    

Seorang gadis berambut cokelat sedang merengut dan berjongkok di atas pasir pantai yang halus. Ia terus menuliskan nama Arkla yang berarti Arka-Misella di atas pasir putih itu menggunakan ranting pohon yang ditemukannya dekat tikar yang didudukinya. Sedangkan lelaki yang ada di pikirannya pergi entah kemana tanpa pamit terlebih dahulu.

Banyak sudah nama Arkla yang tertulis disana, bervariasi gaya dan ukurannya. Beberapa juga telah tersapu oleh air pantai dengan desiran yang merdu menurut Misella. Misella sangat menyukai seni musik, namun dia lebih menyukai Arka.

Tidak ada hubungannya bukan? Terserah Misella saja.

Misella berdiri dengan sedikit tertatih. Kakinya kram dan bagian bawahnya terasa perih saat menginjak pasir yang sedikit basah itu. Sepertinya kakinya tergores dengan kerang-kerang yang ada di pantai ini.

Arka yang baru datang membawa dua es krim dibuangnya begitu saja saat melihat Misella sedikit meringis karena luka gores di telapak kakinya. Padahal Arka sudah susah payah mengantre untuk membeli es krim itu. Itu tidak penting, Misella hal utama.

Arka berlari menghampiri gadisnya yang masih saja berusaha untuk berjalan. Bukannya lebay, tetapi apakah kalian pernah merasakan kaki kram atau kesemutan? Apalagi dengan goresan yang terasa perih saat menginjak sesuatu yang basah.

“Aku gendong aja ya?” kata Arka khawatir. Misella menggeleng tegas, ia tidak mau menjadi pusat perhatian, lagi.

“Aku gak apa-apa, Ka. Cuma luka goresan doang,” ujarnya santai. Arka memandang sebal perempuan yang berdiri di sampingnya saat ini.

“Luka goresan doang? Itu bisa aja terinfeksi, Sellaaaa.” Arka menekan kata “doang” dan sedikit memanjangkan  nama Misella agar Misella menurut. Namun bukannya menurut, Misella malah tertawa kecil. “Kamu lucu deh, mukanya gak bisa dikondisikan gitu.”

“Habisnya kamu gak mau nurut,” ucap Arka dengan wajah masam.

“Iya deh, jadi gendong?” Misella mendekatkan dirinya kepada Arka seraya menggodanya.

“Gitu dong dari tadi. Kan jadi makin cantik,” gombal Arka. Lelaki itu juga mengikis jarak diantara mereka dan menangkup pipi Misella. Tidak tahu kenapa, Arka menahan tawanya saat melihat wajah Misella dari jarak dekat. Misella yang tak tahu apa-apa pun malah tertawa sehingga matanya menyipit.

Cekrek!

Bunyi suara kamera dari arah samping membuat mereka mengalihkan pandangan. Seseorang mengabadikan momen mereka. Dan apakah kalian tahu siapa dia? Dia lelaki yang mampu mencintai Misella dengan tulus, tanpa takut akan konsekuensinya. Yaitu, dia yang akan tersakiti.

“Gino? Ngapain disini?” tanya Arka sedikit kaget. Sepertinya ia melupakan niatnya yang ingin memberi waktu antara Gino dan Misella.

“Kalian uwu banget,” ujar Gino dengan senyum khas dirinya. Atau mungkin.. senyum yang menutupi luka?

Misella tidak tahu apa itu senyum sebenarnya atau hanya senyum palsu untuk memperlihatkan bahwa ia baik-baik saja. Tetapi, ada yang aneh dengan mata Gino. Mata yang biasanya berbinar, kini seperti kehilangan cahayanya.

“Iyalah, kita kan friend,” ujar Arka walaupun menahan rasa sakit yang dalam di hatinya. Begitu juga Misella, hatinya seakan tertusuk jarum saat mendengarnya. Padahal ia menyetujui permintaan Arka.

Misella mencoba tersenyum saat Arka merangkulnya dengan penuh kehangatan. Senyuman Gino tiba-tiba pudar terganti dengan wajah dinginnya.

“Maksudnya apa? Kalian jangan main-main ya!”

“Gue sama Misella memutuskan untuk berteman aja. Lagian kalau kita punya hubungan spesial, kayaknya gak bakal bertahan lama,” jawab Arka sedikit berbohong di bagian akhir. Alasan untuk berteman bukan hanya itu. Itu bukan alasan utamanya.

I Can't Stop Loving You || DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang